tag:blogger.com,1999:blog-9845722409281592482024-02-08T02:25:54.864+07:00الفرائض والمواريث --- Berbagi Ilmu Faraidh --- Hukum Waris Islam<hr>Online sejak 11 Desember 2008 <br>
BLOG INI DITUJUKAN BAGI ORANG-ORANG YANG MERASA SUATU HARI NANTI PASTI MATI.<br><strong>"Siapkanlah bekal, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa."</strong><br>
Blog ini berisi tulisan-tulisan saya beserta konsultasi tentang ilmu faraidh, ilmu yang di akhir zaman sangat sedikit yang (mau) mempelajarinya dan mengamalkannya. Semua isi dari blog ini boleh disebarluaskan dalam bentuk apapun, asalkan menyebutkan sumber dan link-nya.Achmad Yani, S.T., M.Kom.http://www.blogger.com/profile/12602678000759969392noreply@blogger.comBlogger34125tag:blogger.com,1999:blog-984572240928159248.post-89326335958141164692011-02-19T12:36:00.009+07:002011-03-20T15:02:31.116+07:00Kodifikasi Hukum Waris Islam di Indonesia<span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 0, 204);">Oleh</span><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 0, 204);">A©hmad Yani, S.T., M.Kom.</span><br /><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://www.mailonpix.com/images/d0d75ad4d371badc932ce9611734c3bc.gif"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 231px; height: 31px;" src="http://www.mailonpix.com/images/d0d75ad4d371badc932ce9611734c3bc.gif" alt="" border="0" /></a><br /><br /><br />Tulisan ini menguraikan secara singkat sejarah perkembangan hukum waris Islam yang berlaku di Indonesia. Ditinjau dari sejarahnya, maka hukum waris Islam berkembang seiring dengan perkembangan hukum Islam secara umum yang berlaku dalam masyarakat Islam di Indonesia. Dalam tulisan ini, sejarah perkembangan hukum waris Islam dapat dilihat paling tidak dari empat masa yang dimulai sejak sebelum penjajahan Belanda sampai sekarang.<br /><span class="fullpost"><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">1. Masa Sebelum Penjajahan Belanda</span><br />Jauh sebelum bangsa Indonesia dijajah oleh Belanda, hukum Islam secara umum telah dijalankan oleh umat Islam Indonesia sejak masuknya Islam ke Indonesia. Dalam statuta Jakarta 1642 disebutkan bahwa soal kewarisan mempergunakan hukum yang sudah dipakai sehari-hari oleh rakyat, yaitu hukum Islam, sehingga hukum bentukan VOC (<span style="font-style: italic;">Vereenigde Oost Indische Compagnie </span>= Gabungan Perusahaan Dagang Belanda Hindia Timur) tidak berfungsi efektif.<br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0); font-weight: bold;">2. Masa Penjajahan Belanda</span><br />Pada tanggal 19 Januari 1882, berdasarkan <span style="font-weight: bold;">Staatsblad 1882 No. 152 </span>dibentuk <span style="font-weight: bold;">Peradilan Agama </span>(<span style="font-style: italic;">Priester-raad</span>) di Jawa dan Madura. Kekuasaannya mencakup masalah perkawinan, warisan, dan wakaf. Pada tanggal 1 April 1937, berdasarkan <span style="font-weight: bold;">Staatsblad 1937 No. 116</span>, kekuasaan Peradilan Agama <span style="font-weight: bold;">dibatasi</span>, sehingga masalah warisan, wakaf, dan hadhanah (pemeliharaan anak akibat perceraian) diputus oleh Pengadilan Negeri.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">3. Masa Penjajahan Jepang</span><br />Lembaga Peradilan Agama tetap dipertahankan, tetapi berganti nama menjadi <span style="font-style: italic;">Scorioo Hooin</span>, sementara Mahkamah Agama Islam Tinggi menjadi <span style="font-style: italic;">Kaikoo Kootoo</span> berdasarkan Pasal 3 Aturan Peralihan bala tentara Jepang (<span style="font-style: italic;">Osamu Seizu</span>) tanggal 7 Maret 1942.<br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0); font-weight: bold;">4. Masa Setelah Kemerdekaan sampai Sekarang</span><br />Pada tanggal 9 Oktober 1957, <span style="font-weight: bold;">Pengadilan Agama </span>(<span style="font-style: italic;">Mahkamah Syar'iyah</span>) di luar Jawa dan Madura dibentuk berdasarkan <span style="font-weight: bold;">Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 1957 </span>(Lembaran Negara 1957 No. 99) dengan kekuasaan yang lebih luas daripada Pengadilan Agama di Jawa dan Madura. Masalah warisan di luar Jawa dan Madura menjadi kompeten Pengadilan Agama (Mahkamah Syar'iyah).<br /><br />Pada tanggal 29 Desember 1989, <span style="font-weight: bold;">Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 </span>tentang Peradilan Agama disahkan, dan diundangkan dalam Lembaran Negara RI Tahun 1989 No. 49 dengan kekuasaan mencakup masalah<span style="font-weight: bold;"> perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf, dan shadaqah.</span><br /><br />Pada tanggal 10 Juni 1991, dikeluarkan <span style="font-weight: bold;">Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 </span>tentang <span style="font-weight: bold;">Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam </span>(KHI) yang terdiri dari tiga buku: Buku I (Hukum Perkawinan), Buku II (Hukum Kewarisan), dan Buku III (Hukum Perwakafan). Sebagai catatan, Buku II tentang Hukum Kewarisan dalam KHI berisi 4 bab yang dirinci dalam <span style="font-weight: bold;">Pasal 171 sampai Pasal 193 </span>yang berkaitan dengan kewarisan, ditambah dengan 2 bab tentang wasiat dan hibah yang dirinci dalam Pasal 194 sampai Pasal 214. Menteri Agama, melalui <span style="font-weight: bold;">Keputusan Menteri Agama No. 154 Tahun 1991 </span>meminta untuk sedapat mungkin menerapkan KHI di peradilan agama yang ada di seluruh Indonesia.<br /><br />Dari sejarah singkat di atas, dapat dilihat bahwa hukum waris Islam yang dilaksanakan di Indonesia belum dibukukan dalam bentuk undang-undang. Ini berarti bahwa Undang-Undang tentang Kewarisan menurut hukum Islam di Indonesia belum ada sampai sekarang! Yang ada hanya <span style="font-weight: bold;">Kitab Undang-Undang Hukum Perdata </span>(BW, <span style="font-style: italic;">Burgerlijk Wetboek</span>) -- sebuah kitab warisan penjajah Belanda -- yang berlaku bagi orang Tionghoa dan Eropa (Buku II, Bab XII sampai XVIII, Pasal 830 sampai 1130). Namun demikian, dalam pemutusan perkara kewarisan di pengadilan agama, para hakim sudah sepakat menggunakan Buku II dari Kompilasi Hukum Islam tentang Hukum Kewarisan sebagai acuan, meskipun secara tata hukum, status KHI masih berada di bawah undang-undang.<br /><br />Di masa mendatang, diharapkan kepada seluruh komponen umat Islam yang memiliki kapasitas dan wewenang dalam kaitannya dengan hukum Islam, agar dapat melakukan kodifikasi lebih lanjut terhadap hukum waris Islam yang berlaku bagi umat Islam di Indonesia dan menghasilkan sebuah produk hukum positif yang diberi nama, misalnya, Kitab Undang-Undang Hukum Waris.<br /><br />Adalah sebuah kejanggalan, bahwa di sebuah negara yang warga negaranya mayoritas menganut agama Islam, meskipun bukan sebuah negara Islam, ternyata di Indonesia belum ada sebuah undang-undang tentang hukum waris yang berlaku secara nasional yang mengikat warga negaranya yang beragama Islam. Sebagai perbandingan, negara <span style="color: rgb(255, 0, 0); font-weight: bold;">Mesir </span>jauh-jauh hari – sebelum Indonesia merdeka – sudah memiliki <span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">Qanun Al-Mawarits </span><span style="color: rgb(0, 153, 0);">(Kitab Undang-Undang Hukum Waris) </span>yang merupakan produk hukum berbentuk <span style="color: rgb(0, 153, 0);">Undang-Undang Nomor 77 Tahun 1943 </span>yang diberlakukan mulai tanggal 12 September 1943. Undang-Undang ini terdiri atas 8 bab yang dirinci dalam 48 pasal.<br /><br />Demikianlah secara singkat sejarah perkembangan hukum Islam di Indonesia secara umum dan hukum waris secara khusus. <span style="font-style: italic;">Wallahu a’lamu bishshawab</span>.<br /></span>Achmad Yani, S.T., M.Kom.http://www.blogger.com/profile/12602678000759969392noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-984572240928159248.post-73371933669096729162011-01-23T10:17:00.027+07:002011-01-23T15:42:52.582+07:00Jawaban dan Koreksi Untuk Orang-orang yang Meragukan Hukum Waris IslamOleh<br />A©hmad Yani, S.T., M.Kom.<br /><br />Tulisan ini saya buat sebagai tanggapan atas FAHMIMUSLIM yang memberikan komentar pada posting saya yang berjudul “Ayat-ayat Mawaris” yang menerima bantahan dari seseorang yang meragukan hukum waris Islam (sebut saja Mr. X). Berikut ini saya kutip semua contoh kasus yang diberikan oleh Mr. X (ada 9 contoh kasus) yang aslinya <span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">bercetak miring (italic) dan berwarna merah. </span><br /><br /><span class="fullpost"><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">CONTOH kasus 1: Jika yang meninggal memiliki WARISAN Rp. 30.000.000 dan mempunyai, sbb:</span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">4 anak cewek</span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">sepasang orang tua</span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">1 istri.</span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">Maka menurut hitung-hitungan muhammad adalah:</span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">4 anak cewek akan mendapatkan 2/3 x Rp. 30.000.000 = Rp. 20. 000.000, sesuai Q 4:11 (dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan)</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">Sepasang Orang tua akan mendapatkan 1/3 x Rp. 30.000.000 = Rp. 10.000.000, sesuai Q 4:11 (Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak)</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">Seorang Istri akan memperoleh 1/8 x Rp 30.000.000 = Rp. 3.750.000, sesuai Q 4:12 (Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar utang-utangmu)</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">TOTAL yang MESTI DIBAYAR= Rp. 33.750.000, PADAHAL WARISAN hanya Rp. 30.000.000</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">CONTOH kasus 2: Jika yang meninggal memiliki WARISAN Rp. 30.000.000 dan mempunyai, sbb:</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">TAK MEMILIKI ANAK</span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">SEORANG suami</span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">2 Saudara Perempuan</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">Seorang SUAMI akan mendapatkan 1/2 x Rp. 30.000.000 = Rp. 15. 000.000, sesuai Q 4:12 (Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak.)</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">DUA saudara perempuan akan mendapatkan 2/3 x Rp. 30.000.000 = Rp. 20.000.000, sesuai Q 4:176 (tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal.)</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">TOTAL yang MESTI DIBAYAR= Rp. 35.000.000, PADAHAL WARISAN hanya Rp. 30.000.000</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">CONTOH kasus 3: Jika yang meninggal memiliki WARISAN Rp. 30.000.000 dan mempunyai AHLI WARIS, sbb:</span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">TAK MEMILIKI ANAK</span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">SEORANG suami</span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">1 Saudara Perempuan</span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">Seorang Ibu</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">Seorang SUAMI akan mendapatkan 1/2 x Rp. 30.000.000 = Rp. 15. 000.000, sesuai Q 4:12 (Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak.)</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">SEORANG saudara perempuan akan mendapatkan 1/2 x Rp. 30.000.000 = Rp. 15.000.000, sesuai Q 4:176 (jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya.)</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">Seorang Ibu akan mendapatkan 1/6 x Rp. 30.000.000 = Rp. 5.000.000, sesuai Q 4:11 (jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam)</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">TOTAL yang MESTI DIBAYAR= Rp. 35.000.000, PADAHAL WARISAN hanya Rp. 30.000.000</span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">CONTOH kasus 4: Jika yang meninggal memiliki WARISAN Rp. 30.000.000 dan mempunyai AHLI WARIS, sbb:</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">TAK MEMILIKI ANAK</span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">SEORANG suami</span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">2 Saudara Perempuan</span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">Seorang Ibu</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">Seorang SUAMI akan mendapatkan 1/2 x Rp. 30.000.000 = Rp. 15. 000.000, sesuai Q 4:12 (Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak.)</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">SEORANG saudara perempuan akan mendapatkan 2/3 x Rp. 30.000.000 = Rp. 20.000.000, sesuai Q 4:176 (tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal.)</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">Seorang Ibu akan mendapatkan 1/6 x Rp. 30.000.000 = Rp. 5.000.000, sesuai Q 4:11 (jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam)</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">TOTAL yang MESTI DIBAYAR= Rp. 40.000.000, PADAHAL WARISAN hanya Rp. 30.000.000</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">CONTOH kasus 5: Jika yang meninggal memiliki WARISAN Rp. 30.000.000 dan mempunyai AHLI WARIS, sbb: </span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">TAK MEMILIKI ANAK</span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">SEORANG istri</span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">2 Saudara Perempuan</span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">Seorang Ibu</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">Seorang ISTRI akan mendapatkan 1/4 x Rp. 30.000.000 = Rp. 7. 500.000, sesuai Q 4:12 (Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak.)</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">DUA ORANG saudara perempuan akan mendapatkan 2/3 x Rp. 30.000.000 = Rp. 20.000.000, sesuai Q 4:176 (tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal.)</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">Seorang Ibu akan mendapatkan 1/6 x Rp. 30.000.000 = Rp. 5.000.000, sesuai Q 4:11 (jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam)</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">TOTAL yang MESTI DIBAYAR= Rp. 32.500.000, PADAHAL WARISAN hanya Rp. 30.000.000</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">Contoh KASUS 6: Kesalahan menghitung muhammad: jika yang meninggal TAK MEMILIKI anak, memiliki 1 istri, 1 saudara PEREMPUAN dan 1 saudara Laki-laki, dan SEORANG Ibu:</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">1/4 (ayat 12) + 2/3 (ayat 176) + 1/6 (ayat 11) = 1 + 1/12 ---------> loh kok kelebihan?</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">CONTOH kasus 6: Jika yang meninggal memiliki WARISAN Rp. 30.000.000 dan mempunyai AHLI WARIS, sbb:</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">TAK MEMILIKI ANAK</span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">SEORANG istri</span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">1 Saudara Perempuan dan 1 Saudara Laki-laki</span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">Seorang Ibu</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">Seorang ISTRI akan mendapatkan 1/4 x Rp. 30.000.000 = Rp. 7. 500.000, sesuai Q 4:12 (Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak.)</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">1 ORANG saudara perempuan dan 1 orang saudara laki-laki akan mendapatkan 2/3 x Rp. 30.000.000 = Rp. 20.000.000, sesuai Q 4:176 (tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan.)</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">Seorang Ibu akan mendapatkan 1/6 x Rp. 30.000.000 = Rp. 5.000.000, sesuai Q 4:11 (jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam) </span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">TOTAL yang MESTI DIBAYAR= Rp. 32.500.000, PADAHAL WARISAN hanya Rp. 30.000.000</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">Contoh KASUS 7: Kesalahan menghitung muhammad: jika yang meninggal TAK MEMILIKI anak, memiliki 1 suami, 1 saudara PEREMPUAN dan 1 orang saudara Laki-laki, dan Seorang IBU</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">1/2 (ayat 12) + 2/3 (ayat 176) + 1/6 (ayat 11)= 1 + 1/3 ----------> loh kok kelebihan? he...he...he...</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">CONTOH kasus 7: Jika yang meninggal memiliki WARISAN Rp. 30.000.000 dan mempunyai AHLI WARIS, sbb:</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">TAK MEMILIKI ANAK</span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">SEORANG suami</span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">1 Saudara Perempuan dan 1 Saudara Laki-laki</span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">Seorang Ibu</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">Seorang SUAMI akan mendapatkan 1/2 x Rp. 30.000.000 = Rp. 15. 000.000, sesuai Q 4:12 (Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak.)</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">SEORANG saudara perempuan dan SEORAN saudara Laki-laki akan mendapatkan 2/3 x Rp. 30.000.000 = Rp. 20.000.000, sesuai Q 4:176 (tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan.)</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">Seorang Ibu akan mendapatkan 1/6 x Rp. 30.000.000 = Rp. 5.000.000, sesuai Q 4:11 (jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam)</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">TOTAL yang MESTI DIBAYAR= Rp. 40.000.000, PADAHAL WARISAN hanya Rp. 30.000.000</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">Allah dan muhammad, emang 'cerdas' dalam hal KEBRUTALAN matematik ya? Laughing PANTAS saja, quran layak disebut MENGILHAMI ilmu-ilmu mutakhir kafir saat ini! Very Happy</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">Contoh KASUS 8: Kesalahan menghitung muhammad: jika PEWARIS yang meninggal TAK MEMILIKI anak, TAK MEMILIKI AYAH, memiliki 1 istri, 2 saudara PEREMPUAN, Seorang saudara laki-laki SEIBU, dan Seorang Saudara Perempuan Seibu:</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">1/4 (ayat 12) + 2/3 (ayat 176) + 1/6 (ayat 12) + 1/6 (ayat 12) = 1 + 1/4 ---------> BLOODY OVERBALANCE!</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">BAGI MEREKA yang matematikanya JONGKOK Laughing :</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">CONTOH kasus 8: Jika yang meninggal memiliki WARISAN Rp. 30.000.000 dan mempunyai AHLI WARIS, sbb:</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">TAK MEMILIKI ANAK</span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">TAK MEMILIKI AYAH</span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">SEORANG istri</span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">2 Saudara Perempuan</span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">Seorang saudara Laki-laki SEIBU dan Seorang Saudara Perempuan SEIBU</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">Seorang ISTRI akan mendapatkan 1/4 x Rp. 30.000.000 = Rp. 7. 500.000, sesuai Q 4:12 (Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak.)</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">DUA ORANG saudara perempuan akan mendapatkan 2/3 x Rp. 30.000.000 = Rp. 20.000.000, sesuai Q 4:176 (tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal.)</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">SEORANG saudara laki-laki SEIBU dan SEORANG saudara perempuan seibu akan mendapatkan akan mendapatkan 1/3 x Rp. 30.000.000 = Rp. 10.000.000, sesuai Q 4:12 (Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta.)</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">TOTAL yang MESTI DIBAYAR= Rp. 37.500.000, PADAHAL WARISAN hanya Rp. 30.000.000</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">Contoh KASUS 9: Kesalahan menghitung muhammad: jika PEWARIS yang meninggal TAK MEMILIKI anak, TAK MEMILIKI AYAH, Memiliki SEORANG IBU, Memiliki 1 Istri, 2 saudara PEREMPUAN, Seorang saudara laki-laki SEIBU, dan Seorang Saudara Perempuan Seibu:</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">1/6 (ayat 11) + 1/4 (ayat 12) + 2/3 (ayat 176) + 1/6 (ayat 12) + 1/6 (ayat 12) = 1 + 5/12 ---------> BLOODY SHEER BUNK!</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">BAGI MEREKA yang matematikanya JONGKOK Laughing :</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">CONTOH kasus 9: Jika yang meninggal memiliki WARISAN Rp. 30.000.000 dan</span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">mempunyai AHLI WARIS, sbb: </span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">TAK MEMILIKI ANAK</span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">TAK MEMILIKI AYAH</span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">Memiliki SEORANG IBU</span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">SEORANG istri</span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">2 Saudara Perempuan</span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">Seorang saudara Laki-laki SEIBU dan Seorang Saudara Perempuan SEIBU</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">Seorang IBU akan mendapatkan 1/6 x Rp. 30.000.000 = Rp. 5. 000.000, sesuai Q 4:11 (jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam.)</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">Seorang ISTRI akan mendapatkan 1/4 x Rp. 30.000.000 = Rp. 7. 500.000, sesuai Q 4:12 (Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak.)</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">DUA ORANG saudara perempuan akan mendapatkan 2/3 x Rp. 30.000.000 = Rp. 20.000.000, sesuai Q 4:176 (tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal.)</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">SEORANG saudara laki-laki SEIBU dan SEORANG saudara perempuan seibu akan mendapatkan akan mendapatkan 1/3 x Rp. 30.000.000 = Rp. 10.000.000, sesuai Q 4:12 (Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta.)</span><br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">TOTAL yang MESTI DIBAYAR= Rp. 42.500.000, PADAHAL WARISAN hanya Rp. 30.000.000</span><br /><br /><span style="color: rgb(0, 0, 102); font-weight: bold;">Jawaban saya:<br /><br /></span>Untuk semua contoh kasus yang disebutkan itu, jawaban yang diberikan oleh Mr. X adalah <span style="color: rgb(255, 0, 0); font-weight: bold;">salah</span>, karena tidak sesuai dengan hitungan yang seharusnya menurut hukum waris Islam (ilmu faraidh). Dalam tulisan ini, saya berikan jawabannya dan sekaligus mengoreksi kesalahan hitungan Mr. X itu. Untuk semua contoh kasus yang diberikannya, kecuali kasus 6 dan kasus 7, penyelesaiannya cukup dengan menggunakan <span style="font-style: italic;">‘aul</span>. Sementara itu, pada kasus 6 dan kasus 7 terdapat <span style="font-style: italic;">‘ashabah bil-ghair</span>, yaitu saudara laki-laki bersama saudara perempuan, yang masing-masing menerima bagian berupa sisa setelah <span style="font-style: italic;">ashhabul-furudh</span>. Dan jawaban untuk masing-masing kasus akan saya buat dalam tabel supaya dapat dibandingkan mana <span style="color: rgb(255, 0, 0); font-weight: bold;">jawaban yang keliru (salah)</span> karena terlalu dangkal pemahamannya terhadap hukum waris Islam dan mana <span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 153, 0);">jawaban yang benar </span>yang mengikuti kaidah-kaidah dasar dalam ilmu faraidh dan terbukti secara ilmiah. Dengan jawaban ini, <span style="font-style: italic;">insyaallah</span>, tuduhan terhadap kesalahan hitungan dalam hukum waris Islam tidak terbukti. <span style="font-style: italic;">Wallahu a’lamu bishshawab</span>.<br /><div valign="top" align="center"><table style="border-collapse: collapse;" border="2" cellpadding="1" cellspacing="0"><br /><caption>Kasus 1</caption><br /><tbody><br /><tr><br /><td width="15%"><br /></td><br /><td colspan="2" width="45%" align="center"><b>Asal Masalah: 24 (KPK dari 8,3, dan 6)</b></td><br /><td width="40%" align="center"><b>Jumlah Harta Warisan: Rp 30.000.000</b></td><br /></tr><br /><tr><br /><td rowspan="2" width="15%" align="center"><b>Ahli Waris</b></td><br /><td rowspan="2" width="10%" align="center"><b>Fardh</b></td><br /><td colspan="2" width="75%" align="center"><b>Bagian Warisan (Rp)</b></td><br /></tr><br /><tr><br /><td width="35%" align="center"><b>Hitungan Langsung (Pasti Salah!)</b></td><br /><td width="40%" align="center"><b>Dengan ‘Aul (Asal Masalah menjadi 27)</b></td><br /></tr><br /><tr><br /><td width="15%" align="left">Isteri</td><br /><td width="10%" align="center">1/8</td><br /><td width="35%" align="right">3/24 x 30.000.000 = 3.750.000</td><br /><td width="40%" align="right">3/27 x 30.000.000 = 3.333.333</td><br /></tr><br /><tr><br /><td width="15%" align="left">4 Anak pr</td><br /><td width="10%" align="center">2/3</td><br /><td width="35%" align="right">16/24 x 30.000.000 = 20.000.000</td><br /><td width="40%" align="right">16/27 x 30.000.000 = 17.777.778</td><br /></tr><br /><tr><br /><td width="15%" align="left">Ibu</td><br /><td width="10%" align="center">1/6</td><br /><td width="35%" align="right">4/24 x 30.000.000 = 5.000.000</td><br /><td width="40%" align="right">4/27x 30.000.000 = 4.444.444</td><br /></tr><br /><tr><br /><td width="15%" align="left">Bapak</td><br /><td width="10%" align="center">1/6</td><br /><td width="35%" align="right">4/24 x 30.000.000 = 5.000.000</td><br /><td width="40%" align="right">4/27x 30.000.000 = 4.444.444</td><br /></tr><br /><tr><br /><td width="15%" align="center"><b>Jumlah</b></td><br /><td width="10%" align="center"><b>27/24</b></td><br /><td width="35%" align="right"><b>33.750.000</b></td><br /><td width="40%" align="right"><b>30.000.000</b></td><br /></tr><br /></tbody></table></div><br /><div valign="top" align="center"><table style="border-collapse: collapse;" border="2" cellpadding="1" cellspacing="0"><br /><caption>Kasus 2</caption><br /><tbody><br /><tr><br /><td width="15%"><br /></td><br /><td colspan="2" width="45%" align="center"><b>Asal Masalah: 6 (KPK dari 2 dan 3)</b></td><br /><td width="40%" align="center"><b>Jumlah Harta Warisan: Rp 30.000.000</b></td><br /></tr><br /><tr><br /><td rowspan="2" width="15%" align="center"><b>Ahli Waris</b></td><br /><td rowspan="2" width="10%" align="center"><b>Fardh</b></td><br /><td colspan="2" width="75%" align="center"><b>Bagian Warisan (Rp)</b></td><br /></tr><br /><tr><br /><td width="35%" align="center"><b>Hitungan Langsung (Pasti Salah!)</b></td><br /><td width="40%" align="center"><b>Dengan ‘Aul (Asal Masalah menjadi 7)</b></td><br /></tr><br /><tr><br /><td width="15%" align="left">Suami</td><br /><td width="10%" align="center">1/2</td><br /><td width="35%" align="right">3/6 x 30.000.000 = 15.000.000</td><br /><td width="40%" align="right">3/7 x 30.000.000 = 12.857.143</td><br /></tr><br /><tr><br /><td width="15%" align="left">2 Saudara pr</td><br /><td width="10%" align="center">2/3</td><br /><td width="35%" align="right">4/6 x 30.000.000 = 20.000.000</td><br /><td width="40%" align="right">4/7 x 30.000.000 = 17.142.857</td><br /></tr><br /><tr><br /><td width="15%" align="center"><b>Jumlah</b></td><br /><td width="10%" align="center"><b>7/6</b></td><br /><td width="35%" align="right"><b>35.000.000</b></td><br /><td width="40%" align="right"><b>30.000.000</b></td><br /></tr><br /></tbody></table></div><br /><div valign="top" align="center"><table style="border-collapse: collapse;" border="2" cellpadding="1" cellspacing="0"><br /><caption>Kasus 3</caption><br /><tbody><br /><tr><br /><td width="10%"><br /></td><br /><td colspan="2" width="40%" align="center"><b>Asal Masalah: 6 (KPK dari 2 dan 3)</b></td><br /><td width="40%" align="center"><b>Jumlah Harta Warisan: Rp 30.000.000</b></td><br /><td width="10%" rowspan="2" align="center"><b>Keterangan</b></td><br /></tr><br /><tr><br /><td rowspan="2" width="10%" align="center"><b>Ahli Waris</b></td><br /><td rowspan="2" width="5%" align="center"><b>Fardh</b></td><br /><td colspan="2" width="75%" align="center"><b>Bagian Warisan (Rp)</b></td><br /></tr><br /><tr><br /><td width="35%" align="center"><b>Hitungan Langsung (Pasti Salah!)</b></td><br /><td width="40%" align="center"><b>Dengan ‘Aul (Asal Masalah menjadi 8)</b></td><br /><td rowspan="5" width="10%" align="center">Pada kasus ini, bagian ibu adalah 1/3 bagian, tetapi menurut Mr. X, dibuat 1/6 bagian</td><br /></tr><br /><tr><br /><td width="10%" align="left">Suami</td><br /><td width="5%" align="center">1/2</td><br /><td width="35%" align="right">3/6 x 30.000.000 = 15.000.000</td><br /><td width="40%" align="right">3/8 x 30.000.000 = 11.250.000</td><br /></tr><br /><tr><br /><td width="10%" align="left">1 Saudara pr</td><br /><td width="5%" align="center">1/2</td><br /><td width="35%" align="right">3/6 x 30.000.000 = 15.000.000</td><br /><td width="40%" align="right">3/8 x 30.000.000 = 11.250.000</td><br /></tr><br /><tr><br /><td width="10%" align="left">Ibu</td><br /><td width="5%" align="center">1/3</td><br /><td width="35%" align="right">2/6 x 30.000.000 = 10.000.000</td><br /><td width="40%" align="right">2/8 x 30.000.000 = 7.500.000</td><br /></tr><br /><tr><br /><td width="15%" align="center"><b>Jumlah</b></td><br /><td width="10%" align="center"><b>8/6</b></td><br /><td width="35%" align="right"><b>40.000.000</b></td><br /><td width="40%" align="right"><b>30.000.000</b></td><br /></tr><br /></tbody></table></div><br /><div valign="top" align="center"><table style="border-collapse: collapse;" border="2" cellpadding="1" cellspacing="0"><br /><caption>Kasus 4</caption><br /><tbody><br /><tr><br /><td width="15%"><br /></td><br /><td colspan="2" width="45%" align="center"><b>Asal Masalah: 6 (KPK dari 2,3, dan 6)</b></td><br /><td width="40%" align="center"><b>Jumlah Harta Warisan: Rp 30.000.000</b></td><br /></tr><br /><tr><br /><td rowspan="2" width="15%" align="center"><b>Ahli Waris</b></td><br /><td rowspan="2" width="10%" align="center"><b>Fardh</b></td><br /><td colspan="2" width="75%" align="center"><b>Bagian Warisan (Rp)</b></td><br /></tr><br /><tr><br /><td width="35%" align="center"><b>Hitungan Langsung (Pasti Salah!)</b></td><br /><td width="40%" align="center"><b>Dengan ‘Aul (Asal Masalah menjadi 8)</b></td><br /></tr><br /><tr><br /><td width="15%" align="left">Suami</td><br /><td width="10%" align="center">1/2</td><br /><td width="35%" align="right">3/6 x 30.000.000 = 15.000.000</td><br /><td width="40%" align="right">3/8 x 30.000.000 = 11.250.000</td><br /></tr><br /><tr><br /><td width="15%" align="left">2 Saudara pr</td><br /><td width="10%" align="center">2/3</td><br /><td width="35%" align="right">4/6 x 30.000.000 = 20.000.000</td><br /><td width="40%" align="right">4/8 x 30.000.000 = 15.000.000</td><br /></tr><br /><tr><br /><td width="15%" align="left">Ibu</td><br /><td width="10%" align="center">1/6</td><br /><td width="35%" align="right">1/6 x 30.000.000 = 5.000.000</td><br /><td width="40%" align="right">1/8 x 30.000.000 = 3.750.000</td><br /></tr><br /><tr><br /><td width="15%" align="center"><b>Jumlah</b></td><br /><td width="10%" align="center"><b>8/6</b></td><br /><td width="35%" align="right"><b>40.000.000</b></td><br /><td width="40%" align="right"><b>30.000.000</b></td><br /></tr><br /></tbody></table></div><br /><br /><div valign="top" align="center"><table style="border-collapse: collapse;" border="2" cellpadding="1" cellspacing="0"><br /><caption>Kasus 5</caption><br /><tbody><br /><tr><br /><td width="15%"><br /></td><br /><td colspan="2" width="45%" align="center"><b>Asal Masalah: 12 (KPK dari 3,4, dan 6)</b></td><br /><td width="40%" align="center"><b>Jumlah Harta Warisan: Rp 30.000.000</b></td><br /></tr><br /><tr><br /><td rowspan="2" width="15%" align="center"><b>Ahli Waris</b></td><br /><td rowspan="2" width="10%" align="center"><b>Fardh</b></td><br /><td colspan="2" width="75%" align="center"><b>Bagian Warisan (Rp)</b></td><br /></tr><br /><tr><br /><td width="35%" align="center"><b>Hitungan Langsung (Pasti Salah!)</b></td><br /><td width="40%" align="center"><b>Dengan ‘Aul (Asal Masalah menjadi 13)</b></td><br /></tr><br /><tr><br /><td width="15%" align="left">Isteri</td><br /><td width="10%" align="center">1/4</td><br /><td width="35%" align="right">3/12 x 30.000.000 = 7.500.000</td><br /><td width="40%" align="right">3/13 x 30.000.000 = 6.923.077</td><br /></tr><br /><tr><br /><td width="15%" align="left">2 Saudara pr</td><br /><td width="10%" align="center">2/3</td><br /><td width="35%" align="right">8/12 x 30.000.000 = 20.000.000</td><br /><td width="40%" align="right">8/13 x 30.000.000 = 18.461.538</td><br /></tr><br /><tr><br /><td width="15%" align="left">Ibu</td><br /><td width="10%" align="center">1/6</td><br /><td width="35%" align="right">2/12 x 30.000.000 = 5.000.000</td><br /><td width="40%" align="right">2/13 x 30.000.000 = 4.615.385</td><br /></tr><br /><tr><br /><td width="15%" align="center"><b>Jumlah</b></td><br /><td width="10%" align="center"><b>13/12</b></td><br /><td width="35%" align="right"><b>32.500.000</b></td><br /><td width="40%" align="right"><b>30.000.000</b></td><br /></tr><br /></tbody></table></div><br /><div valign="top" align="center"><table style="border-collapse: collapse;" border="2" cellpadding="1" cellspacing="0"><br /><caption>Kasus 6</caption><br /><tbody><br /><tr><br /><td width="10%"><br /></td><br /><td colspan="2" width="60%" align="center"><b>Asal Masalah: 12 (KPK dari 4 dan 6)</b></td><br /><td width="30%" align="center"><b>Jumlah Harta Warisan: Rp 30.000.000</b></td><br /></tr><br /><tr><br /><td rowspan="2" width="10%" align="center"><b>Ahli Waris</b></td><br /><td rowspan="2" width="20%" align="center"><b>Fardh</b></td><br /><td width="40%" align="center"><b>Bagian Warisan (Rp)</b></td><br /><td width="30%" rowspan="2" align="center"><b>Keterangan</b></td><br /></tr><br /><tr><br /><td width="35%" align="center"><b>Hitungan yang Benar</b></td><br /></tr><br /><tr><br /><td width="10%" align="left">Isteri</td><br /><td width="20%" align="center">1/4</td><br /><td width="40%" align="right">3/12 x 30.000.000 = 7.500.000</td><br /><td rowspan="5" width="30%" align="center">Saudara lk dan saudara pr adalah sebagai 'ashabah (penerima sisa setelah ashhabul-furudh) dengan rasio 2:1, tetapi menurut hitungan Mr. X, bagian mereka adalah 2/3 bagian</td><br /></tr><br /><tr><br /><td width="10%" align="left">Ibu</td><br /><td width="20%" align="center">1/6</td><br /><td width="40%" align="right">2/12 x 30.000.000 = 5.000.000</td><br /></tr><br /><tr><br /><td width="10%" align="left">1 Sdr lk</td><br /><td width="20%" align="center">2/3 dari Sisa = 2/3 x 7/12 = 14/36</td><br /><td width="40%" align="right">14/36 x 30.000.000 = 11.666.667</td><br /></tr><br /><tr><br /><td width="10%" align="left">1 Sdr pr</td><br /><td width="20%" align="center">1/3 dari Sisa = 1/3 x 7/12 = 7/36</td><br /><td width="40%" align="right">7/36 x 30.000.000 = 5.833.333</td><br /></tr><br /><tr><br /><td width="10%" align="center"><b>Jumlah</b></td><br /><td width="20%" align="center"><b>12/12</b></td><br /><td width="40%" align="right"><b>30.000.000</b></td><br /></tr><br /></tbody></table></div><br /><div valign="top" align="center"><table style="border-collapse: collapse;" border="2" cellpadding="1" cellspacing="0"><br /><caption>Kasus 7</caption><br /><tbody><br /><tr><br /><td width="10%"><br /></td><br /><td colspan="2" width="60%" align="center"><b>Asal Masalah: 6 (KPK dari 2 dan 6)</b></td><br /><td width="30%" align="center"><b>Jumlah Harta Warisan: Rp 30.000.000</b></td><br /></tr><br /><tr><br /><td rowspan="2" width="10%" align="center"><b>Ahli Waris</b></td><br /><td rowspan="2" width="20%" align="center"><b>Fardh</b></td><br /><td width="40%" align="center"><b>Bagian Warisan (Rp)</b></td><br /><td width="30%" rowspan="2" align="center"><b>Keterangan</b></td><br /></tr><br /><tr><br /><td width="35%" align="center"><b>Hitungan yang Benar</b></td><br /></tr><br /><tr><br /><td width="10%" align="left">Suami</td><br /><td width="20%" align="center">1/2</td><br /><td width="40%" align="right">3/6 x 30.000.000 = 15.000.000</td><br /><td rowspan="5" width="30%" align="center">Saudara lk dan saudara pr adalah sebagai 'ashabah (penerima sisa setelah ashhabul-furudh) dengan rasio 2:1, tetapi menurut hitungan Mr. X, bagian mereka adalah 2/3 bagian</td><br /></tr><br /><tr><br /><td width="10%" align="left">Ibu</td><br /><td width="20%" align="center">1/6</td><br /><td width="40%" align="right">1/6 x 30.000.000 = 5.000.000</td><br /></tr><br /><tr><br /><td width="10%" align="left">1 Sdr lk</td><br /><td width="20%" align="center">2/3 dari Sisa = 2/3 x 2/6 = 4/18</td><br /><td width="40%" align="right">4/18 x 30.000.000 = 6.666.667</td><br /></tr><br /><tr><br /><td width="10%" align="left">1 Sdr pr</td><br /><td width="20%" align="center">1/3 dari Sisa = 1/3 x 2/6 = 2/18</td><br /><td width="40%" align="right">2/18 x 30.000.000 = 3.333.333</td><br /></tr><br /><tr><br /><td width="10%" align="center"><b>Jumlah</b></td><br /><td width="20%" align="center"><b>6/6</b></td><br /><td width="40%" align="right"><b>30.000.000</b></td><br /></tr><br /></tbody></table></div><br /><div valign="top" align="center"><table style="border-collapse: collapse;" border="2" cellpadding="1" cellspacing="0"><br /><caption>Kasus 8</caption><br /><tbody><br /><tr><br /><td width="15%"><br /></td><br /><td colspan="2" width="45%" align="center"><b>Asal Masalah: 12 (KPK dari 3 dan 4)</b></td><br /><td width="40%" align="center"><b>Jumlah Harta Warisan: Rp 30.000.000</b></td><br /></tr><br /><tr><br /><td rowspan="2" width="15%" align="center"><b>Ahli Waris</b></td><br /><td rowspan="2" width="10%" align="center"><b>Fardh</b></td><br /><td colspan="2" width="75%" align="center"><b>Bagian Warisan (Rp)</b></td><br /></tr><br /><tr><br /><td width="35%" align="center"><b>Hitungan Langsung (Pasti Salah!)</b></td><br /><td width="40%" align="center"><b>Dengan ‘Aul (Asal Masalah menjadi 15)</b></td><br /></tr><br /><tr><br /><td width="15%" align="left">Isteri</td><br /><td width="10%" align="center">1/4</td><br /><td width="35%" align="right">3/12 x 30.000.000 = 7.500.000</td><br /><td width="40%" align="right">3/15 x 30.000.000 = 6.000.000</td><br /></tr><br /><tr><br /><td width="15%" align="left">2 Saudara pr</td><br /><td width="10%" align="center">2/3</td><br /><td width="35%" align="right">8/12 x 30.000.000 = 20.000.000</td><br /><td width="40%" align="right">8/15 x 30.000.000 = 16.000.000</td><br /></tr><br /><tr><br /><td width="15%" align="left">Sdr lk seibu</td><br /><td width="15%" align="center" rowspan="2">Berbagi 1/3 secara sama rata</td><br /><td width="35%" align="right">2/12 x 30.000.000 = 5.000.000</td><br /><td width="35%" align="right">2/15 x 30.000.000 = 4.000.000</td><br /></tr><br /><tr><br /><td width="15%" align="left">Sdr pr seibu</td><br /><td width="35%" align="right">2/12 x 30.000.000 = 5.000.000</td><br /><td width="35%" align="right">2/15 x 30.000.000 = 4.000.000</td><br /></tr><br /><tr><br /><td width="15%" align="center"><b>Jumlah</b></td><br /><td width="10%" align="center"><b>8/6</b></td><br /><td width="35%" align="right"><b>40.000.000</b></td><br /><td width="40%" align="right"><b>30.000.000</b></td><br /></tr><br /></tbody></table></div><br /><div valign="top" align="center"><table style="border-collapse: collapse;" border="2" cellpadding="1" cellspacing="0"><br /><caption>Kasus 9</caption><br /><tbody><br /><tr><br /><td width="15%"><br /></td><br /><td colspan="2" width="45%" align="center"><b>Asal Masalah: 12 (KPK dari 3, 4 dan 6)</b></td><br /><td width="40%" align="center"><b>Jumlah Harta Warisan: Rp 30.000.000</b></td><br /></tr><br /><tr><br /><td rowspan="2" width="15%" align="center"><b>Ahli Waris</b></td><br /><td rowspan="2" width="10%" align="center"><b>Fardh</b></td><br /><td colspan="2" width="75%" align="center"><b>Bagian Warisan (Rp)</b></td><br /></tr><br /><tr><br /><td width="35%" align="center"><b>Hitungan Langsung (Pasti Salah!)</b></td><br /><td width="40%" align="center"><b>Dengan ‘Aul (Asal Masalah menjadi 17)</b></td><br /></tr><br /><tr><br /><td width="15%" align="left">Ibu</td><br /><td width="10%" align="center">1/6</td><br /><td width="35%" align="right">2/12 x 30.000.000 = 5.000.000</td><br /><td width="40%" align="right">3/17 x 30.000.000 = 3.529.412</td><br /></tr><br /><tr><br /><td width="15%" align="left">Isteri</td><br /><td width="10%" align="center">1/4</td><br /><td width="35%" align="right">3/12 x 30.000.000 = 7.500.000</td><br /><td width="40%" align="right">3/17 x 30.000.000 = 5.294.118</td><br /></tr><br /><tr><br /><td width="15%" align="left">2 Saudara pr</td><br /><td width="10%" align="center">2/3</td><br /><td width="35%" align="right">8/12 x 30.000.000 = 20.000.000</td><br /><td width="40%" align="right">8/17 x 30.000.000 = 14.117.647</td><br /></tr><br /><tr><br /><td width="15%" align="left">Sdr lk seibu</td><br /><td width="15%" align="center" rowspan="2">Berbagi 1/3 secara sama rata</td><br /><td width="35%" align="right">2/12 x 30.000.000 = 5.000.000</td><br /><td width="35%" align="right">2/17 x 30.000.000 = 3.529.412</td><br /></tr><br /><tr><br /><td width="15%" align="left">Sdr pr seibu</td><br /><td width="35%" align="right">2/12 x 30.000.000 = 5.000.000</td><br /><td width="35%" align="right">2/17 x 30.000.000 = 3.529.412</td><br /></tr><br /><tr><br /><td width="15%" align="center"><b>Jumlah</b></td><br /><td width="10%" align="center"><b>17/12</b></td><br /><td width="35%" align="right"><b>37.500.000</b></td><br /><td width="40%" align="right"><b>30.000.000</b></td><br /></tr><br /></tbody></table></div><br /></span>Achmad Yani, S.T., M.Kom.http://www.blogger.com/profile/12602678000759969392noreply@blogger.com6tag:blogger.com,1999:blog-984572240928159248.post-65548520340464641462011-01-17T23:49:00.009+07:002011-02-13T10:44:15.524+07:00ASAL MASALAH: KLASIFIKASINYA DAN RINCIAN KASUS PEMBAGIAN WARISANoleh<br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 0, 204);">Achmad Yani, S.T., M.Kom.</span><br />Para pakar ilmu faraidh melakukan penghitungan untuk pembagian warisan di antara para ahli waris dengan menggunakan metode standar yang tetap dipakai hingga saat ini. Metode yang mereka gunakan itu sering disebut sebagai <span style="font-weight: bold;">metode asal masalah</span>.<br /><span class="fullpost"><br /><span style="font-weight: bold;">Asal masalah</span> pada dasarnya adalah <span style="font-weight: bold;">kelipatan persekutuan terkecil </span>(KPK) dari semua penyebut yang ada dari seluruh <span style="font-style: italic;">fardh</span> ahli waris golongan <span style="font-style: italic;">ashhabul-furudh</span>. KPK dari beberapa bilangan bulat sendiri adalah sebuah bilangan bulat (utuh) terkecil yang habis dibagi (tanpa menghasilkan sisa) oleh semua bilangan bulat itu. Sebagai contoh, KPK dari 2 dan 6 adalah 6, karena angka 6 adalah bilangan bulat terkecil yang habis dibagi oleh 2 dan juga 6. KPK dari 2 dan 3 adalah 6, karena 6 merupakan bilangan bulat terkecil yang habis dibagi oleh 2 dan 3. KPK dari 4 dan 6 adalah 12, karena 12 habis dibagi 4 dan 6.<br /><br />Berdasarkan tulisan saya sebelumnya yang berjudul <span style="font-weight: bold; font-style: italic;">“Hubungan antara Aritmetika Pecahan dengan Fardh dan Asal Masalah dalam Pembagian Warisan”</span>, asal masalah yang bisa dihasilkan dari <span style="font-weight: bold;">6 macam</span> <span style="font-style: italic;">fardh</span> para ahli waris (1/2, 1/4, 1/8, 2/3, 1/3, dan 1/6) adalah 2, 3, 4, 6, 8, 12, dan 24. Ketujuh macam asal masalah ini sudah disepakati para ulama ilmu faraidh. Sebagai tambahan, ada <span style="font-weight: bold;">2 macam lag</span>i asal masalah yang <span style="font-weight: bold;">secara khusus </span>hanya terjadi dalam kasus kewarisan yang melibatkan ahli waris <span style="font-weight: bold;">kakek dan saudara</span>, yaitu 18 dan 36. Dalam tulisan ini akan dibahas rincian kasus pembagian warisan yang menghasilkan asal masalah seperti di atas.<br /><br />Berdasarkan kemungkinan terjadinya <span style="font-style: italic;">‘aul</span>, maka asal masalah dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu <span style="font-weight: bold;">asal masalah yang dapat di-‘aul-kan </span>dan <span style="font-weight: bold;">asal masalah yang tidak dapat di-‘aul-kan</span>. Asal masalah yang dapat di-‘aul-kan hanya ada tiga, yaitu 6, 12, dan 24. Sementara itu, asal masalah yang tidak dapat di-‘aul-kan ada enam, yaitu 2, 3, 4, 8, 18, dan 36. Adapun asal masalah 6 dapat di-‘aul-kan menjadi 7, 8, 9, dan 10. Asal masalah 12 dapat di-‘aul-kan menjadi 13, 15, dan 17. Dan asal masalah 24 hanya dapat di-‘aul-kan menjadi 27. Sebagai ringkasan, dapat dilihat <span style="color: rgb(255, 0, 0);">Tabel 1</span> berikut ini yang menunjukkan klasifikasi asal masalah ini dan kasus-kasus yang menyebabkan timbulnya asal masalah yang bersangkutan, termasuk <span style="font-style: italic;">‘aul</span>.<br /><br /></span><div style="text-align: center;"><span style="color: rgb(255, 0, 0);" class="fullpost"><span style="font-weight: bold;">Tabel 1 Klasifikasi Asal Masalah</span></span><br /></div><span class="fullpost"><table border="1"><br /><tbody><tr><br /> <td width="10%" align="center">Asal Masalah </td><br /> <td width="10%" align="center">Status </td><br /> <td width="5%" align="center">No. </td><br /> <td width="25%" align="center">Komposisi Fardh Ahli Waris </td><br /> <td width="50%" align="center">Contoh Kasus </td><br /></tr><br /><tr><br /> <td width="10%" align="center">(1)</td><br /> <td width="10%" align="center">(2)</td><br /> <td width="5%" align="center">(3)</td><br /> <td width="25%" align="center">(4)</td><br /> <td width="50%" align="center">(5)</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td rowspan="11" width="10%" align="center">6</td><br /> <td rowspan="11" width="10%" align="center">Tanpa 'Aul</td><br /> <td width="5%" align="center">1</td><br /> <td width="25%" align="left">1/6</td><br /> <td width="50%" align="left">Nenek (1/6) dan paman (sisa)</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td width="5%" align="center">2</td><br /> <td width="25%" align="left">1/6 + 1/6</td><br /> <td width="50%" align="left">Bapak (1/6), ibu (1/6), dan anak lk (sisa)</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td width="5%" align="center">3</td><br /> <td width="25%" align="left">1/6 + 1/3</td><br /> <td width="50%" align="left">Ibu (1/6) dan 2 sdr pr seibu (1/3)</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td width="5%" align="center">4</td><br /> <td width="25%" align="left">1/6 + 2/3</td><br /> <td width="50%" align="left">Ibu (1/6) dan 2 sdr pr kandung (2/3)</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td width="5%" align="center">5</td><br /> <td width="25%" align="left">1/6 + 1/6 + 2/3</td><br /> <td width="50%" align="left">Bapak (1/6), ibu (1/6), dan 2 anak pr (2/3)</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td width="5%" align="center">6</td><br /> <td width="25%" align="left">1/2 + 1/6</td><br /> <td width="50%" align="left">Anak pr (1/2) dan cucu pr (1/6)</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td width="5%" align="center">7</td><br /> <td width="25%" align="left">1/2 + 1/6 + 1/6</td><br /> <td width="50%" align="left">Anak pr (1/2), cucu pr (1/6), dan ibu (1/6)</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td width="5%" align="center">8</td><br /> <td width="25%" align="left">1/2 + 1/6 + 1/6 + 1/6</td><br /> <td width="50%" align="left">Anak pr (1/2), cucu pr (1/6), bapak (1/6), dan ibu (1/6)</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td width="5%" align="center">9</td><br /> <td width="25%" align="left">1/2 + 1/3</td><br /> <td width="50%" align="left">Suami (1/2) dan ibu (1/3)</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td width="5%" align="center">10</td><br /> <td width="25%" align="left">1/2 + 1/3 sisa</td><br /> <td width="50%" align="left">Suami (1/2), ibu (1/3 Sisa = 1/6), dan bapak (sisa) dalam Masalah Gharrawain</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td width="5%" align="center">11</td><br /> <td width="25%" align="left">1/2 + 1/3 + 1/6</td><br /> <td width="50%" align="left">Suami (1/2), ibu (1/3), dan sdr lk seibu (1/6)</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td rowspan="13" width="10%" align="center">6</td><br /> <td rowspan="4" width="10%" align="center">'Aul ke 7</td><br /> <td width="5%" align="center">1</td><br /> <td width="25%" align="left">1/2 + 2/3</td><br /> <td width="50%" align="left">Suami (1/2) dan 2 sdr pr kandung/sebapak (2/3)</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td width="5%" align="center">2</td><br /> <td width="25%" align="left">2/3 + 1/3 + 1/6</td><br /> <td width="50%" align="left">Sdr pr kandung/sebapak (2/3), 2 sdr seibu (1/3), dan ibu (1/6)</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td width="5%" align="center">3</td><br /> <td width="25%" align="left">1/2 + 1/2 + 1/6</td><br /> <td width="50%" align="left">Suami (1/2), sdr pr kandung (1/2), dan sdr pr sebapak (1/6)</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td width="5%" align="center">4</td><br /> <td width="25%" align="left">1/2 + 1/3 + 1/6 + 1/6</td><br /> <td width="50%" align="left">Sdr pr kandung (1/2), 2 sdr seibu (1/3), sdr pr sebapak (1/6), ibu (1/6)</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td rowspan="3" width="10%" align="center">'Aul ke 8</td><br /> <td width="5%" align="center">1</td><br /> <td width="25%" align="left">1/2 + 1/2 + 1/3</td><br /> <td width="50%" align="left">Suami (1/2), sdr pr kandung (1/2), dan ibu (1/3)</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td width="5%" align="center">2</td><br /> <td width="25%" align="left">1/2 + 1/2 + 1/6 + 1/6</td><br /> <td width="50%" align="left">Suami (1/2), sdr pr kandung (1/2), sdr pr sebapak (1/6), sdr seibu (1/6)</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td width="5%" align="center">3</td><br /> <td width="25%" align="left">2/3 + 1/2 + 1/6</td><br /> <td width="50%" align="left">Sdr pr kandung/sebapak (2/3), suami (1/2), ibu (1/6)</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td rowspan="4" width="10%" align="center">'Aul ke 9</td><br /> <td width="5%" align="center">1</td><br /> <td width="25%" align="left">2/3 + 1/2 + 1/3</td><br /> <td width="50%" align="left">Sdr pr kandung/sebapak (2/3), suami (1/2), 2 sdr seibu (1/3)</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td width="5%" align="center">2</td><br /> <td width="25%" align="left">2/3 + 1/2 + 1/6 + 1/6</td><br /> <td width="50%" align="left">Sdr pr kandung/sebapak (2/3), suami (1/2), sdr seibu (1/6), nenek (1/6)</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td width="5%" align="center">3</td><br /> <td width="25%" align="left">1/2 + 1/2 + 1/3 + 1/6</td><br /> <td width="50%" align="left">Suami (1/2), sdr pr kandung/sebapak (1/2), 2 sdr seibu (1/3), ibu (1/6)</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td width="5%" align="center">4</td><br /> <td width="25%" align="left">1/2 + 1/2 + 1/6 + 1/6 + 1/6</td><br /> <td width="50%" align="left">Suami (1/2), sdr pr kdg (1/2), sdr pr sbp (1/6), sdr seibu (1/6), ibu (1/6)</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td rowspan="2" width="10%" align="center">'Aul ke 10</td><br /> <td width="5%" align="center">1</td><br /> <td width="25%" align="left">1/2 + 1/2 + 1/3 + 1/6 + 1/6</td><br /> <td width="50%" align="left">Suami (1/2), sdr pr kdg (1/2), 2 sdr seibu (1/3), sdr pr sbp (1/6), ibu (1/6)</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td width="5%" align="center">2</td><br /> <td width="25%" align="left">2/3 + 1/2 + 1/3 + 1/6</td><br /> <td width="50%" align="left">2 sdr pr kdg/sbp (2/3), suami (1/2), 2 sd seibu (1/3), ibu (1/6)</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td rowspan="6" width="10%" align="center">12</td><br /> <td rowspan="6" width="10%" align="center">Tanpa 'Aul</td><br /> <td width="5%" align="center">1</td><br /> <td width="25%" align="left">1/4 + 1/6</td><br /> <td width="50%" align="left">Isteri (1/4), nenek (1/6)</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td width="5%" align="center">2</td><br /> <td width="25%" align="left">1/4 + 1/3</td><br /> <td width="50%" align="left">Isteri (1/4), ibu (1/3)</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td width="5%" align="center">3</td><br /> <td width="25%" align="left">1/4 + 1/6 + 1/6</td><br /> <td width="50%" align="left">Suami (1/4), bapak (1/6), ibu (1/6), anak lk (sisa)</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td width="5%" align="center">4</td><br /> <td width="25%" align="left">1/4 + 1/3 + 1/6</td><br /> <td width="50%" align="left">Isteri (1/4), ibu (1/3), sdr seibu (1/6)</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td width="5%" align="center">5</td><br /> <td width="25%" align="left">1/4 + 1/2 + 1/6</td><br /> <td width="50%" align="left">Suami (1/4), anak pr (1/2), cucu pr (1/6)</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td width="5%" align="center">6</td><br /> <td width="25%" align="left">1/4 + 2/3</td><br /> <td width="50%" align="left">Suami (1/4), 2 anak pr (2/3)</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td rowspan="9" width="10%" align="center">12</td><br /> <td rowspan="3" width="10%" align="center">'Aul ke 13</td><br /> <td width="5%" align="center">1</td><br /> <td width="25%" align="left">2/3 + 1/4 + 1/6</td><br /> <td width="50%" align="left">2 anak pr (2/3), suami (1/4), ibu (1/6)</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td width="5%" align="center">2</td><br /> <td width="25%" align="left">1/2 + 1/3 + 1/4</td><br /> <td width="50%" align="left">Sdr pr kdg (1/2), ibu (1/3), isteri (1/4)</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td width="5%" align="center">3</td><br /> <td width="25%" align="left">1/2 + 1/6 + 1/6 + 1/4</td><br /> <td width="50%" align="left">Anak pr (1/2), cucu pr (1/6), ibu (1/6), suami (1/4)</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td rowspan="4" width="10%" align="center">'Aul ke 15</td><br /> <td width="5%" align="center">1</td><br /> <td width="25%" align="left">2/3 + 1/3 + 1/4</td><br /> <td width="50%" align="left">2 Sdr pr kdg/sbp (2/3), 2 sdr seibu (1/3), isteri (1/4)</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td width="5%" align="center">2</td><br /> <td width="25%" align="left">2/3 + 1/6 + 1/6 + 1/4</td><br /> <td width="50%" align="left">2 Sdr pr kdg/sbp (2/3), sdr seibu (1/6), ibu (1/6), isteri (1/4)</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td width="5%" align="center">3</td><br /> <td width="25%" align="left">1/2 + 1/3 + 1/6 + 1/4</td><br /> <td width="50%" align="left">Sdr pr kdg (1/2), 2 sdr seibu (1/3), sdr pr sbp (1/6), isteri (1/4)</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td width="5%" align="center">4</td><br /> <td width="25%" align="left">1/2 + 1/6 + 1/6 + 1/6 + 1/4</td><br /> <td width="50%" align="left">Sdr pr kdg (1/2), sdr seibu (1/6), sdr pr sbp (1/6), ibu (1/6), isteri (1/4)</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td rowspan="2" width="10%" align="center">'Aul ke 17</td><br /> <td width="5%" align="center">1</td><br /> <td width="25%" align="left">2/3 + 1/3 + 1/6 + 1/4</td><br /> <td width="50%" align="left">8 sdr pr kdg/sbp (2/3), 4 sdr pr seibu (1/3), 2 nenek (1/6), 3 isteri (1/4)</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td width="5%" align="center">2</td><br /> <td width="25%" align="left">1/2 + 1/3 + 1/6 + 1/6 + 1/4</td><br /> <td width="50%" align="left">Sdr pr kdg (1/2), 2 sdr seibu (1/3), sdr pr sbp (1/6), ibu (1/6), isteri (1/4)</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td rowspan="6" width="10%" align="center">24</td><br /> <td rowspan="6" width="10%" align="center">Tanpa 'Aul</td><br /> <td width="5%" align="center">1</td><br /> <td width="25%" align="left">1/8 + 1/6</td><br /> <td width="50%" align="left">Isteri (1/8), ibu (1/6), anak lk (sisa)</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td width="5%" align="center">2</td><br /> <td width="25%" align="left">1/8 + 1/6 + 1/6</td><br /> <td width="50%" align="left">Isteri (1/8), bapak (1/6), ibu (1/6), anak lk (sisa)</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td width="5%" align="center">3</td><br /> <td width="25%" align="left">1/8 + 2/3</td><br /> <td width="50%" align="left">Isteri (/8), 2 anak pr (2/3)</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td width="5%" align="center">4</td><br /> <td width="25%" align="left">1/8 + 2/3 + 1/6</td><br /> <td width="50%" align="left">Isteri (/8), 2 anak pr (2/3), ibu (1/6)</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td width="5%" align="center">5</td><br /> <td width="25%" align="left">1/8 + 1/2 + 1/6</td><br /> <td width="50%" align="left">Isteri (1/8), anak pr (1/2), cucu pr (1/6)</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td width="5%" align="center">6</td><br /> <td width="25%" align="left">1/8 + 1/2 + 1/6 + 1/6</td><br /> <td width="50%" align="left">Isteri (1/8), anak pr (1/2), cucu pr (1/6), ibu (1/6)</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td rowspan="2" width="10%" align="center">24</td><br /> <td rowspan="2" width="10%" align="center">'Aul ke 27</td><br /> <td width="5%" align="center">1</td><br /> <td width="25%" align="left">2/3 + 1/6 + 1/6 + 1/8</td><br /> <td width="50%" align="left">2 anak pr (2/3), bapak (1/6), ibu (1/6), isteri (1/8)</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td width="5%" align="center">2</td><br /> <td width="25%" align="left">1/2 + 1/6 + 1/6 + 1/6 + 1/8</td><br /> <td width="50%" align="left">Anak pr (1/2), cucu pr (1/6), bapak (1/6), ibu (1/6), isteri (1/8)</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td rowspan="2" width="10%" align="center">2</td><br /> <td rowspan="2" width="10%" align="center">Tanpa 'Aul</td><br /> <td width="5%" align="center">1</td><br /> <td width="25%" align="left">1/2</td><br /> <td width="50%" align="left">Anak pr (1/2), paman (sisa)</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td width="5%" align="center">2</td><br /> <td width="25%" align="left">1/2 + 1/2</td><br /> <td width="50%" align="left">Suami (1/2), sdr pr kdg/sbp (1/2)</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td rowspan="3" width="10%" align="center">3</td><br /> <td rowspan="3" width="10%" align="center">Tanpa 'Aul</td><br /> <td width="5%" align="center">1</td><br /> <td width="25%" align="left">1/3</td><br /> <td width="50%" align="left">Ibu (1/3), paman (sisa)</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td width="5%" align="center">2</td><br /> <td width="25%" align="left">2/3</td><br /> <td width="50%" align="left">2 anak pr (2/3), sdr lk kdg/sbp (sisa)</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td width="5%" align="center">3</td><br /> <td width="25%" align="left">2/3 + 1/3</td><br /> <td width="50%" align="left">2 sdr pr kdg/sbp (2/3), 2 sdr lk seibu (1/3)</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td rowspan="3" width="10%" align="center">4</td><br /> <td rowspan="3" width="10%" align="center">Tanpa 'Aul</td><br /> <td width="5%" align="center">1</td><br /> <td width="25%" align="left">1/4</td><br /> <td width="50%" align="left">Suami (1/4), anak lk (sisa)</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td width="5%" align="center">2</td><br /> <td width="25%" align="left">1/2 + 1/4</td><br /> <td width="50%" align="left">Anak pr (1/2), suami (1/4)</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td width="5%" align="center">3</td><br /> <td width="25%" align="left">1/4 + 1/3 sisa</td><br /> <td width="50%" align="left">Isteri (1/4), ibu (1/3 Sisa = 1/4), bapak (sisa) dalam Masalah Gharrawain</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td rowspan="2" width="10%" align="center">8</td><br /> <td rowspan="2" width="10%" align="center">Tanpa 'Aul</td><br /> <td width="5%" align="center">1</td><br /> <td width="25%" align="left">1/8</td><br /> <td width="50%" align="left">Isteri (1/8), anak lk (sisa)</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td width="5%" align="center">2</td><br /> <td width="25%" align="left">1/8 + 1/2</td><br /> <td width="50%" align="left">Isteri (1/8), anak pr (1/2)</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td width="10%" align="center">18</td><br /> <td width="10%" align="center">Tanpa 'Aul</td><br /> <td width="5%" align="center">1</td><br /> <td width="25%" align="left">1/6 + 1/3 Sisa</td><br /> <td width="50%" align="left">Nenek (1/6), kakek (1/3 sisa = 5/18), 3 sdr lk kdg/sbp (sisa)</td><br /></tr><br /><tr><br /> <td width="10%" align="center">36</td><br /> <td width="10%" align="center">Tanpa 'Aul</td><br /> <td width="5%" align="center">1</td><br /> <td width="25%" align="left">1/4 + 1/6 + 1/3 Sisa</td><br /> <td width="50%" align="left">Isteri (1/4), ibu (1/6), kakek (1/3 sisa = 7/36), 3 sdr lk kdg/sbp (sisa) </td><br /></tr><br /><br /></tbody></table><br /><br /></span>Achmad Yani, S.T., M.Kom.http://www.blogger.com/profile/12602678000759969392noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-984572240928159248.post-72287753301088410322011-01-02T03:30:00.005+07:002011-01-02T04:12:42.353+07:00HUBUNGAN ANTARA ARITMETIKA PECAHAN DENGAN FARDH DAN ASAL MASALAH DALAM PEMBAGIAN WARISAN<div style="text-align: center;"><div style="text-align: left;"><span style="font-size:130%;">oleh</span><br /></div><div style="text-align: left;"><span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 0, 204);font-size:130%;" >A©hmad Yani, S.T., M.Kom.</span><br /></div></div><br />Pembagian warisan dapat diartikan secara mudah sebagai pembagian harta yang ditinggalkan oleh seseorang yang wafat kepada orang lain yang menjadi ahli warisnya. Dalam hukum waris Islam, harta yang akan dibagikan ini adalah <span style="font-weight: bold;">harta peninggalan </span>(<span style="font-style: italic;">tirkah</span>) yang sudah dipotong (dikurangi) dengan tiga macam hak atas harta itu, yaitu semua biaya yang dikeluarkan untuk keperluan <span style="color: rgb(0, 0, 102); font-weight: bold;">pengurusan jenazah</span>, kemudian untuk <span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 0, 102);">pembayaran utang </span>si mayit, dan kemudian untuk <span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 0, 102);">menunaikan wasiat </span>si mayit ketika masih hidup. Untuk selanjutnya, harta bersih yang sudah bebas dari tiga macam hak yang harus ditunaikan itu disebut dengan <span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 51, 0);">harta warisan</span>.<br /><span class="fullpost"><br />Setelah seseorang wafat, maka harta warisannya secara otomatis menjadi hak bagi para ahli warisnya. Dalam pembagian harta warisan ini, maka masing-masing ahli waris mendapat bagian dari harta itu. Jadi, harta warisan ibarat sepotong kue yang akan dibagi-bagi dengan cara dipotong-potong menjadi beberapa bagian untuk beberapa orang. Dan potogan-potongan itu besarnya berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan orang yang bersangkutan. Dari sepotong kue utuh tadi, maka ada orang yang diberi ½ bagian, ada yang ¼ bagian, ada yang 1/8 bagian, dan mungkin ada yang mendapat sisanya.<br /><br />Demikian pula halnya dengan harta warisan, maka harta warisan yang utuh yang bisa berupa uang tunai, tanah, rumah, atau bentuk harta yang lain, harus dibagi-bagikan kepada semua ahli waris yang berhak atas harta itu menurut ketentuan hukum waris Islam yang sudah ditetapkan Allah dan Rasul-Nya melalui Al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW. Berdasarkan ketentuan hukum waris Islam ini, besarnya bagian yang sudah ditetapkan (disebut <span style="font-weight: bold; font-style: italic;">fardh</span>) untuk masing-masing ahli waris pada dasarnya ada enam macam, yaitu ½, ¼, 1/8, 2/3, 1/3, dan 1/6. Keenam macam angka ini masing-masing merupakan <span style="font-weight: bold;">angka pecahan</span>, yaitu angka positif yang nilainya lebih kecil dari 1 (satu).<br /><br />Bertitik tolak dari enam macam fardh bagi para ahli waris, maka tulisan ini menyoroti hubungan antara aritmetika pecahan, fardh, dan asal masalah dalam pembagian warisan.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 51, 0);">Aritmetika Pecahan</span><br />Sebuah <span style="font-weight: bold;">pecahan</span> (<span style="font-style: italic;">fraction</span>) dapat dituliskan dengan menggunakan dua buah angka yang dipisahkan dengan notasi garis miring (/), misalnya 1/2, 1/8, 5/12, dan 5/24. Untuk sebuah pecahan, maka angka yang disebelah kiri tanda / disebut <span style="font-weight: bold;">pembilang</span> (<span style="font-style: italic;">numerator</span>), sementara angka yang di sebelah kanannya disebut <span style="font-weight: bold;">penyebut</span> (<span style="font-style: italic;">denominator</span>). Seperti halnya dengan bilangan bukan pecahan, maka pada bilangan pecahan dapat dilakukan beberapa operasi aritmetika dasar, yaitu penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian.<br /><br />Sebelum membahas lebih lanjut keempat macam operasi aritmetika dasar ini, perlu diketahui bahwa sebuah pecahan dapat memiliki lebih dari satu sampai tak terhingga cara penulisan, dan semua pecahan ini nilainya sama atau ekivalen. Ekivalensi atau kesamaan nilai pecahan ini diperoleh dengan cara mengalikan sebuah bilangan bulat yang lebih besar dari 1 (satu) dengan pembilang dan juga dengan penyebut. Jadi pecahan 2/3 dapat juga dituliskan sebagai 4/6, atau 6/9, atau 8/12, atau 10/15, dan seterusnya. Dan 2/3 = 4/6 = 6/9 = 8/12 = 10/15. Sebagai catatan, dan ini penting untuk diingat, angka 1 dapat dianggap sebagai pecahan juga, yaitu 1 = 1/1 = 2/2 = 3/3 = 4/4 = 5/5 dan seterusnya sesuai dengan keperluan.<br /><br />Bagaimana menjumlahkan bilangan pecahan? Kalau bilangan bukan pecahan, maka menjumlahkan keduanya sangat mudah, yaitu cukup menjumlahkan kedua bilangan itu. Maka hasilnya adalah jumlah dari kedua bilangan itu. Misalnya 2 dijumlahkan dengan 5, dituliskan 2 + 5, maka hasilnya adalah 7, yaitu 2 + 5 = 7. Tetapi untuk bilangan pecahan, maka dua atau lebih bilangan pecahan tidak dapat langsung dijumlahkan dengan cara menjumlahkan pembilang dengan pembilang, dan menjumlahkan penyebut dengan penyebut, karena hasilnya akan salah. Sebagai contoh, 2/3 + 1/8 tidak bisa langsung dijumlahkan sehingga menghasilkan 3/11, karena hasil ini salah.<br /><br />Untuk <span style="color: rgb(255, 0, 0);">menjumlahkan dua atau lebih bilangan pecahan</span>, maka pertama sekali penyebut untuk masing-masing pecahan harus sama nilainya. Untuk “menyamakan” penyebutnya, maka harus ditentukan dulu sebuah bilangan bulat (utuh) terkecil yang habis dibagi (tanpa menghasilkan sisa) oleh semua penyebut yang ada. Sebagai contoh, untuk pecahan 2/3 dan 1/8, maka penyebutnya masing-masing adalah 3 dan 8. Bilangan bulat terkecil yang dapat dibagi oleh angka 3 dan juga 8 adalah 24. Bilangan 24 ini dalam hal ini disebut dengan istilah <span style="font-weight: bold;">kelipatan persekutuan terkecil</span> (KPK) atau <span style="font-style: italic;">least common multiplier </span>(LCM). Selanjutnya masing-masing pecahan digantikan dengan pecahan yang ekivalen yang penyebutnya sekarang adalah nilai KPK-nya itu. Jadi pecahan 2/3 dan 1/8 masing-masing digantikan dengan pecahan 16/24 dan 3/24. Terakhir, semua pembilang yang baru ini dijumlahkan sehingga menghasilkan 16 + 3 = 19. Dan pecahan yang menjadi hasil penjumlahan kedua pecahan tadi, pembilangnya adalah jumlah pembilang yang baru ini, sementara penyebutnya adalah nilai KPK. Jadi secara ringkas dapat dituliskan 2/3 + 1/8 = 16/24 + 3/24 = 19/24. Dan pecahan 19/24 ini tentunya tidak sama (tidak ekivalen) dengan 3/11. Silakan dibuktikan. Cukup mudah, bukan? Sebenarnya cara penjumlahan pecahan ini sudah dipelajari di sekolah dasar (SD). Hanya saja, mungkin sudah lupa atau tidak ingat lagi.<br /><br />Bagaimana dengan <span style="color: rgb(255, 0, 0);">operasi pengurangan pada bilangan pecahan</span>? Prinsip operasi pengurangan pada pecahan sebenarnya sama saja dengan operasi penjumlahan, hanya saja tinggal mengganti jenis operasinya dari jumlah (+) menjadi kurang (-). Sebagai contoh, 7/12 – 1/6 = 7/12 – 2/12 = 5/12 dan 1-1/6 = 6/6 – 1/6 = 5/6.<br /><br />Untuk <span style="color: rgb(255, 0, 0);">operasi perkalian pada pecahan</span>, maka caranya lebih mudah dibanding operasi penjumlahan dan pengurangan. Caranya cukup dengan mengalikan pembilang dengan pembilang dan mengalikan penyebut dengan penyebut. Maka pembilang dan penyebut yang merupakan hasil perkalian sudah langsung diperoleh. Sebagai contoh, 1/6 x 5/12 = 5/72. Mudah sekali.<br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Operasi pembagian pada pecahan </span>berkaitan dengan operasi perkalian. Dalam hal ini, untuk mengalikan dua buah pecahan, maka pecahan pertama dikalikan dengan “kebalikan” dari pecahan kedua. Sebagai contoh, 2/5 ÷ 3/8 =2/5 x 8/3 = 16/15. Cukup mudah, bukan?<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 51, 0);">Hubungan Aritmetika Pecahan dengan Fardh dan Asal Masalah</span><br /><br />Dalam kaitannya dengan fardh, maka nilai-nilai pecahan yang nantinya akan terlibat dalam operasi aritmetika pecahan adalah hanya pecahan yang enam macam yang merupakan fardh para ahli waris, yaitu ½, ¼, 1/8, 2/3, 1/3, dan 1/6. Tidak yang lain! Sebagai contoh, dalam penghitungan warisan akan ditemukan operasi seperti berikut ini:<br />• 1/2 + 1/6 + 1/8<br />• 1/4 + 1/3<br />• 2/3 + 1/6 + 1/6 + 1/8<br />• 1 – 1/6 – 1/4 – 1/3<br /><br />Perlu diingat bahwa berapapun jumlah atau nilai harta warisan yang akan dibagi untuk para ahli waris, dalam kaitannya dengan penghitungan bagian untuk masing-masing ahli waris, maka <span style="font-weight: bold;">nilai harta warisan dianggap sebagai angka 1 (utuh)</span>, sementara nilai-nilai fardh dari para ahli waris adalah nilai-nilai pecahan yang akan menjadi pengurang terhadap nilai 1 tadi.<br /><br />Penjumlahan dari dua macam atau lebih fardh akan menghasilkan nilai KPK yang berbeda-beda. Dalam kaitannya dengan penghitungan warisan, maka nilai KPK ini menjadi suatu angka yang disebut dengan istilah<span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 102, 0);"> asal masalah</span>. Berdasarkan penelitian untuk berbagai macam kasus pembagian warisan, maka untuk keenam macam pecahan dari angka fardh dapat dihasilkan <span style="color: rgb(255, 0, 0);">tujuh macam nilai KPK atau asal masalah</span>, yaitu 2, 3, 4, 6, 8, 12, dan 24. Ketujuh macam asal masalah ini sudah menjadi kesepakatan para ulama ahli faraidh. Secara khusus, untuk masalah pembagian warisan yang melibatkan ahli waris <span style="color: rgb(102, 51, 255);">kakek dan saudara</span>, dapat dihasilkan dua macam lagi nilai untuk asal masalah, yaitu 18 dan 36.<br /><br />Jika dua atau lebih nilai<span style="font-style: italic;"> fardh</span> dari para ahli waris golongan <span style="font-style: italic;">ashhabul-furudh </span>dijumlahkan, maka hasilnya ada tiga kemungkinan, yaitu <span style="color: rgb(255, 0, 0); font-weight: bold;">lebih kecil dari 1</span>, atau <span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">sama dengan 1</span>, atau <span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">lebih besar dari 1</span>. <span style="font-weight: bold; color: rgb(51, 51, 255);">Jika hasil penjumlahan fardh ini lebih kecil dari 1</span>, maka ini berarti bahwa dalam pembagian warisan terdapat <span style="font-weight: bold;">sisa harta </span>(disebut <span style="font-style: italic;">‘ushubah</span>). Kalau ada ahli waris golongan <span style="font-style: italic;">‘ashabah</span>, maka sisa (<span style="font-style: italic;">‘ushubah</span>) ini diberikan kepada mereka. Kalau tidak ada <span style="font-style: italic;">‘ashabah</span>, hanya ada ashhabul-furudh, maka sisa ini dikembalikan (di-<span style="font-style: italic;">radd</span>-kan) kepada para ahli waris <span style="font-style: italic;">ashhabul-furudh</span> <span style="font-weight: bold;">selain suami/isteri</span>.<br /><br />Kemungkinan kedua adalah bahwa <span style="font-weight: bold; color: rgb(51, 51, 255);">jika hasil penjumlahan fardh sama dengan 1</span>, maka ini berarti <span style="font-weight: bold;">tidak ada lagi sisa harta</span>. Kalau terdapat <span style="font-style: italic;">‘ashabah</span> di antara para ahli waris, maka mereka tidak mendapat apa-apa. Dan dalam hal ini juga tidak mungkin terjadi <span style="font-style: italic;">radd </span>(pengembalian kelebihan harta warisan) kepada para ashhabul-furudh.<br /><br />Untuk kemungkinan yang ketiga, <span style="font-weight: bold; color: rgb(51, 51, 255);">jika hasil penjumlahan fardh lebih besar dari 1</span>, maka ini berarti <span style="font-weight: bold;">tidak ada lagi sisa harta, bahkan harta warisan tidak cukup dibagi kepada para ahli waris golongan ashhabul-furudh</span>. Dengan kata lain, para ashhabul-furudh tidak mungkin menerima bagian sebesar fardh mereka masing-masing. Dalam kondisi ini, maka cara pembagiannya adalah dengan menggunakan<span style="font-style: italic; font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);"> ‘aul</span>. Artinya, asal masalah di-<span style="font-weight: bold; font-style: italic;">‘aul</span>-kan (di-<span style="font-weight: bold;">naik</span>-kan). Caranya? Semua pecahan fardh yang akan dijumlahkan digantikan dengan pecahan ekivalennya yang penyebutnya merupakan asal masalah (KPK) dari semua penyebut fardh ahli waris. Maka hasil penjumlahan semua pembilang pecahan-pecahan yang baru ini menjadi asal masalah yang baru yang nilainya tentu lebih besar daripada nilai asal masalah yang lama. Dan, bagian untuk masing-masing ashhabul-furudh adalah pecahan yang pembilangnya adalah pembilang untuk pecahan ekivalen dari pecahan asalnya, sementara penyebutnya adalah asal masalah yang baru (yang sudah di-‘aul-kan).<br /><br />Sebagai contoh, dalam pembagian warisan terdapat ahli waris yang terdiri dari seorang saudara perempuan kandung, 2 orang saudara perempuan seibu, seorang saudara perempuan sebapak, dan ibu, yang fardh masing-masing adalah 1/2, 1/3, 1/6, dan 1/6. Maka asal masalahnya adalah <span style="font-weight: bold;">6</span>, karena <span style="font-weight: bold;">KPK dari 2, 3, dan 6 adalah 6</span>. Penjumlahan untuk keempat fardh ini adalah seperti berikut: 1/2 + 1/3 + 1/6 + 1/6 = 3/6 + 2/6 + 1/6 + 1/6 = <span style="font-weight: bold;">7/6</span>. Nilai pecahan 7/6 adalah lebih besar dari 1. Ini mengakibatkan terjadinya <span style="font-style: italic;">‘aul</span>. Maka asal masalah yang baru adalah <span style="font-weight: bold;">7</span>. Jadi bagian untuk keempat ahli waris ini yang pada awalnya masing-masing 3/6, 2/6, 1/6, dan 1/6, sekarang berubah menjadi masing-masing 3/7, 2/7, 1/7, dan 1/7 bagian dari harta warisan. Dengan cara <span style="font-style: italic;">‘aul</span>, maka dapat dilihat bahwa sebenarnya bagian yang diterima masing-masing ahli waris ashhabul-furudh <span style="color: rgb(255, 0, 0);">menjadi lebih kecil</span> dibanding yang seharusnya mereka terima. Tetapi dengan cara <span style="font-style: italic;">‘aul</span>, meskipun bagian mereka menjadi lebih kecil, pengurangan nilai ini berlaku untuk semua ahli waris secara <span style="font-weight: bold;">proporsional</span> dan <span style="font-weight: bold;">adil</span>. <span style="font-weight: bold;">Proporsional</span>, karena dalam hal ini dapat dibuktikan bahwa rasio 3/6 : 2/6 : 1/6 : 1/6 adalah tetap sama dengan rasio 3/7 : 2/7 : 1/7 : 1/7, yaitu sama-sama 3:2:1:1. <span style="font-weight: bold;">Adil</span>, karena tidak ada ahli waris yang dikecualikan dalam mendapatkan bagian dari harta warisan yang “seolah-olah tidak cukup” itu.<br /><br /></span>Achmad Yani, S.T., M.Kom.http://www.blogger.com/profile/12602678000759969392noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-984572240928159248.post-20241142255551570542010-12-20T12:06:00.015+07:002010-12-20T15:34:52.620+07:00Masalah Al-Akdariyah<div style="text-align: center;"><span style="color: rgb(255, 0, 0);font-size:180%;" ><span style="font-weight: bold;">الأكدريّة</span></span><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 102, 0);">Masalah Al-Akdariyah</span><br /><br /><span style="font-weight: bold;">Oleh</span><br /><span style="font-weight: bold;">Achmad Yani, S.T., M.Kom.</span><br /><br /></div> Dalam pembahasan tentang kewarisan kakek bersama saudara, terdapat satu pengecualian untuk satu masalah. Masalah ini terjadi ketika ada seseorang yang wafat dengan meninggalkan <span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 153, 0);">suami, ibu, kakek, dan seorang saudara perempuan (kandung atau sebapak)</span>. Masalah ini dalam ilmu faraidh dikenal dengan nama <span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 0, 204);">Masalah Al-Akdariyah.</span> Istilah al-akdariyah ini muncul karena masalah ini berkaitan dengan salah seorang wanita dari Bani Akdar. Sedangkan sebagian ulama mengatakan bahwa penyebutan masalah ini dengan istilah al-akdariyah, yang artinya “kotor” atau “mengotori”, disebabkan masalah ini dianggap mengotori madzhab Zaid bin Tsabit RA (sosok sahabat yang telah dipuji Rasulullah SAW akan kemahirannya dalam ilmu faraidh). Hal ini karena beliau memvonis masalah waris ini dengan melakukan sesuatu yang bertentangan (menyimpang) dari kaidah-kaidah faraidh yang masyhur.<br />Jika masalah ini diselesaikan dengan mengikuti kaidah biasa dalam ilmu faraidh, maka penyelesaiannya dapat dilihat pada Tabel 1.<br /><br /><span class="fullpost"><br /><table border="2"><br /><tbody><tr><br /><td colspan="4" width="100%" align="center">Tabel 1 Penyelesaian Masalah Al-Akdariyah dengan Cara Biasa</td></tr><br /><tr><br /><td width="30%" align="center"><b>Ahli Waris</b></td><br /><td width="10%" align="center"><b>Fardh</b></td><br /><td width="30%" align="center"><b>Saham</b></td><br /><td width="30%" align="center"><b>Bagian setelah 'aul menjadi 9</b></td></tr><br /><tr><br /><td width="30%" align="center">Suami</td><br /><td width="10%" align="center">1/2</td><br /><td width="30%" align="center">1/2x6=3</td><br /><td width="30%" align="center">3/9</td></tr><br /><tr><br /><td width="30%" align="center">Ibu</td><br /><td width="10%" align="center">1/3</td><br /><td width="30%" align="center">1/3x6=2</td><br /><td width="30%" align="center">2/9</td></tr><br /><tr><br /><td width="30%" align="center">Saudara pr</td><br /><td width="10%" align="center">1/2</td><br /><td width="30%" align="center">1/2x6=3</td><br /><td width="30%" align="center">3/9</td></tr><br /><tr><br /><td width="30%" align="center">Kakek</td><br /><td width="10%" align="center">1/6</td><br /><td width="30%" align="center">1/6x6=1</td><br /><td width="30%" align="center">1/9</td></tr><br /></tbody></table>Dengan pembagian seperti cara dalam Tabel 1, ternyata bagian yang diterima saudara perempuan (yaitu 3/9 bagian) tiga kali lebih banyak daripada bagian yanga diterima kakek (yaitu 1/9). Karena adanya kejanggalan bahwa kakek sebagai ahli waris laki-laki menerima lebih kecil daripda saudara peremmpuan sebagai ahli waris perempuan, maka timbullah beberapa pendapat di antara para ahli faraidh.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 0, 204);">a) Pendapat Abu Bakar Ash-Shiddiq RA</span><br />Menurut Abu Bakar Ash-Shiddiq RA, yang belakangan menjadi pendapat Imam Abu Hanifah, saudara perempuan terhalang (mahjub) dari mendapat warisan karena adanya kakek, sehingga pembagiannya adalah seperti pada Tabel 2.<br /><table border="3"><br /><tbody><tr><br /><td colspan="2" width="60%" align="center">Tabel 2 Penyelesaian Masalah Al-Akdariyah menurut Abu Bakar Ash-Shiddiq RA</td></tr><br /><tr><br /><td width="30%" align="center"><b>Ahli Waris</b></td><br /><td width="30%" align="center"><b>Bagian</b></td></tr><br /><tr><br /><td width="30%" align="center">Suami</td><br /><td width="30%" align="center">1/2=3/6</td></tr><br /><tr><br /><td width="30%" align="center">Ibu</td><br /><td width="30%" align="center">1/3=2/6</td></tr><br /><tr><br /><td width="30%" align="center">Saudara pr</td><br /><td width="30%" align="center">-</td></tr><br /><tr><br /><td width="30%" align="center">Kakek</td><br /><td width="30%" align="center">1/6</td></tr><br /></tbody></table><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 0, 204);">b) Pendapat Umar bin Khattab RA dan Ibnu Mas’ud RA</span><br />Berdasarkan pendapat Umar dan Ibnu Mas’ud RA, ibu hanya diberi bagian sebesar 1/6, bukan 1/3, untuk menghindari agar jangan sampai bagian ibu lebih besar daripada bagian kakek. Dengan demikian, pembagiannya dapat dilihat secara rinci pada Tabel 3.<br /><table border="2"><br /><tbody><tr><br /><td colspan="4" width="100%" align="center">Tabel 3 Penyelesaian Masalah Al-Akdariyah menurut Umar dan Ibnu Mas'ud RA</td></tr><br /><tr><br /><td width="30%" align="center"><b>Ahli Waris</b></td><br /><td width="10%" align="center"><b>Fardh</b></td><br /><td width="30%" align="center"><b>Saham</b></td><br /><td width="30%" align="center"><b>Bagian setelah 'aul menjadi 8</b></td></tr><br /><tr><br /><td width="30%" align="center">Suami</td><br /><td width="10%" align="center">1/2</td><br /><td width="30%" align="center">1/2x6=3</td><br /><td width="30%" align="center">3/8</td></tr><br /><tr><br /><td width="30%" align="center">Ibu</td><br /><td width="10%" align="center">1/6</td><br /><td width="30%" align="center">1/6x6=1</td><br /><td width="30%" align="center">1/8</td></tr><br /><tr><br /><td width="30%" align="center">Saudara pr</td><br /><td width="10%" align="center">1/2</td><br /><td width="30%" align="center">1/2x6=3</td><br /><td width="30%" align="center">3/8</td></tr><br /><tr><br /><td width="30%" align="center">Kakek</td><br /><td width="10%" align="center">1/6</td><br /><td width="30%" align="center">1/6x6=1</td><br /><td width="30%" align="center">1/8</td></tr><br /></tbody></table><br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 0, 204);">c) Pendapat Zaid bin Tsabit RA</span><br />Menurut Zaid RA, penyelesaian untuk masalah ini pertama sekali bagian untuk masing-masing ahli waris adalah seperti dalam Tabel 1. Kemudian bagian untuk saudara perempuan dan kakek dikumpulkan sehingga menjadi 3/9 + 1/9 = 4/9. Kemudian nilai 4/9 ini dibagi dua antara mereka, dengan ketentuan muqasamah, yaitu bagian kakek dua kali lipat bagian untuk saudara perempuan. Karena 4 tidak bisa dibagi 3 secara bulat, maka nilai pembagi harus ditashih, yaitu dari 9 dikalikan 3 menjadi 27. Dan semua bagian untuk ahli waris (pembilang dan penyebut) dikalikan 3 sehingga suami mendapat 9/27 dan ibu mendapat 6/27. Adapun bagian saudara perempuan dan kakek yang berjumlah 4/9 setelah ditashhih menjadi 12/27. Nilai 12/27 ini dibagi untuk saudara perempuan dan kakek dengan perbandingan 1:2, sehingga saudara perempuan mendapat 4/27 bagian, dan kakek mendapat 8/27 bagian. Untuk lebih jelasnya, rincian pembagiannya dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.<br /><table border="2"><br /><tbody><tr><br /><td colspan="5" width="100%" align="center">Tabel 4 Penyelesaian Masalah Al-Akdariyah menurut Zaid bin Tsabit RA</td></tr><br /><tr><br /><td width="20%" align="center"><b>Ahli Waris</b></td><br /><td width="10%" align="center"><b>Fardh</b></td><br /><td width="30%" align="center"><b>Saham</b></td><br /><td width="20%" align="center"><b>Bagian setelah 'aul menjadi 8</b></td><br /><td width="20%" align="center"><b>Setelah tashhih: 9x3=27</b></td></tr><br /><tr><br /><td width="20%" align="center">Suami</td><br /><td width="10%" align="center">1/2</td><br /><td width="30%" align="center">1/2x6=3</td><br /><td width="20%" align="center">3/9</td><br /><td width="20%" align="center">9/27</td></tr><br /><tr><br /><td width="20%" align="center">Ibu</td><br /><td width="10%" align="center">1/3</td><br /><td width="30%" align="center">1/3x6=2</td><br /><td width="20%" align="center">2/9</td><br /><td width="20%" align="center">6/27</td></tr><br /><tr><br /><td width="20%" align="center">Saudara pr</td><br /><td width="10%" align="center">1/2</td><br /><td width="30%" align="center">1/2x6=3</td><br /><td rowspan="2" width="20%" align="center">4/9</td><br /><td width="20%" align="center">4/27</td></tr><br /><tr><br /><td width="20%" align="center">Kakek</td><br /><td width="10%" align="center">1/6</td><br /><td width="30%" align="center">1/6x6=1</td><br /><td width="20%" align="center">8/27</td></tr><br /></tbody></table><br />Ternyata dalam kasus ini Zaid bin Tsabit RA memvonis dengan menyalahi kaidah yang ada. Beliau memberi saudara sekandung 1/2 bagian, dan menaikkan (meng-‘aul-kan) pembaginya dari 6 menjadi 9. Kemudian beliau menyatukan bagian saudara perempuan dengan bagian kakek, dan membaginya dengan ketentuan bahwa bagian laki-laki dua kali lipat bagian perempuan. Setelah ditashhih, pembaginya menjadi 27, sehingga pembagiannya adalah sebagai berikut: Suami mendapat 9/27, ibu 6/27, kakek 8/27, dan saudara perempuan sekandung 4/27.<br />Penyelesaian masalah Al-Akdariyah menurut cara yang dilakukan oleh Zaid bin Tsabit RA diikuti oleh kebanyakan ulama madzhab, yaitu madzhab Maliki, Syafii, dan Hambali. Dan penyelesaian menurut cara ini merupakan penyelesaian yang masyhur di kalangan ulama masa kini.<br /><br />Perlu diingat bahwa masalah Al-Akdariyah hanya ada untuk susunan empat orang ahli waris seperti yang disebutkan di depan, tidak untuk susunan ahli waris yang lain. Ini berarti bahwa, jika susunan ahli waris berubah, maka tidak termasuk masalah Al-Akdariyah lagi.<br /><br />Wassalam,<br/><div style="padding-left:10px" width="400"><span style="font-size:smaller;"><a href="mailto:achmad_yani_polmed@yahoo.co.id">achmad_yani_polmed@yahoo.co.id</a><br/><a href="http://www.achmad-yani.co.cc" target="_blank">http://www.achmad-yani.co.cc</a><br/></span></div><div><a href="http://www.mylivesignature.com" target="_blank"><img src="http://signatures.mylivesignature.com/85724/yanovsky/211e9001256d65287e8ba81469612ecb.png" style="position: relative; left: 171px; top: -62px;" border="0" /></a></div><br /></span>Achmad Yani, S.T., M.Kom.http://www.blogger.com/profile/12602678000759969392noreply@blogger.com5tag:blogger.com,1999:blog-984572240928159248.post-40767652254875252182010-12-19T22:55:00.020+07:002011-01-01T22:57:12.625+07:00Kewarisan Kakek Bersama Saudara (Bagian Pertama)<div style="text-align: center;"><span style="color: rgb(255, 0, 0);font-size:180%;" ><span style="font-weight: bold;">مِيْرَاثُ الْجَدِّ مَعَ اْلإِخْوَةِ</span></span><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255);font-size:130%;" ><span style="font-weight: bold;">Kewarisan Kakek Bersama Saudara</span><br /><span style="font-weight: bold;">(Bagian Pertama)</span><br /></span><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 153, 0);">Oleh </span><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 153, 0);">Achmad Yani, S.T., M.Kom.</span><br /></div><br />Tulisan ini adalah bagian pertama dari dua tulisan dengan topik yang sama. Meskipun sangat jarang terjadi kasus kewarisan yang di antara ahli warisnya terdapat kakek bersama dengan saudara dari mayit, pembahasan tentang hal ini mendapat tempat khusus dalam ilmu faraidh. Adapun yang dimaksud dengan <span style="font-weight: bold;">kakek </span>dalam masalah ini adalah<span style="color: rgb(0, 102, 0); font-weight: bold;"> kakek shahih</span>, yaitu kakek yang hubungan nasabnya (hubungan darahnya) dengan mayit murni melalui jalur laki-laki saja, tidak diselingi oleh perempuan. Sebagai contoh adalah bapaknya bapak dan seterusnya ke atas. Status kakek dalam kewarisan hampir sama dengan bapak dalam beberapa hal. Karena itu, kakek shahih termasuk ahli waris golongan ashhabul-furudh dan juga ‘ashabah seperti halnya bapak. Jika dalam nasab yang menghubungkan kakek dengan mayit terdapat perempuan, maka disebut <span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 102, 0);">kakek fasid</span>, misalnya bapaknya ibu dan bapak dari ibunya bapak. Kakek fasid tidak termasuk ahli waris golongan ashhabul-furudh maupun ‘ashabah, tetapi termasuk dalam ahli waris golongan dzawil-arham.<br /><span class="fullpost"><br />Selanjutnya, yang dimaksud dengan <span style="font-weight: bold;">saudara </span>dalam masalah ini adalah <span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 153, 0);">saudara kandung </span>dan <span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 153, 0);">saudara sebapak</span>, baik laki-laki maupun perempuan. Adapun saudara seibu, maka tidak termasuk dalam hal ini karena jika kakek bersama dengan saudara seibu, maka saudara seibu akan mahjub (terhalang) dari mendapat warisan oleh adanya kakek berdasarkan ijma’ ulama. Dan saudara seibu hanya mewarisi jika mayit adalah kalalah, yaitu tidak memiliki bapak atau kakek dan seterusnya ke atas, dan juga tidak memiliki anak secara mutlak, baik laki-laki maupun perempuan.<br /><br />Untuk pembahasan selanjutnya dalam tulisan ini, maka <span style="color: rgb(255, 0, 0);">diasumsikan tidak terdapat bapak </span>yang mewarisi bersama-sama dengan kakek, karena kewarisan kakek menjadi mahjub (terhalang) oleh adanya bapak. Dan dalam tulisan ini juga, pembahasan dibatasi <span style="color: rgb(0, 102, 0); font-weight: bold;">hanya untuk masalah yang melibatkan ahli waris saudara kandung saja, atau saudara sebapak saja, tidak kedua macam saudara ini secara bersama-sama. </span>Dengan demikian, maka yang menjadi fokus dalam pembahasan adalah terdapatnya ahli ahli waris yang terdiri dari kakek bersama saudara kandung saja atau kakek bersama saudara sebapak saja dengan atau tanpa ashhabul-furudh yang lain. Pembahasan yang melibatkan ahli waris<span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);"> saudara kandung bersama-sama dengan saudara sebapak </span>(yang sering disebut <span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">masalah <span style="font-style: italic;">mu’addah</span></span>) <span style="font-style: italic;">insyaallah </span>akan dimuat dalam bagian lain.<br /><br />Baik Al-Qur’an maupun hadits Nabi SAW tidak menjelaskan hukum waris bagi kakek bersama-sama dengan saudara. Karena itu, para sahabat sangat berhati-hati dalam memutuskan perkara ini, bahkan takut mengeluarkan fatwa tentangnya. Ketika ditanya tentang kewarisan kakek bersama saudara, Ibnu Mas’ud RA berkata, <span style="color: rgb(102, 0, 204);">”Silakan bertanya kepadaku tentang masalah-masalah yang rumit, tetapi jangan bertanya tentang masalah kewarisan kakek bersama saudara.” </span>Adapun Umar bin Khattab RA pernah mengatakan, <span style="color: rgb(102, 0, 204);">“Orang yang paling berani di antara kamu dalam memutuskan bagian kakek adalah orang yang paling berani terhadap api neraka.” </span>Demikian pula, Ali bin Abi Thalib RA menyatakan, <span style="color: rgb(102, 0, 204);">“Barangsiapa ingin masuk neraka jahannam, maka silakan memutuskan kewarisan kakek bersama dengan saudara si mayit.”</span><br /><br />Namun demikian, karena tidak ada nash Al-Qur’an dan hadits Nabi SAW yang menjelaskannya, masalah ini tetap harus dapat diselesaikan. Karena itu, masalah ini – mau tidak mau – memerlukan ijtihad. Pada mulanya, ketika masalah ini dijumpai, ada dua pendapat utama di kalangan para sahabat:<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 153, 0);">1. Pendapat pertama menyatakan bahwa kakek menghijab (menghalangi) hak waris saudara, sehingga saudara tidak mendapat warisan.</span><br />Pendapat ini diikuti oleh <span style="color: rgb(51, 51, 255);">Abu Bakar Ash-Shiddiq RA, Ibnu Abbas RA, Ibnu Umar RA, Al-Hasan, Ibnu Sirin, dan Imam Abu Hanifah</span>. Pendapat ini memiliki alasan sebagai berikut:<br />a) Kakek berkedudukan sama dengan bapak jika tidak ada bapak dalam segala keadaan, sama halnya dengan cucu laki-laki yang berkedudukan sebagai anak laki-laki jika tidak ada anak laki-laki.<br />b) Sesuai dengan kaidah dasar dalam ketentuan ‘ashabah, bahwa jurusan garis bapak (ubuwwah, yang juga mencakup kakek) harus didahulukan daripada jurusan garis saudara (ukhuwwah). Karena itu, kakek dapat menghijab saudara.<br />c) Kakek hanya dapat dihijab oleh bapak, sedangkan saudara dapat dihijab oleh tiga macam ahli waris, yaitu bapak, anak laki-laki, dan cucu laki-laki.<br />d) Kakek termasuk ahli waris ashhabul-furudh dan juga ‘ashabah, sama seperti bapak, sedangkan saudara hanya menerima warisan sebagai ‘ashabah.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 153, 0);">2. Pendapat kedua menyatakan bahwa kakek dan saudara secara bersama-sama mewarisi harta si mayit. </span><br />Pendapat ini diikuti oleh <span style="color: rgb(51, 51, 255);">Ali bin Abi Thalib RA, Ibnu Mas’ud RA, Zaid bin Tsabit RA, Imam Syafii, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Malik, Abu Yusuf, Muhammad, dan diambil sebagai pegangan bagi Qanun Al-Mawaris di Mesir</span>. Alasan untuk pendapat ini adalah sebagai berikut:<br />a) Kakek sama-sama dihubungkan ke mayit melalui bapak sehingga kedudukan mereka adalah sama kuat.<br />b) Tidak ada nash dan ijma’ yang menetapkan bahwa saudara dapat dihijab oleh kakek.<br />c) Penyebutan kakek (jadd) dengan bapak (ab) di dalam Al-Qur’an maupun hadits hanya secara majazy sehingga kakek tidak dapat disamakan secara mutlak dengan bapak dalam segala hal.<br />d) Hubungan nasab dari garis anak (bunuwwah) tidak selalu lebih rendah daripada garis bapak (ubuwwah), bahkan kadang-kadang lebih kuat.<br />e) Terhalangnya kakek oleh bapak saja, sedangkan saudara oleh bapak, anak laki-laki, dan cucu laki-laki tidak menunjukkan bahwa kakek lebih utama daripada saudara. Jadi tidak dibedakan apakah yang menghijab itu seorang atau lebih.<br />f) Cara mewarisi kakek dengan fardh dan ‘ushubah sedangkan saudara hanya dengan ‘ushubah tidak menunjukkan bahwa kakek lebih utama daripada saudara, karena anak laki-laki yang hanya mewarisi dengan ‘ushubah saja malah lebih utama daripada kakek.<br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0);">Pendapat pertama </span>yang menetapkan bahwa kakek menghijab saudara <span style="color: rgb(255, 0, 0);">tidak perlu dibahas lebih lanjut </span>karena sudah jelas bahwa kewarisan kakek sama dengan bapak, sementara kewarisan saudara terhalang. Jadi kasusnya sama saja dengan keadaan bapak bersama-sama dengan saudara. Dengan demikian, maka<span style="color: rgb(0, 153, 0);"> pendapat kedua menjadi lebih penting dan memerlukan pembahasan lebih lanjut. </span>Dan di antara kedua pendapat ini, <span style="font-weight: bold; color: rgb(51, 51, 255);">pendapat kedua merupakan pendapat mayoritas sahabat dan ulama. </span>Adapun tulisan ini dan selanjutnya tidak dimaksudkan untuk membuat pendapat baru lagi tentang kewarisan kakek bersama saudara, tetapi hanya menjabarkan pendapat-pendapat yang telah ada sejak zaman sahabat.<br /><br />Dalam menetapkan hak waris bagi kakek bersama saudara menurut pendapat kedua, terdapat lagi beberapa perbedaan cara melakukan pembagiannya. Ada tiga sahabat yang masyhur dalam hal ini, yaitu <span style="font-weight: bold; color: rgb(153, 51, 153);">Zaid bin Tsabit RA, Ali bin Abi Thalib RA, dan Ibnu Mas’ud RA. </span>Adapun cara penyelesaian yang diajukan oleh <span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 153, 0);">Zaid bin Tsabit RA </span>merupakan cara yang paling populer dan paling banyak dipakai ulama saat ini. Tulisan ini hanya memuat pendapat Zaid bin Tsabit RA. Sementara itu, pendapat Ali bin Abi Thalib RA dan Ibnu Mas’ud RA - <span style="font-style: italic;">insyaallah</span> - akan dimuat dalam tulisan yang lain.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 153, 0);">Pendapat Zaid bin Tsabit RA</span><br />Menurut Zaid bin Tsabit RA, pembahasan kewarisan kakek bersama saudara dapat dibagi ke dalam dua keadaan:<br />1. <span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Keadaan pertama</span>: ahli waris hanya terdiri atas kakek dan saudara tanpa ashhabul-furudh lain<br />2. <span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Keadaan kedua</span>: ahli waris terdiri atas kakek dan saudara beserta ashhabul-furudh lain<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Keadaan Pertama</span><br />Pada keadaan pertama ini, <span style="color: rgb(0, 153, 0);">bagian yang diterima kakek adalah yang lebih baik (lebih banyak) atau paling menguntungkan di antara dua jalan:</span><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(204, 51, 204);">1) Muqasamah (berbagi bersama saudara).</span> Dalam hal ini, kakek dianggap seolah-olah sebagai seorang saudara laki-laki (kandung atau sebapak), dan menerima bagian sebagai ‘ashabah bin-nafsi jika bersama dengan saudara laki-laki saja, atau sebagai ‘ashabah bil-ghair jika bersama dengan saudara laki-laki dan saudara perempuan, dengan catatan bahwa bagian untuk seorang laki-laki adalah dua kali bagian untuk seorang perempuan.<br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(204, 51, 204);">2) Menerima 1/3 dari seluruh harta.</span> Dalam hal ini, setelah kakek diberi 1/3 bagian dari seluruh harta, kemudian sisanya diberikan kepada para saudara sebagai ‘ashabah.<br />Yang manapun bagian yang diterima kakek, maka penerimaan untuk kakek dalam hal ini tidak boleh kurang dari 1/3.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Keadaan Kedua</span><br />Dalam keadaan kedua, selain kakek dan saudara, terdapat juga ahli waris golongan ashhabul-furudh lain. Jika kakek berada dalam keadaan kedua, maka <span style="color: rgb(0, 153, 0);">bagian untuk kakek adalah yang paling menguntungkan (paling besar) di antara tiga jalan:</span><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(204, 51, 204);">1) Muqasamah (berbagi bersama saudara). </span>Muqasamah dalam hal ini adalah terhadap sisa harta setelah diberikan kepada ashhabul-furudh. Seperti halnya dalam keadaan pertama, kakek juga dianggap sebagai seorang saudara laki-laki (kandung atau sebapak), dan menerima bagian sebagai ‘ashabah bin-nafsi atau ‘ashabah bil-ghair.<br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(204, 51, 204);">2) Menerima 1/3 sisa setelah ashhabul-furudh</span><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(204, 51, 204);">3) Menerima 1/6 dari seluruh harta</span><br />Yang manapun bagian yang diterima kakek, maka penerimaan untuk kakek dalam hal ini tidak boleh kurang dari 1/6.<br /><br />Adapun <span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 153, 0);">ashhabul-furudh (selain kakek dan saudara perempuan) </span>yang mungkin dalam keadaan kedua ini adalah sebagai berikut:<br />(a) <span style="color: rgb(51, 51, 255);">Nenek</span>, yang bagiannya adalah 1/6<br />(b) <span style="color: rgb(51, 51, 255);">Ibu</span>, yang bagiannya adalah 1/3 atau 1/6<br />(c) <span style="color: rgb(51, 51, 255);">Isteri</span>, yang bagiannya adalah 1/4 atau 1/8<br />(d) <span style="color: rgb(51, 51, 255);">Suami</span>, yang bagiannya adalah 1/2 atau 1/4<br />(e) <span style="color: rgb(51, 51, 255);">Anak perempuan</span>, yang bagiannya 1/2 atau 2/3<br />(f) <span style="color: rgb(51, 51, 255);">Cucu perempuan (dari anak laki-laki)</span>, yang bagiannya adalah 1/2 atau 2/3 atau 1/6<br /><br />Menurut Zaid bin Tsabit RA, penyelesaian untuk keadaan kedua <span style="font-weight: bold;">dikecualikan </span>untuk satu keadaan saja, yaitu dalam <span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">masalah Al-Akdariyah</span>, yang ahli warisnya terdiri dari suami, ibu, kakek, dan seorang saudara perempuan (kandung atau sebapak). Pembahasan tentang hal ini, <span style="font-style: italic;">insyaallah</span>, akan dimuat dalam tulisan tersendiri.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Berdasarkan penelitian penulis</span>, maka penentuan bagian mana yang paling menguntungkan bagi kakek untuk kedua keadaan terebut, dapat diperoleh dari besarnya bagian yang diterima oleh para ashhabul-furudh (atau berarti juga besarnya sisa setelah diberikan kepada ashhabul-furudh) dan jumlah porsi saudara. Untuk mempermudah pembaca, maka penulis membuat ringkasannya dalam <span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Tabel 1</span>.<br /><span style="font-size:78%;"><br /><table border="2"><br /><tbody><tr><br /><td colspan="8" width="100%" align="center"><b>Tabel 1 Ringkasan Cara Pembagian untuk Kakek bersama Saudara menurut Zaid bin Tsabit RA</b></td><br /></tr><tr><br /><td rowspan="3" width="10%"><br /></td><br /><td colspan="2" width="30%" align="center"><b>Keadaan Pertama</b></td><br /><td colspan="5" width="60%" align="center"><b>Keadaan Kedua</b></td></tr><br /><tr><br /><td rowspan="2" width="15%" align="center">Jumlah Porsi Saudara <=4</td><br /><td rowspan="2" width="15%" align="center">Jumlah Porsi Saudara >4</td><br /><td rowspan="2" width="15%" align="center">Sisa Harta <> 2/3)</td><br /><td colspan="2" width="20%" align="center">1/3 <= Sisa Harta <><br /><td colspan="2" width="25%" align="center">Sisa Harta >= 1/2 (Bagian AF <= 1/2)</td></tr><br /><tr><br /><td width="10%" align="center">Jumlah Porsi Saudara <= 2</td><br /><td width="10%" align="center">Jumlah Porsi Saudara > 2</td><br /><td width="15%" align="center">Jumlah Porsi Saudara <= 4</td><br /><td width="10%" align="center">Jumlah Porsi Saudara > 4</td></tr><br /><tr><br /><td width="10%" align="left">No. Kasus</td><br /><td width="15%" align="center"><b>1</b></td><br /><td width="15%" align="center"><b>2</b></td><br /><td width="15%" align="center"><b>3</b></td><br /><td width="10%" align="center"><b>4</b></td><br /><td width="10%" align="center"><b>5</b></td><br /><td width="15%" align="center"><b>6</b></td><br /><td width="10%" align="center"><b>7</b></td></tr><br /><tr><br /><td width="10%" align="center">Bagian <b>Kakek</b></td><br /><td rowspan="2" width="15%" align="center"><b><i>Muqasamah</i></b> antara Kakek dan Saudara</td><br /><td width="15%" align="center"><b>1/3</b></td><br /><td width="15%" align="center"><b>1/6</b></td><br /><td rowspan="2" width="10%" align="center"><b><i>Muqasamah</i></b> antara Kakek dan Saudara</td><br /><td width="10%" align="center"><b>1/6</b></td><br /><td rowspan="2" width="15%" align="center"><b><i>Muqasamah</i></b> antara Kakek dan Saudara</td><br /><td width="10%" align="center"><b>1/3 Sisa</b></td></tr><br /><tr><br /><td width="10%" align="center">Bagian <b>Saudara</b></td><br /><td width="15%" align="center">Mendapat sisanya sebagai 'ashabah</td><br /><td width="15%" align="center">Mendapat sisanya (kalau masih ada) sebagai 'ashabah</td><br /><td width="10%" align="center">Mendapat sisanya (kalau masih ada) sebagai 'ashabah</td><br /><td width="10%" align="center">Mendapat sisanya (kalau masih ada) sebagai 'ashabah</td></tr><br /><br /></tbody></table><br /></span>Pada Tabel 1, <span style="font-weight: bold;">Jumlah Porsi Saudara </span>dapat dihitung dengan menggunakan rumus sederhana, yaitu <span style="font-weight: bold;">2L + P</span>, dengan L = banyaknya saudara laki-laki, dan P = banyaknya saudara perempuan. Sebagai contoh, jika L = 3 dan P = 1, maka Jumlah Porsi Saudara adalah (2x3) + 1 = 7. Sementara itu, yang dimaksud dengan <span style="font-weight: bold;">Sisa Harta </span>adalah harta yang tersisa setelah diberikan kepada ashhabul-furudh. Dan <span style="font-weight: bold;">Bagian AF </span>maksudnya adalah bagian yang diterima ashhabul-furudh selain kakek dan saudara.<br />Dari Tabel 1 juga, dapat dilihat bahwa terdapat tujuh macam kasus berkaitan dengan Jumlah Porsi Saudara dan Sisa Harta. Penjelasan dan contoh untuk masing-masing kasus adalah sebagai berikut.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Kasus No. 1</span><br />Keadaan Pertama dengan Jumlah Porsi Saudara ≤ 4 <span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 153, 0);">hanya mungkin terjadi untuk delapan macam susunan ahli waris </span>sebagai berikut:<br />(a) Kakek bersama 1 orang saudara perempuan<br />(b) Kakek bersama 2 orang saudara perempuan<br />(c) Kakek bersama 3 orang saudara perempuan<br />(d) Kakek bersama 4 orang saudara perempuan<br />(e) Kakek bersama 1 orang saudara laki-laki<br />(f) Kakek bersama 2 orang saudara laki-laki<br />(g) Kakek bersama 1 orang saudara laki-laki dan 1 orang saudara perempuan<br />(h) Kakek bersama 1 orang saudara laki-laki dan 2 orang saudara perempuan<br />Pada kedelapan macam susunan ahli waris ini, <span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 153, 0);">bagian kakek secara muqasamah selalu lebih besar atau sama dengan 1/3 bagian</span>. Secara khusus, untuk susunan ahli waris pada (d), (f), dan (h), penerimaan untuk kakek secara muqasamah maupun 1/3 bagian sama besarnya. Untuk lebih jelasnya, perbandingan penerimaan secara muqasamah dan 1/3 bagian dapat dilihat pada Tabel 2:<br /><span style="font-size:78%;"><br /><table border="2"><br /><tbody><tr><br /><td colspan="10" width="100%" align="center"><b>Tabel 2 Perbandingan Bagian Kakek secara Muqasamah dan Menerima 1/3 untuk Kasus No. 1</b></td></tr><br /><tr><br /><td rowspan="2" width="10%" align="center"><b>No.</b></td><br /><td colspan="3" width="30%" align="center"><b>Jumlah</b></td><br /><td colspan="3" width="30%" align="center"><b>Penerimaan Kakek Dgn Muqasamah</b></td><br /><td colspan="3" width="30%" align="center"><b>Penerimaan Kakek Tanpa Muqasamah (Kakek menerima 1/3 bagian)</b></td></tr><br /><tr><td width="10%" align="center"><b>Kakek</b></td><br /><td width="10%" align="center"><b>Sdr lk</b></td><br /><td width="10%" align="center"><b>Sdr pr</b></td><br /><td width="10%" align="center"><b>Kakek</b></td><br /><td width="10%" align="center"><b>Sdr lk</b></td><br /><td width="10%" align="center"><b>Sdr pr</b></td><br /><td width="10%" align="center"><b>Kakek</b></td><br /><td width="10%" align="center"><b>Sdr lk</b></td><br /><td width="10%" align="center"><b>Sdr pr</b></td></tr><br /><tr><br /><td width="10%" align="center">(a)</td><br /><td width="10%" align="center">1</td><br /><td width="10%" align="center">0</td><br /><td width="10%" align="center">1</td><br /><td width="10%" align="center">2/3</td><br /><td width="10%" align="center">0</td><br /><td width="10%" align="center">1/3</td><br /><td width="10%" align="center">1/3</td><br /><td width="10%" align="center">0</td><br /><td width="10%" align="center">2/3</td></tr><br /><tr><br /><td width="10%" align="center">(b)</td><br /><td width="10%" align="center">1</td><br /><td width="10%" align="center">0</td><br /><td width="10%" align="center">2</td><br /><td width="10%" align="center">2/4</td><br /><td width="10%" align="center">0</td><br /><td width="10%" align="center">2/4</td><br /><td width="10%" align="center">1/3</td><br /><td width="10%" align="center">0</td><br /><td width="10%" align="center">2/3</td></tr><br /><tr><br /><td width="10%" align="center">(c)</td><br /><td width="10%" align="center">1</td><br /><td width="10%" align="center">0</td><br /><td width="10%" align="center">3</td><br /><td width="10%" align="center">2/5</td><br /><td width="10%" align="center">0</td><br /><td width="10%" align="center">3/5</td><br /><td width="10%" align="center">1/3</td><br /><td width="10%" align="center">0</td><br /><td width="10%" align="center">2/3</td></tr><br /><tr><br /><td width="10%" align="center">(d)</td><br /><td width="10%" align="center">1</td><br /><td width="10%" align="center">0</td><br /><td width="10%" align="center">4</td><br /><td width="10%" align="center">2/6=1/3</td><br /><td width="10%" align="center">0</td><br /><td width="10%" align="center">4/6=2/3</td><br /><td width="10%" align="center">1/3</td><br /><td width="10%" align="center">0</td><br /><td width="10%" align="center">2/3</td></tr><br /><tr><br /><td width="10%" align="center">(e)</td><br /><td width="10%" align="center">1</td><br /><td width="10%" align="center">1</td><br /><td width="10%" align="center">0</td><br /><td width="10%" align="center">2/4</td><br /><td width="10%" align="center">2/4</td><br /><td width="10%" align="center">0</td><br /><td width="10%" align="center">1/3</td><br /><td width="10%" align="center">2/3</td><br /><td width="10%" align="center">0</td></tr><br /><tr><br /><td width="10%" align="center">(f)</td><br /><td width="10%" align="center">1</td><br /><td width="10%" align="center">2</td><br /><td width="10%" align="center">0</td><br /><td width="10%" align="center">2/6=1/3</td><br /><td width="10%" align="center">4/6</td><br /><td width="10%" align="center">0</td><br /><td width="10%" align="center">1/3</td><br /><td width="10%" align="center">2/3</td><br /><td width="10%" align="center">0</td></tr><br /><tr><br /><td width="10%" align="center">(g)</td><br /><td width="10%" align="center">1</td><br /><td width="10%" align="center">1</td><br /><td width="10%" align="center">1</td><br /><td width="10%" align="center">2/5</td><br /><td width="10%" align="center">2/5</td><br /><td width="10%" align="center">1/5</td><br /><td width="10%" align="center">1/3</td><br /><td width="10%" align="center">2/3x2/3=4/9</td><br /><td width="10%" align="center">1/3x2/3=2/9</td></tr><br /><tr><br /><td width="10%" align="center">(h)</td><br /><td width="10%" align="center">1</td><br /><td width="10%" align="center">1</td><br /><td width="10%" align="center">2</td><br /><td width="10%" align="center">2/6=1/3</td><br /><td width="10%" align="center">2/6</td><br /><td width="10%" align="center">2/6</td><br /><td width="10%" align="center">1/3</td><br /><td width="10%" align="center">2/4x2/3=4/12</td><br /><td width="10%" align="center">2/4x2/3=4/12</td></tr><br /></tbody></table><br /></span><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Kasus No. 2</span><br />Keadaan Pertama dengan Jumlah Porsi Saudara > 4 terjadi untuk susunan ahli waris dengan jumlah saudara laki-laki dan perempuan selain dari Kasus No. 1 yang delapan macam itu. Sebagai ilustrasi, dapat dilihat beberapa contoh susunan ahli waris untuk kasus ini dalam <span style="color: rgb(255, 0, 0);">Tabel 3.</span><br /><span style="font-size:78%;"><br /><table border="2"><br /><tbody><tr><br /><td colspan="10" width="100%" align="center"><b>Tabel 3 Perbandingan Bagian Kakek secara Muqasamah dan Menerima 1/3 untuk Kasus No. 2</b></td></tr><br /><tr><br /><td rowspan="2" width="10%" align="center"><b>No.</b></td><br /><td colspan="3" width="30%" align="center"><b>Jumlah</b></td><br /><td colspan="3" width="30%" align="center"><b>Penerimaan Kakek Tanpa Muqasamah (Kakek menerima 1/3 bagian)</b></td><br /><td colspan="3" width="30%" align="center"><b>Penerimaan Kakek Dgn Muqasamah</b></td></tr><br /><tr><td width="10%" align="center"><b>Kakek</b></td><br /><td width="10%" align="center"><b>Sdr lk</b></td><br /><td width="10%" align="center"><b>Sdr pr</b></td><br /><td width="10%" align="center"><b>Kakek</b></td><br /><td width="10%" align="center"><b>Sdr lk</b></td><br /><td width="10%" align="center"><b>Sdr pr</b></td><br /><td width="10%" align="center"><b>Kakek</b></td><br /><td width="10%" align="center"><b>Sdr lk</b></td><br /><td width="10%" align="center"><b>Sdr pr</b></td></tr><br /><tr><br /><td width="10%" align="center">1</td><br /><td width="10%" align="center">1</td><br /><td width="10%" align="center">2</td><br /><td width="10%" align="center">1</td><br /><td width="10%" align="center">1/3</td><br /><td width="10%" align="center">4/5x2/3=8/15</td><br /><td width="10%" align="center">1/5x2/3=2/15</td><br /><td width="10%" align="center">2/7</td><br /><td width="10%" align="center">4/7</td><br /><td width="10%" align="center">1/7</td></tr><br /><tr><br /><td width="10%" align="center">2</td><br /><td width="10%" align="center">1</td><br /><td width="10%" align="center">2</td><br /><td width="10%" align="center">2</td><br /><td width="10%" align="center">1/3</td><br /><td width="10%" align="center">4/6x2/3=8/18</td><br /><td width="10%" align="center">2/6x2/3=4/18</td><br /><td width="10%" align="center">2/8</td><br /><td width="10%" align="center">4/8</td><br /><td width="10%" align="center">2/8</td></tr><br /><tr><br /><td width="10%" align="center">3</td><br /><td width="10%" align="center">1</td><br /><td width="10%" align="center">1</td><br /><td width="10%" align="center">3</td><br /><td width="10%" align="center">1/3</td><br /><td width="10%" align="center">2/5x2/3=4/15</td><br /><td width="10%" align="center">3/5x2/3=6/15</td><br /><td width="10%" align="center">2/7</td><br /><td width="10%" align="center">2/7</td><br /><td width="10%" align="center">3/7</td></tr><br /><tr><br /><td width="10%" align="center">4</td><br /><td width="10%" align="center">1</td><br /><td width="10%" align="center">1</td><br /><td width="10%" align="center">4</td><br /><td width="10%" align="center">1/3</td><br /><td width="10%" align="center">2/6x2/3=4/18</td><br /><td width="10%" align="center">4/6x2/3=8/18</td><br /><td width="10%" align="center">2/8</td><br /><td width="10%" align="center">2/8</td><br /><td width="10%" align="center">4/8</td></tr><br /><tr><br /><td width="10%" align="center">5</td><br /><td width="10%" align="center">1</td><br /><td width="10%" align="center">1</td><br /><td width="10%" align="center">5</td><br /><td width="10%" align="center">1/3</td><br /><td width="10%" align="center">2/7x2/3=4/21</td><br /><td width="10%" align="center">5/7x2/3=10/21</td><br /><td width="10%" align="center">2/9</td><br /><td width="10%" align="center">2/9</td><br /><td width="10%" align="center">5/9</td></tr><br /><tr><br /><td width="10%" align="center">6</td><br /><td width="10%" align="center">1</td><br /><td width="10%" align="center">1</td><br /><td width="10%" align="center">6</td><br /><td width="10%" align="center">1/3</td><br /><td width="10%" align="center">2/8x2/3=4/24</td><br /><td width="10%" align="center">6/8x2/3=12/24</td><br /><td width="10%" align="center">2/10</td><br /><td width="10%" align="center">2/10</td><br /><td width="10%" align="center">6/10</td></tr><br /><tr><br /><td width="10%" align="center">...</td><br /><td width="10%" align="center"><br /></td><br /><td width="10%" align="center"><br /></td><br /><td width="10%" align="center"><br /></td><br /><td width="10%" align="center"><br /></td><br /><td width="10%" align="center"><br /></td><br /><td width="10%" align="center"><br /></td><br /><td width="10%" align="center"><br /></td><br /><td width="10%" align="center"><br /></td><br /><td width="10%" align="center"><br /></td></tr><br /></tbody></table><br /></span>Dari Tabel 3, dapat dilihat bahwa untuk setiap susunan ahli waris, penerimaan kakek dengan cara muqasamah selalu lebih kecil daripada 1/3 bagian. Karena itu, kakek harus diberikan bagian sebesar 1/3 bagian dari seluruh harta.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Kasus No. 3</span><br />Untuk keadaan kedua dan dengan sisa harta kurang dari 1/3, atau dengan kata lain jumlah bagian untuk ashhabul-furudh adalah lebih besar dari 2/3, maka berapapun jumlah saudara laki-laki dan perempuan, bagian yang paling menguntungkan untuk kakek adalah 1/6 dari seluruh harta, sementara sisanya dibagi kepada saudara laki-laki dan/atau perempuan sebagai ‘ashabah. Sebagai ilustrasi, dapat dilihat dua contoh berikut ini.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(51, 51, 255);">Contoh 1:</span><br />Ahli waris adalah 2 orang anak perempuan, ibu, kakek, dan seorang saudara laki-laki kandung. Maka bagian masing-masing adalah sebagai berikut:<br />(a) 2 anak perempuan : 2/3 bagian<br />(b) Ibu : 1/6 bagian<br />(c) Kakek : 1/6 bagian<br />(d) Saudara lk kandung : tidak mendapat bagian, karena sudah tidak ada sisa.<br />Dalam contoh ini, karena sisa harta setelah ashhabul-furudh tinggal 1/6, maka tidak mungkin lagi dibuat muqasamah antara kakek dengan saudara, ataupun kakek diberikan 1/3 dari sisa, karena tentu bagian kakek akan menjadi kurang dari 1/6.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(51, 51, 255);">Contoh 2:</span><br />Ahli waris adalah anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki, suami, nenek, kakek, saudara laki-laki, dan saudara perempuan. Maka dalam dalam kasus ini terpaksa dibuat ‘aul karena bagian untuk ashhabul-furudh selain kakek dan saudara perempuan (yaitu 15/12 bagian) sudah melampaui jumlah harta yang akan dibagi. Maka pembagiannya adalah sebagai berikut:<br /><span style="font-size:78%;"><br /><table border="2"><br /><tbody><tr><br /><td width="20%" align="center"><b>Ahli Waris</b></td><br /><td width="15%" align="center"><b>Bagian</b></td><br /><td width="50%" align="center"><b>Keterangan</b></td><br /><td width="15%" align="center"><b>Bagian Setelah 'Aul</b></td></tr><br /><tr><br /><td width="20%" align="center">Anak pr</td><br /><td width="15%" align="center">1/2=6/12</td><br /><td rowspan="4" width="50%" align="center">Jumlah harta untuk ashhabul-furudh selain kakek dan saudara perempuan adalah 13/12, melampaui jumlah harta yang akan dibagi</td><br /><td width="15%" align="center">6/15</td></tr><br /><tr><br /><td width="20%" align="center">Cucu pr</td><br /><td width="15%" align="center">1/6=2/12</td><br /><td width="15%" align="center">2/15</td></tr><br /><tr><br /><td width="20%" align="center">Suami</td><br /><td width="15%" align="center">1/4=3/12</td><br /><td width="15%" align="center">3/15</td></tr><br /><tr><br /><td width="20%" align="center">Nenek</td><br /><td width="15%" align="center">1/6=2/12</td><br /><td width="15%" align="center">2/15</td></tr><br /><tr><br /><td width="20%" align="center">Kakek</td><br /><td width="15%" align="center">1/6=2/12</td><br /><td width="50%" align="center">Karena harta sudah habis, bahkan kurang dan harus di-‘aul-kan</td><br /><td width="15%" align="center">2/15</td></tr><br /><tr><br /><td width="20%" align="center">Saudara pr</td><br /><td width="15%" align="center">Tidak ada</td><br /><td width="50%" align="center">Karena harta sudah habis, bahkan kurang</td><br /><td width="15%" align="center">Tidak ada</td></tr><br /></tbody></table><br /></span><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Kasus No. 4</span><br />Jika sisa harta setelah ashhabul-furudh tidak kurang dari 1/3 tetapi kurang dari 1/2 (atau berarti juga bagian ashhabul-furudh lebih dari 1/2 dan tidak lebih dari 2/3), dan Jumlah Porsi Saudara ≤ 2, maka bagian kakek selalu menguntungkan jika dilakukan muqasamah. Adapun susunan ahli waris kakek dan saudara yang mungkin dalam hal ini hanya tiga macam, yaitu<br />(a) Kakek bersama 1 orang saudara perempuan,<br />(b) Kakek bersama 2 orang saudara perempuan, dan<br />(c) Kakek bersama 1 orang saudara laki-laki.<br />Sebagai ilutrasi untuk kasus no. 4 ini, dapat dilihat dua contoh berikut.<br /><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);">Contoh 1:</span><br />Seseorang wafat dengan meninggalkan isteri, ibu, kakek, dan seorang saudara perempuan. Maka bagian untuk isteri dan ibu masing-masing adalah 1/4 dan 1/3 yang jumlahnya sama dengan 7/12. Sisa harta adalah 5/12. Maka pembagiannya adalah sebagai berikut:<br />Isteri : 1/4<br />Ibu : 1/3<br />Kakek : Muqasamah = 2/3 x Sisa = 2/3 x 5/12 = 10/36<br />Sdr pr : Muqasamah = 1/3 x Sisa = 1/3 x 5/12 = 5/36<br />Nilai 10/36 untuk kakek ini lebih besar dibandingkan 1/6 ataupun 1/3 sisa.<br /><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);">Contoh 2:</span><br />Seseorang wafat dengan meninggalkan seorang anak perempuan, isteri, kakek, dan seorang saudara laki-laki. Maka bagian untuk anak perempuan dan isteri masing-masing adalah 1/2 dan 1/8 yang jumlahnya sama dengan 5/8. Sisa harta adalah 3/8. Maka pembagiannya adalah sebagai berikut:<br />Anak pr : 1/2<br />Isteri : 1/8<br />Kakek : Muqasamah = 1/2 x Sisa = 1/2 x 3/8 = 3/16<br />Sdr lk : Muqasamah = 1/2 x Sisa = 1/2 x 3/8 = 3/16<br />Nilai 3/16 untuk kakek ini lebih besar dibandingkan 1/6 atau 1/3 sisa.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Kasus No. 5</span><br />Jika sisa harta setelah ashhabul-furudh tidak kurang dari 1/3 dan kurang dari 1/2, tetapi jumlah porsi saudara lebih dari 2, maka bagian yang paling menguntungkan untuk kakek adalah mendapat 1/6 bagian. Adapun susunan ahli waris kakek dan saudara yang mungkin untuk kasus ini adalah selain dari yang disebutkan dalam kasus no. 4 di depan.<br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);">Contoh:</span><br />Ahli waris terdiri dari seorang anak perempuan, isteri, kakek, dan 2 saudara laki-laki. Maka pembagiannya adalah sebagai berikut:<br />Anak pr : 1/2<br />Isteri : 1/8<br />Kakek : 1/6<br />2 Sdr lk : Sisa = 5/24<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Kasus No. 6</span><br />Kasus ini berlaku jika sisa harta ≥ 1/2 dan jumlah porsi saudara ≤ 4. Maka bagian yang paling menguntungkan untuk kakek adalah muqasamah.<br />Sebagai <span style="color: rgb(0, 153, 0);">contoh </span>untuk kasus ini adalah seseorang wafat dengan meninggalkan isteri, nenek, kakek, dan 3 saudara perempuan. Bagian untuk isteri dan nenek dalam hal ini masing-masing 1/4 dan 1/6 sehingga jumlahnya 5/12, dan sisa harta adalah 7/12. Maka pembagiannya adalah sebagai berikut.<br />Isteri : 1/4<br />Nenek : 1/6<br />Kakek : Muqasamah = 2/5 x 7/12 = 14/60<br />3 sdr pr : Muqasamah = 3/5 x 7/12 = 21/60<br />Nilai 14/60 untuk kakek ini lebih besar dibandingkan 1/6 maupun 1/3 sisa.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Kasus No. 7</span><br />Jika sisa harta setelah ashhabul-furudh tidak kurang dari 1/2 dan jumlah porsi saudara lebih dari 4, maka bagian yang paling menguntungkan untuk kakek adalah 1/3 sisa.<br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);">Contoh:</span><br />Ahli waris terdiri dari ibu, kakek, seorang saudara laki-laki, dan 3 orang saudara perempuan. Maka pembagiannya adalah sebagai berikut.<br />Ibu : 1/6<br />Kakek : 1/3 x Sisa = 1/3 x 5/6 = 5/18<br />1 Sdr lk : (‘Ashabah) = 2/5 x (2/3 x Sisa) = 2/5 x 2/3 x 5/6 = 20/90<br />3 Sdr pr : (‘Ashabah) = 3/5 x (2/3 x Sisa) = 3/5 x 2/3 x 5/6 = 30/90<br />Jika kakek diberi bagian secara muqasamah, maka bagiannya adalah 2/7 x 5/6 = 10/42. Ini lebih kecil dibandingkan 5/18. Juga kalau kakek diberi 1/6 bagian, maka ini juga masih lebih kecil dibandingkan 5/18.<br /></span>Achmad Yani, S.T., M.Kom.http://www.blogger.com/profile/12602678000759969392noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-984572240928159248.post-13574419218639234712010-12-19T17:32:00.012+07:002012-03-02T11:24:32.053+07:00Antara Warisan, Hibah, dan Wasiat<div style="text-align: center; font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);"><span style="font-size:180%;">الميراث والهبة والوصيّة<br /></span></div><br /><div style="text-align: center;"><span style="font-size:130%;"><span style="color: rgb(0, 153, 0);">Oleh</span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);">Achmad Yani, S.T., M.Kom.</span><br /></span></div><br />Ada tiga istilah berkaitan dengan pembagian harta dari seseorang, yang karena memiliki kemiripan, seringkali menjadi salah atau tidak tepat dalam pelaksanaannya. Ketiga istilah itu adalah warisan, hibah, dan wasiat. Untuk memudahkan dalam membedakan ketiganya, Tabel 1 berikut ini menunjukkan perbandingan ketiga istilah ini ditinjau dari empat aspek, yaitu waktu pemberian (perpindahan kepemilikan), penerima harta, nilai harta, dan hukum.<br /><span class="fullpost"><br /><div style="text-align: center;"><span style="color: rgb(51, 51, 255);">Tabel 1 Perbandingan antara Warisan, Hibah, dan Wasiat</span><br /></div><br /><table border="2" height="70%" width="100%"><tbody><tr><td width="25%"><br /></td><td align="center" width="25%"><b>Warisan</b></td><td align="center" width="25%"><b>Hibah</b></td><td align="center" width="25%"><b>Wasiat</b></td></tr><tr><td align="left" width="25%"><b>Waktu Pemberian</b></td><td align="center" width="25%">Setelah wafat</td><td align="center" width="25%">Sebelum wafat</td><td align="center" width="25%">Setelah wafat</td></tr><tr><td align="left" width="25%"><b>Penerima Harta</b></td><td align="center" width="25%">Ahli waris</td><td align="center" width="25%">Ahli waris & bukan ahli waris</td><td align="center" width="25%">Bukan ahli waris</td></tr><tr><td align="left" width="25%"><b>Nilai Harta</b></td><td align="center" width="25%">Sesuai dengan ketentuan faraidh</td><td align="center" width="25%">Bebas</td><td align="center" width="25%">Maksimal 1/3</td></tr><tr><td align="left" width="25%"><b>Hukum</b></td><td align="center" width="25%">Wajib</td><td align="center" width="25%">Sunnah</td><td align="center" width="25%">Sunnah</td></tr></tbody></table><br /><br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 0, 204);">Penjelasan</span><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 153, 0);">a. Waktu Pemberian</span><br />Sudah merupakan ketentuan dari Allah SWT, bahwa pembagian harta warisan dilakukan setelah pemilik harta itu meninggal dunia. Maka yang membagi warisan pastilah bukan yang memiliki harta itu, tetapi orang lain.<br />Sementara itu, hibah dan wasiat, justru penetapannya dilakukan saat pemiliknya masih hidup. Bedanya, kalau hibah harta itu langsung diserahkan saat itu juga, tidak menunggu sampai pemiliknya meninggal dulu. Sedangkan wasiat ditentukan oleh pemilik harta pada saat masih hidup namun perpindahan kepemilikannya baru terjadi saat dia meninggal dunia.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 153, 0);">b. Penerima Harta</span><br />Orang yang berhak menerima warisan hanyalah orang-orang yang terdapat di dalam daftar ahli waris (baik golongan <span style="font-style: italic;">ashhabul-furudh</span>, <span style="font-style: italic;">‘ashabah</span>, maupun <span style="font-style: italic;">dzawil-arham</span>), dan tidak terkena hijab hirman (terhalang total karena adanya ahli waris lain yang lebih dekat/kuat posisinya). Tentunya juga yang statusnya tidak gugur karena tiga hal, yaitu berstatus budak, membunuh si pemilik harta, dan berbeda agama.<br />Sementara itu, wasiat justru diharamkan bila diberikan kepada ahli waris, kecuali ahli waris yang terkena hijab hirman. Karena ahli waris sudah menerima harta lewat jalur pembagian waris, maka haram baginya menerima lewat jalur washiat.<br />Adapun hibah, maka boleh diterima oleh ahli waris dan bukan ahli waris. Hibah itu boleh diserahkan kepada siapa saja.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 153, 0);">c. Nilai Harta</span><br />Nilai harta yang dibagi kepada para ahli waris sudah ada ketentuan besarannya, yaitu sebagaimana ditetapkan di dalam ilmu faraidh, yang besarnya masing-masing bagian pada dasarnya ada enam macam seperti disebutkan dalam Al-Quran dan hadits, yaitu 1/2, 1/4, 1/8, 2/3, 1/3, dan 1/6.<br />Sementara itu, nilai harta yang boleh diwasiatkan maksimal hanya 1/3 dari nilai total harta peninggalan. Walaupun itu merupakan pesan atau wasiat dari almarhum sebagai pemilik harta, namun ada ketentuan dari Allah SWT untuk membela kepentingan ahli waris, sehingga berwasiat lebih dari 1/3 harta merupakan hal yang diharamkan. Bahkan apabila terlanjur diwasiatkan lebih dari 1/3, maka kelebihannya itu harus dibatalkan.<br />Adapun hibah, nilai harta yang diberikan kepada orang yang diinginkan tidak memiliki ketentuan dan batasan, tergantung pemilik harta yang bersangkutan.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 153, 0);">d. Hukum</span><br />Pembagian warisan itu hukumnya wajib dilakuan sepeninggal <span style="font-style: italic;">muwarrits</span>, karena merupakan salah satu kewajiban atas harta yang ditinggalkannya. Sedangkan memberikan wasiat hukumnya hanya sunnah. Demikian juga memberikan harta hibah hukumnya sunnah.<br />Demikianlah di antara beberapa ketentuan berkaitan dengan warisan, hibah, dan wasiat. Semoga tulisan ini memberikan manfaat bagi kita semua yang menginginkan keberkahan dalam harta dan kedamaian dalam keluarga. Amin.<br /><br /><span style="font-style: italic;">Wallahu a’lamu bishshawab.</span><br /><span style="font-style: italic;">Wassalam,</span><br /><br />Achmad Yani, S.T., M.Kom.<br /><br /></span>Achmad Yani, S.T., M.Kom.http://www.blogger.com/profile/12602678000759969392noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-984572240928159248.post-74296608767471367152010-12-19T16:43:00.007+07:002010-12-28T10:33:31.540+07:00Hadits-Hadits Mawaris<div style="text-align: center;"><span style=";font-family:trebuchet ms;font-size:180%;" ><span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 102, 0);">أحاديث المواريث</span></span><br /></div><div style="text-align: center;"><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255);">oleh<br />Achmad Yani, S.T., M.Kom.</span><br /></div><br />Ketentuan dalam hukum waris Islam yang menyangkut para ahli waris yang berhak mendapat bagian dengan jumlah yang sudah tertentu yang disebut <span style="font-style: italic;">ashhabul-furudh </span>beserta bagian mereka masing-masing dan para ahli waris yang mendapat sisa yang disebut juga dengan <span style="font-style: italic;">‘ashabah </span>sudah ditetapkan dengan jelas di dalam Al-Qur’an dalam ayat-ayat mawaris utama, yaitu Surat An-Nisa’ ayat 11, 12, dan 176. Di samping para ahli waris yang disebutkan dalam ketiga ayat ini, ada juga ahli waris yang belum disebutkan, seperti kakek, nenek, cucu, paman, dan bibi. Para ahli waris ini disebutkan dalam beberapa hadits Nabi SAW. Demikian pula, beberapa ketentuan yang berkaitan dengan hukum waris, seperti orang-orang yang tidak bisa menjadi ahli waris dijelaskan oleh Rasulullah SAW dalam hadits-hadits beliau. Berikut ini diuraikan beberapa hadits Nabi SAW yang berkaitan dengan hukum waris Islam dan menjadi pelengkap sumber hukum waris Islam.<br /><span class="fullpost"><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 0, 204);">1. Hadits No. 1</span><br />Dari Ibnu Abbas RA dari Nabi SAW, beliau bersabda: "Berikanlah faraidh (bagian-bagian yang telah ditentukan) kepada yang berhak, dan selebihnya berikanlah kepada laki-laki dari keturunan laki-laki yang terdekat." (HR Bukhari dan Muslim)<br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);">Kesimpulan atau intisari hadits ini:</span><br />• Dalam pembagian warisan, ahli waris yang mendapat bagian lebih dahulu adalah ahli waris golongan ashhabul-furudh (ahli waris yang bagian mereka sudah tertentu), kemudian kalau ada sisanya baru diberikan kepada ahli waris golongan ‘ashabah (ahli waris penerima sisa).<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 0, 204);">2. Hadits No.2</span><br />Dari Jabir bin Abdullah RA, dia berkata: Janda (dari Sa'ad RA) datang kepada Rasulullah SAW bersama dua orang anak perempuannya. Lalu ia berkata: "Wahai Rasulullah, ini dua orang anak perempuan Sa'ad yang telah syahid pada Perang Uhud. Paman mereka mengambil semua harta peninggalan ayah mereka dan tidak memberikan apa-apa untuk mereka. Keduanya tidak dapat kawin tanpa harta." Nabi SAW bersabda: "Allah akan menetapkan hukum dalam kejadian ini." Kemudian turun ayat-ayat tentang warisan. Nabi SAW memanggil si paman dan berkata: "Berikan dua pertiga untuk dua orang anak Sa'ad, seperdelapan untuk isteri Sa'ad, dan selebihnya ambil untukmu." (HR Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)<br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);">Kesimpulan atau intisari hadits ini:</span><br />• Dalam kasus pembagian warisan yang ahli warisnya terdiri dari dua orang anak perempuan, isteri, dan paman, maka kedua anak perempuan mendapat 2/3 bagian, isteri mendapat 1/8, dan paman menjadi ‘ashabah bin-nafsi yang mendapat sisanya.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 0, 204);">3. Hadits No. 3</span><br />Dari Huzail bin Surahbil RA, dia berkata: Abu Musa RA ditanya tentang kasus kewarisan seorang anak perempuan, anak perempuan dari anak laki-laki, dan seorang saudara perempuan. Abu Musa RA berkata: "Untuk anak perempuan setengah, untuk saudara perempuan setengah. Datanglah kepada Ibnu Mas'ud RA, tentu dia akan mengatakan seperti itu pula." Kemudian ditanyakan kepada Ibnu Mas'ud RA dan dia menjawab: "Saya menetapkan berdasarkan apa yang telah ditetapkan oleh Nabi SAW. Yaitu untuk anak perempuan setengah, untuk cucu perempuan seperenam sebagai pelengkap dua pertiga, sisanya untuk saudara perempuan." (HR Bukhari, Abu Daud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)<br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);">Kesimpulan atau intisari hadits ini:</span><br />• Hadits ini menjadi dasar hukum yang menetapkan hak waris cucu perempuan (dari anak laki-laki) yang mendapat 1/6 bagian jika bersama dengan seorang anak perempuan yang mendapat 1/2 bagian. Sementara itu, saudara perempuan mendapat sisanya (dalam hal ini, saudara perempuan menjadi ‘ashabah ma’al-ghair dengan sebab adanya anak perempuan dan/atau cucu perempuan)<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 0, 204);">4. Hadits No. 4</span><br />Dari Imran bin Husein RA bahwa seorang laki-laki mendatangi Nabi SAW sambil berkata: "Anak dari anak laki-laki saya meninggal dunia, apa yang saya dapat dari harta warisannya?" Nabi SAW bersabda: "Kamu mendapat seperenam." (HR Ahmad, Abu Daud, dan Tirmidzi)<br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);">Kesimpulan atau intisari hadits ini:</span><br />• Hadits ini menjadi dasar hukum yang menetapkan hak waris kakek, yaitu kakek mendapat 1/6 bagian jika cucunya meninggal dengan syarat tidak ada bapak.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 0, 204);">5. Hadits No. 5</span><br />Dari Qabishah bin Dzuaib RA, dia berkata bahwa seorang nenek mandatangi Abu Bakar RA yang meminta warisan dari cucunya. Abu Bakar RA berkata kepadanya: "Saya tidak menemukan sesuatu untukmu dalam Kitab Allah, dan saya tidak mengetahui ada hukum dalam sunnah Nabi SAW. Kembalilah dulu, nanti saya akan bertanya kepada orang lain tentang hal ini." Mughirah bin Syu'bah RA berkata: "Saya pernah menghadiri majelis Nabi SAW yang memberikan hak nenek sebanyak seperenam." Abu Bakar RA berkata: "Apakah ada orang lain selain kamu yang mengetahuinya?" Muhammad bin Maslamah RA berdiri dan berkata seperti yang dikatakan Mughirah RA. Maka akhirnya Abu Bakar RA memberikan hak warisan nenek itu." (HR Tirmidzi, Abu Daud, dan Ibnu Majah)<br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);">Kesimpulan atau intisari hadits ini:</span><br />• Hadits ini menjadi dasar hukum yang menetapkan hak waris nenek, yaitu nenek mendapat 1/6 bagian jika cucunya meninggal dengan syarat tidak ada ibu.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 0, 204);">6. Hadits No. 6</span><br />Dari Usamah bin Zaid RA bahwa Nabi SAW bersabda, "Seorang muslim tidak mewarisi nonmuslim, dan nonmuslim tidak mewarisi seorang muslim." (H.R. Bukhari dan Muslim)<br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);">Kesimpulan atau intisari hadits ini:</span><br />• Hadits ini menjadi dasar hukum yang menetapkan bahwa hak waris-mewarisi tidak terjadi antara dua orang yang berbeda agama.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 0, 204);">7. Hadits No.7</span><br />Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Pembunuh tidak boleh mewarisi." (H.R. Abu Dawud dan Ibnu Majah)<br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);">Kesimpulan atau intisari hadits ini:</span><br />• Hadits ini menjadi dasar hukum yang menetapkan bahwa seorang pembunuh tidak berhak mewarisi orang yang dibunuhnya. Dengan kata lain, hak warisnya menjadi hilang akibat perbuatannya membunuh itu.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 0, 204);">8. Hadits No. 8</span><br />Dari Sa'ad bin Abi Waqqash RA ia berkata: "Saya pernah sakit di Mekkah, sakit yang membawa kematian. Saya dijenguk oleh Nabi SAW. Saya berkata kepada Nabi SAW, 'Ya Rasulullah, saya memiliki harta yang banyak, tidak ada yang akan mewarisi harta kecuali seorang anak perempuan, bolehkah saya sedekahkan dua pertiganya?' Jawab Nabi SAW, 'Tidak.' Saya berkata lagi, 'Bagaimana kalau separuhnya ya Rasulullah?' Jawab Nabi SAW, 'Tidak.' Saya berkata lagi, 'Sepertiga?' Nabi SAW bersabda, 'Ya, sepertiga, dan sepertiga itu sudah banyak. Sesungguhnya jika kamu meninggalkan keluargamu berkecukupan lebih baik daripada meninggalkan mereka berkekurangan, sampai-sampai meminta kepada orang'." (H.R. Bukhari)<br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);">Kesimpulan atau intisari hadits ini:</span><br />• Hadits ini menjadi dasar hukum yang menetapkan bahwa wasiat dibatasi hanya sampai sepertiga (1/3) dari jumlah harta peninggalan, karena sepertiga itu sudah banyak, dan mewasiatkan harta melebihi jumlah ini akan mengurangi penerimaan para ahli waris yang berhak mendapat bagian.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 0, 204);">9. Hadits No. 9</span><br />Dari 'Amr bin Muslim dari Thawus dari 'Aisyah RA ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: "Saudara laki-laki ibu menjadi ahli waris bagi yang tidak ada ahli warisnya." (H.R. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)<br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);">Kesimpulan atau intisari hadits ini:</span><br />• Saudara laki-laki dari ibu (yaitu bibi) juga termasuk ahli waris, tetapi golongan dzawil-arham, yang mendapat bagian jika tidak ada ahli waris golongan ashhabul-furudh dan ‘ashabah.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 0, 204);">10. Hadits No. 10</span><br />Dari Abu Hurairah RA dari Nabi SAW beliau bersabda: "Saya adalah lebih utama bagi seorang mukmin daripada diri mereka sendiri. Barangsiapa yang meninggal dan mempunyai utang dan tidak meninggalkan harta untuk membayarnya, maka sayalah yang akan melunasinya. Barangsiapa yang meninggalkan harta, maka harta itu adalah untuk ahli warisnya." (H.R. Bukhari dan Muslim)<br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);">Kesimpulan atau intisari hadits ini:</span><br />• Rasulullah SAW semasa hidup beliau telah bersedia menjadi orang yang bertanggung jawab melunasi utang orang yang mati dalam keadaan tidak mempunyai harta untuk membayarnya.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 0, 204);">11. Hadits No. 11</span><br />Dari Jabir bin Abdullah dan Miswar bin Makhramah, mereka berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Seorang bayi tidak berhak menerima warisan kecuali ia lahir dalam keadaan bergerak dengan jelas. Gerakannya diketaui dari tangis, teriakan, atau bersin." (H.R. Ibnu Majah)<br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);">Kesimpulan atau intisari hadits ini:</span><br />• Bayi yang baru lahir dalam keadaan hidup berhak mendapatkan harta warisan.<br /><br />Demikianlah beberapa hadits Nabi SAW yang dapat dijadikan sebagai pelengkap sumber hukum waris Islam setelah Al-Qur’an. Dari ayat-ayat mawaris dan hadits-hadits mawaris, maka para ulama telah menyusun satu cabang ilmu dalam agama Islam yang diberi nama Ilmu Faraidh atau Ilmu Mawaris yang menjadi pedoman bagi umat Islam untuk melaksanakan pembagian harta warisan sesuai dengan petunjuk Allah SWT dan bimbingan Rasulullah SAW.<br /><br /><span style="font-style: italic;">Wallahu a’lamu bishshawab.</span><br /><span style="font-style: italic;">Wassalam,</span><br /><br />Achmad Yani, S.T., M.Kom.<br /><br /></span>Achmad Yani, S.T., M.Kom.http://www.blogger.com/profile/12602678000759969392noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-984572240928159248.post-12956725706702760802010-12-07T08:11:00.002+07:002010-12-07T08:36:27.401+07:00Selamat Tahun Baru 1 Muharram 1432 Hijriyah<span style="color: rgb(255, 0, 0);" class="fullpost"><br /></span><div style="text-align: center; font-family: lucida grande; color: rgb(255, 0, 0); font-weight: bold;"><span class="fullpost" style="font-size:130%;">ِالسلام عليكم ورحمة الله وبركاته<br /><br /></span></div><div style="text-align: center;"><span class="fullpost">Alhamdulillah, hari ini tepat tanggal 1 Muharram 1432 H. Kepada semua pembaca setia blog ini, saya mengucapkan </span><br /><br /></div><div style="text-align: center;"><span class="fullpost"><span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 0, 204);">Selamat Tahun Baru Hijriyah</span><br /><br /><span style="font-family: times new roman; font-weight: bold; color: rgb(0, 153, 0);font-size:180%;" >كلّ عَامٍ وأنتم بخير</span><br /><br />Semoga dengan semangat tahun baru hijriyah, kita semua hijrah menuju kehidupan yang lebih baik, untuk urusan dunia maupun urusan akhirat. Amin<br /><br />Wassalam,<br /><br /><br />Achmad Yani<br /></span></div>Achmad Yani, S.T., M.Kom.http://www.blogger.com/profile/12602678000759969392noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-984572240928159248.post-66719200081740664692010-11-16T13:46:00.005+07:002010-11-24T16:59:32.877+07:00Ayat-Ayat Mawaris<div style="text-align: center;"><span style="color: rgb(0, 153, 0); font-weight: bold;font-size:180%;" ><span style="color: rgb(51, 102, 102);font-size:100%;" ></span></span><span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 153, 0);font-size:180%;" ><span style="font-family:verdana;">آيات المواريث</span></span><br /><br /></div><div style="text-align: center;"><span style="color: rgb(102, 51, 255); font-weight: bold;">oleh</span><br /><span style="color: rgb(102, 51, 255); font-weight: bold;">Achmad Yani, S.T., M.Kom.</span><br /></div><br />Ketentuan atau hukum atau aturan tentang pembagian harta warisan adalah satu-satunya ketentuan hukum syariat yang dirinci secara langsung oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an, tidak seperti ketentuan tentang hukum syariat lainnya, misalnya ketentuan tentang shalat, zakat, puasa, dan haji. Sebagai contoh, meskipun di dalam Al-Qur’an ada perintah tentang shalat, ketentuan tentang cara-cara shalat tidak dijelaskan langsung di dalam ayat-ayat Al-Qur’an, tetapi dijelaskan oleh Nabi SAW melalui hadits-hadits beliau.<br /><br />Adapun ayat-ayat Al-Qur’an yang menjadi sumber bagi hukum waris Islam secara garis besarnya dapat dibagi atas dua kelompok, yaitu ayat-ayat mawaris utama, dan ayat-ayat mawaris tambahan. Ayat-ayat mawaris utama menyebutkan secara rinci para ahli waris dan bagian mereka masing-masing yang dinyatakan dalam enam macam angka pecahan, yaitu 1/2, 1/4, 1/8, 2/3, 1/3, dan 1/6. Sementara itu, ayat-ayat mawaris tambahan hanya memberikan ketentuan umum yang berkaitan dengan pembagian warisan, tetapi tidak memberikan rinciannya.<br /><br /><span class="fullpost"><span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 153, 0);">A. Ayat-ayat Mawaris Utama</span><br />Ayat-ayat mawaris utama hanya ada tiga ayat di dalam Al-Qur’an, yang ketiganya berada dalam Surat An-Nisa’, yaitu ayat 11, 12, dan 176. Terjemahan ketiga ayat ini adalah sebagai berikut:<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 51, 255);">1. Q.S. An-Nisa’ ayat 11:</span><br />“Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separuh harta. Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”<br />Kesimpulan atau intisari yang dapat diambil dari ayat ini adalah sebagai berikut:<br /></span><br /><span class="fullpost">Bagian anak perempuan:</span><br /><span class="fullpost"> 1/2 jika seorang</span><br /><span class="fullpost"> 2/3 jika dua orang atau lebih<br /> 'ushubah (sisa) jika bersama dengan anak laki-laki<br />Bagian anak laki-laki:<br /> 'ushubah (sisa)<br />Bagian ibu:<br /> 1/6 jika si mayit mempunyai anak atau dua orang saudara atau lebih<br /> 1/3 jika si mayit tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai dua orang saudara atau lebih<br /> 1/3 dari sisa (dalam masalah gharrawain yang ahli warisnya terdiri dari suami atau isteri, ibu, dan bapak)<br />Bagian bapak:<br /> 1/6 jika si mayit mempunyai anak laki-laki<br /> 'ushubah (sisa) jika si mayit tidak mempunyai anak laki-laki<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 51, 255);">2. Q.S. An-Nisa’ ayat 12:</span><br />“Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.”<br />Kesimpulan atau intisari yang dapat diambil dari ayat ini adalah sebagai berikut:<br />Bagian suami:<br /> 1/2 jika si mayit tidak mempunyai anak<br /> 1/4 jika si mayit mempunyai anak<br />Bagian isteri:<br /> 1/4 jika si mayit tidak mempunyai anak<br /> 1/8 jika si mayit mempunyai anak<br />Bagian saudara laki-laki/perempuan seibu (kasus kalalah):<br /> 1/6 jika seorang<br /> 1/3 dibagi rata jika dua orang atau lebih<br />(Catatan: kalalah adalah seseorang yang wafat tanpa meninggalkan bapak dan anak)<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 51, 255);">3. Q.S. An-Nisa’ ayat 176:</span><br />“Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu) jika seseorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan) jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari gabungan) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”<br />Kesimpulan atau intisari yang dapat diambil dari ayat ini adalah sebagai berikut:<br />Bagian saudara perempuan kandung atau sebapak (kasus kalalah):<br /> 1/2 jika seorang<br /> 2/3 jika dua orang atau lebih<br /> 'ushubah (sisa) jika bersama saudara laki-laki kandung atau sebapak<br />Bagian saudara laki-laki kandung atau sebapak (kasus kalalah):<br /> 'ushubah (sisa)<br /><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0); font-weight: bold;">B. Ayat-ayat Mawaris Tambahan</span><br />Beberapa ayat yang dapat dianggap sebagai ayat-ayat mawaris tambahan terdapat di beberapa surat, antara lain An-Nisa’, Al-Anfal, dan Al-Ahzab. Berikut ini terjemahan untuk masing-masing ayat itu.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 51, 255);">1. Q.S. An-Nisa’ ayat 7:</span><br />“Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.”<br />Kesimpulan atau intisari ayat ini:<br /> Laki-laki dan wanita (baik masih kecil maupun sudah dewasa, baik kuat berjuang maupun tidak) sama-sama mempunyai hak untuk mendapatkan harta warisan meskipun dengan jumlah bagian yang tidak sama.<br /> Ayat ini sekaligus menghapus ketentuan warisan pada masa jahiliyah yang memberikan harta warisan kepada orang laki-laki saja, ditambah lagi dengan syarat harus sudah dewasa dan kuat berjuang (berperang)<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 51, 255);">2. Q.S. An-Nisa’ ayat 8:</span><br />“Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik.”<br />Kesimpulan atau intisari ayat ini:<br /> Ayat ini memberikan anjuran kepada keluarga yang melaksanakan pembagian harta warisan agar memperhatikan kerabat (yang tidak memperoleh harta warisan), anak yatim, dan orang miskin serta memberikan sebagian (sekedarnya) dari harta warisan kepada mereka sehingga mereka tidak berkecil hati atas pembagian harta itu.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 51, 255);">3. Q.S. An-Nisa’ ayat 9:</span><br />“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”<br />Kesimpulan atau intisari ayat ini:<br /> Ayat ini memberikan tuntunan kepada orang-orang yang memiliki harta agar sebelum wafat memperhatikan kesejahteraan anak keturunan mereka, misalnya dengan mengutamakan pemberian harta warisan kepada anak daripada pemberian wasiat kepada orang lain, sehingga kebutuhan dan kesejahteraan anak nantinya dapat dipenuhi dengan layak.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 51, 255);">4. Q.S. An-Nisa’ ayat 10:</span><br />“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zhalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).”<br />Kesimpulan atau intisari ayat ini:<br /> Ayat ini memberikan tuntunan kepada kerabat dari yang meninggal agar anak-anak yang ditinggalkan oleh orang tua mereka, terutama yang masih belum baligh (masih kanak-kanak) hendaklah bagian mereka disimpan dan dijaga sebaik-baiknya supaya mereka (anak-anak yatim itu) nantinya dapat menggunakan harta warisan yang menjadi hak mereka dari orang tua mereka, bukan malah sebaliknya memakan harta anak yatim itu secara zhalim.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 51, 255);">5. Q.S. An-Nisa’ ayat 13:</span><br />“(Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barangsiapa ta`at kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar.”<br />Kesimpulan atau intisari ayat ini:<br /> Ayat ini memberikan janji balasan Allah atas orang-orang yang melaksanakan hukum waris (membagi harta warisan) sesuai dengan ketentuan Allah dan Rasul-Nya, yaitu berupa surga di akhirat kelak.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 51, 255);">6. Q.S. An-Nisa’ ayat 14:</span><br />“Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.”<br />Kesimpulan atau intisari ayat ini:<br /> Ayat ini memberikan ancaman Allah atas orang-orang yang membagi harta warisan tidak sesuai dengan ketentuan Allah dan Rasul-Nya, yaitu berupa neraka di akhirat kelak.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 51, 255);">7. Q.S. An-Nisa’ ayat 19:</span><br />“Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa…”<br />Kesimpulan atau intisari ayat ini:<br /> Ayat ini menghapus adat jahiliyah yang menjadikan wanita sebagai harta warisan, karena pada masa jahiliyah apabila seorang laki-laki meninggal dunia, maka anaknya yang tertua atau anggota keluarganya yang lain mewarisi janda itu. Janda tersebut boleh dikawini sendiri atau dikawinkan dengan orang lain yang maharnya diambil oleh keluarga pewaris atau tidak dibolehkan kawin lagi.<br /> Ayat ini tidak menunjukkan bahwa mewariskan wanita tidak dengan jalan paksa dibolehkan. Dengan demikian, maka tidak diperbolehkan lagi wanita dijadikan sebagai harta warisan dari suaminya yang meninggal lebih dahulu.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 51, 255);">8. Q.S. An-Nisa’ ayat 33:</span><br />“Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu-bapak dan karib kerabat, Kami jadikan pewaris-pewarisnya. Dan (jika ada) orang-orang yang kamu telah bersumpah setia dengan mereka, maka berilah kepada mereka bahagiannya. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu.”<br />Kesimpulan atau intisari ayat ini:<br /> Ayat ini pada awalnya merupakan dasar hukum yang membolehkan adanya hak waris-mewarisi antara dua orang yang melakukan sumpah-setia (muhalafah) pada masa jahiliyah, tetapi kemudian menurut sebagian ahli tafsir ayat ini dinasakh (dihapus) dengan turunnya Surat Al-Anfal ayat 75 sehingga muhalafah tidak bisa lagi dijadikan salah satu sebab mewarisi.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 51, 255);">9. Q.S. An-Nisa’ ayat 127:</span><br />“Dan mereka minta fatwa kepadamu tentang para wanita. Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang mereka, dan apa yang dibacakan kepadamu dalam Al Quran (yaitu Surat An-Nisa’ ayat 2 dan 3), (juga memfatwakan) tentang para wanita yatim yang kamu tidak memberikan kepada mereka apa-apa yang ditetapkan untuk mereka (yaitu harta warisan dan mahar), sedang kamu ingin mengawini mereka, dan tentang anak-anak yang masih dipandang lemah. Dan (Allah menyuruh kamu) supaya kamu mengurus anak-anak yatim secara adil. Dan kebajikan apa saja yang kamu kerjakan, maka Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui atas hal itu.”<br />Kesimpulan atau intisari ayat ini:<br /> Dalam ayat ini dijelaskan bahwa wanita juga mendapat bagian harta warisan secara pasti, sedikit atau banyak. Dengan demikian, wanita juga bisa menjadi ahli waris, sema seperti laki-laki.<br /> Menurut adat Arab Jahiliyah seorang wali berkuasa atas wanita yatim yang dalam asuhannya dan berkuasa akan hartanya. Jika wanita yatim itu cantik dikawini dan diambil hartanya. Jika wanita itu buruk rupanya, dihalanginya kawin dengan laki-laki yang lain supaya dia tetap dapat menguasai hartanya. Kebiasaan di atas dilarang melakukannya oleh ayat ini.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 51, 255);">10. Q.S. An-Anfal ayat 72:</span><br />“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertoIongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi (menjadi wali). Dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”<br />Kesimpulan atau intisari ayat ini:<br /> Yang dimaksud lindung-melindungi ialah: di antara muhajirin dan anshar terjalin persaudaraan yang amat teguh (disebut muakhkhah), untuk membentuk masyarakat yang baik. Demikian keteguhan dan keakraban persaudaraan mereka itu, sehingga pada pemulaan Islam mereka waris-mewarisi seakan-akan mereka bersaudara kandung.<br /> Ayat ini pada mulanya menjadi dasar hukum yang menjadikan hijrah dan muakhkhah (persaudaraan antara muhajirin dan anshar) sebagai sebab waris-mewarisi.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 51, 255);">11. Q.S. An-Anfal ayat 75:</span><br />“Dan orang-orang yang beriman sesudah itu kemudian berhijrah serta berjihad bersamamu, maka orang-orang itu termasuk golonganmu (juga). Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”<br />Kesimpulan atau intisari ayat ini:<br /> Ayat ini menjelaskan bahwa salah satu yang menjadi dasar (sebab) waris-mewarisi dalam Islam ialah hubungan kerabat, bukan hubungan persaudaraan keagamaan sebagaimana yang terjadi antara muhajirin dan anshar pada permulaan Islam.<br /> Ayat ini sekaligus menasakh (menghapus) ketentuan dalam Q.S. Al-Anfal ayat 72 sehingga hijrah dan muakhkhah (persaudaraan antara muhajirin dan anshar) tidak dijadikan lagi sebagai sebab waris-mewarisi.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 51, 255);">12. Q.S. An-Ahzab ayat 4 - 5:</span><br />“Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya; dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar). Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; Itulah yang lebih adil pada sisi Allah. Dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”<br />Kesimpulan atau intisari ayat ini:<br /> Ayat ini menegaskan bahwa status hukum anak angkat tidak sama dengan anak kandung, seperti halnya status hukum isteri tidak sama dengan ibu. Dengan demikian, dalam hal kewarisan, maka anak angkat tidak mendapat hak waris atas harta peninggalan orang tua angkatnya. Jadi ayat ini melarang untuk menyamakan anak angkat dengan anak kandung.<br /> Ayat ini sekaligus menasakh (menghapus) ketentuan pembagian warisan pada masa jahiliyah yang menjadikan status anak angkat sama dengan status anak kandung dalam pembagian warisan.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 51, 255);">13. Q.S. An-Ahzab ayat 40:</span><br />“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”<br />Kesimpulan atau intisari ayat ini:<br /> Dalam ayat ini dinyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW bukanlah ayah dari salah seorang sahabat. Dengan demikian, bekas isteri Zaid dapat dinikahi oleh Rasulullah SAW karena Zaid adalah anak angkat Rasulullah SAW. Seandainya Zaid sebagai anak angkat Rasulullah SAW disamakan statusnya dengan anak kandung, maka Rasulullah SAW tidak boleh menikahi mantan isteri Zaid. Demikian pula halnya kalau anak angkat dijadikan sebagai anak kandung, maka akan membawa pengaruh terhadap pembagian warisan.<br /> Seperti juga Q.S. Al-Ahzab ayat 4-5, ayat ini menasakh (menghapus) ketentuan pembagian warisan pada masa jahiliyah yang menjadikan status anak angkat sama dengan status anak kandung dalam pembagian warisan.<br /><br /></span>Achmad Yani, S.T., M.Kom.http://www.blogger.com/profile/12602678000759969392noreply@blogger.com24tag:blogger.com,1999:blog-984572240928159248.post-30545087049735734902010-11-16T11:51:00.005+07:002010-11-24T17:04:41.043+07:00Kontribusi Umar bin Khattab RA dalam Hukum Waris Islamoleh<br /><span style="color: rgb(102, 0, 204);">Achmad Yani, S.T., M.Kom.</span><br /><br />Sejarah mencatat bahwa di antara sahabat Nabi SAW yang dinyatakan sebagai ahli dalam ilmu faraidh (ilmu tentang hukum waris Islam) adalah Zaid bin Tsabit RA yang merupakan pencatat ayat Al-Qur’an ketika turun semasa Nabi Muhammad SAW, Ali bin Abi Thalib RA, dan Ibnu Mas’ud RA. Meskipun Umar bin Khattab RA tidak termasuk dalam deretan pakar ilmu faraidh, banyak pemikiran beliau tentang cara penyelesaian masalah waris yang sejalan dengan Zaid bin Tsabit RA.<br /><br />Ada dua kasus masalah kewarisan yang merupakan hasil ijtihad Umar RA diambil sebagai pendapat jumhur ulama dan digunakan sampai saat ini. Kedua masalah waris ini sudah sangat terkenal dan memenuhi rasa keadilan. Kedua masalah itu adalah<br /><span style="font-weight: bold;">• Masalah Gharrawain</span><br /><span style="font-weight: bold;">• Masalah Musyarrakah</span><br /><span class="fullpost"><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 0, 204);">1. Masalah </span><span style="font-style: italic; font-weight: bold; color: rgb(102, 0, 204);">Gharrawain</span><br />Masalah <span style="font-style: italic;">gharrawain </span>adalah dua macam kasus kewarisan yang ahli warisnya terdiri dari <span style="color: rgb(0, 102, 0); font-weight: bold;">(1) suami, ibu, dan bapak dan (2) isteri, ibu, dan bapak. </span>Kedua kasus ini disebut <span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">al-gharrawain</span>, yaitu bentuk <span style="font-style: italic;">tatsniyah</span> (ganda) dari kata <span style="font-style: italic;">gharra’</span> karena dua masalah ini sangat populer bagaikan dua bintang yang cemerlang. Kedua masalah ini sering juga disebut <span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">‘umariyyatain</span>, karena merupakan hasil ijtihad dari Umar bin Khattab RA. Dan juga, karena tidak ada yang menandinginya, kedua masalah ini dinamakan juga <span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">gharibatain. </span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);"> </span>Berdasarkan keputusan Umar bin Khattab RA, pada kedua macam susunan ahli waris ini, <span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 0, 204);">bagian untuk ibu adalah 1/3 dari sisa setelah diberikan kepada suami atau isteri,</span> <span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">bukan 1/3 dari seluruh harta warisan. </span>Dengan demikian, bagian untuk masing-masing ahli waris adalah sebagai berikut:<br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);"><br />(a) Kasus I</span><br /> Ahli Waris<spacer size="10">Bagian<br /> Suami 1/2<br /> Ibu <span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 0, 153);">1/3 dari Sisa </span>= 1/3 x 1/2 = <span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 0, 153);">1/6</span><br /> Bapak 2/3 dari Sisa = 2/3 x 1/2 = 1/3<br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">(b) Kasus II</span><br /> Ahli Waris Bagian<br /> Isteri 1/4<br /> Ibu <span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 0, 153);">1/3 dari Sisa</span> = 1/3 x 3/4 = <span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 0, 153);">1/4</span><br /> Bapak 2/3 dari Sisa = 2/3 x 3/4 = 2/4<br /><br />Kedua kasus kewarisan ini pertama kali timbul pada masa Khalifah Umar bin Khattab RA, dan menimbulkan dua pendapat utama untuk menyelesaikannya, yaitu<br /><span style="color: rgb(0, 0, 153); font-weight: bold;">(a) Pendapat Zaid bin Tsabit RA</span>, yang disetujui oleh mayoritas sahabat dan dijadikan keputusan oleh Umar bin Khattab RA, menetapkan bahwa bagian ibu adalah sepertiga (1/3) dari sisa harta warisan setelah diberikan kepada suami (dalam kasus I) atau isteri (dalam kasus II).<br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 0, 153);">(b) Pendapat Abdullah bin Abbas RA</span>, yang ditolak oleh mayoritas sahabat, menyatakan bahwa bagian ibu adalah sepertiga (1/3) dari seluruh harta warisan.<br /><br />Ketika Ibnu Abbas RA mempertanyakan landasan hukum memberikan bagian ibu 1/3 dari sisa, Zaid bin Tsabit RA menjawab bahwa Al-Qur’an tidak pernah memberikan bagian sebanyak 1/3 dari seluruh harta warisan kepada ibu jika ia bersama-sama dengan suami atau isteri. Al-Qur’an memberikan bagian sebanyak 1/3 dari seluruh harta warisan kepada ibu jika ahli warisnya hanya terdiri dari bapak dan ibu, sebagaimana firman Allah <span style="color: rgb(0, 102, 0);font-size:180%;" >وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ</span> yang artinya <span style="color: rgb(0, 102, 0); font-weight: bold; font-style: italic;">“dan ia (si mayit) diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja).”</span><br /><br />Selanjutnya, dengan memberikan 1/3 sisa harta kepada ibu, maka perbandingan bagian bapak dengan ibu adalah 2:1, yang sesuai pula dengan kaidah mawaris bahwa perbandingan bagian laki-laki dengan perempuan adalah 2:1 manakala keduanya sederajat.<br /><br />Di antara dua pendapat ini, yang paling shahih dan kuat adalah pendapat pertama yang akhirnya dijadikan keputusan oleh Umar bin Khattab RA. Pendapat inilah yang diikuti oleh jumhur (sebagian besar) ulama. Sebenarnya, bagian yang diterima ibu dalam kedua kasus ini adalah 1/6 bagian (kasus I) dan 1/4 bagian (kasus II) dari seluruh harta warisan, bukan 1/3. Adapun istilah sepertiga (1/3) tetap dipertahankan (meskipun sebenarnya adalah sepertiga dari sisa) untuk menunjukkan adab (penghormatan) terhadap kitab suci Al-Qur’an yang menyebutkan demikian. Karena telah menjadi ijma’ terhadap pendapat jumhur ulama, maka tidak ada gunanya diperselisihkan lagi. Pendapat jumhur ini pula yang akhirnya diadopsi ke dalam <span style="font-style: italic;">Qanun Al-Mawarits </span>(Kitab Undang-Undang Hukum Waris) Nomor 77 Tahun 1943 di Mesir pada Pasal 14, dan juga ke dalam Buku Kedua dari Kompilasi Hukum Islam di Indonesia pada Pasal 178 ayat (2).<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 0, 204);">2. Masalah <span style="font-style: italic;">Musyarrakah</span></span><br />Menurut kaidah ilmu faraidh, warisan pertama sekali dibagikan kepada ahli waris golongan <span style="font-style: italic;">ashhabul-furudh</span> (yang bagiannya sudah tertentu/tetap/jelas/pasti), kemudian sisanya (kalau masih ada) dibagikan kepada ahli waris golongan <span style="font-style: italic;">‘ashabah</span> (penerima sisa). Akan tetapi, terdapat kasus atau masalah yang penyelesaiannya menyimpang dari kaidah ini. Dan masalah ini menimbulkan perbedaan pendapat di kalangan sahabat, tabi’in, dan para imam mujtahid. Masalah ini disebut masalah <span style="font-style: italic; font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">musyarrakah</span>.<br /><br />Secara umum, masalah musyarrakah terjadi jika seorang perempuan wafat dengan meninggalkan ahli waris dengan susunan sebagai berikut:<br />(a) <span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 0, 153);">Suami</span><br />(b) <span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 0, 153);">Ibu atau nenek</span><br />(c) <span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 0, 153);">Dua orang atau lebih saudara seibu</span> (laki-laki saja, atau perempuan saja, atau gabungan laki-laki dan perempuan)<br />(d) <span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 0, 153);">Saudara laki-laki kandung</span> (seorang diri, atau bersama saudara laki-laki kandung yang lain, atau bersama saudara perempuan kandung)<br /><br />Sesuai dengan kaidah yang disebutkan di depan, maka ahli waris (a), (b), dan (c) merupakan ahli waris golongan <span style="font-style: italic;">ashhabul-furudh</span> yang bagian mereka masing-masing sudah jelas, yaitu 1/2, 1/6, dan 1/3. Kalau warisan dibagikan kepada tiga macam ahli waris ini, maka tidak akan ada lagi sisa. Sementara itu, ahli waris (d) dalam hal ini adalah sebagai <span style="font-style: italic;">‘ashabah</span> (penerima sisa), tetapi tidak mendapat apa-apa lagi karena sisanya sudah dihabiskan oleh (a), (b), dan (c). Dari sini timbul <span style="font-weight: bold; color: rgb(153, 51, 0);">“keanehan”</span> karena saudara kandung, yang nyata-nyata memiliki hubungan kekerabatan yang lebih dekat/kuat dibanding saudara seibu saja, ternyata tidak mendapat bagian sedikit pun.<br /><br />Masalah ini dinamakan <span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">musyarrakah </span>(atau <span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">musytarakah</span>) yang artinya digabungkan (disekutukan), dan disebut juga masalah <span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">musyarrikah </span>yang artinya menggabungkan (menyekutukan) karena <span style="color: rgb(0, 102, 0);">saudara kandung bersekutu (atau menyekutukan diri) dengan saudara seibu dalam menerima warisan</span>. Dan karena penyelesaiannya pertama sekali diputuskan oleh Umar bin Khattab RA, maka masalah ini kadang-kadang disebut juga masalah <span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">‘Umariyyah</span>, di samping juga dinamakan masalah <span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">himariyyah</span>, <span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">hajariyyah</span>, dan <span style="font-style: italic; color: rgb(255, 0, 0);">yammiyyah</span>.<br /><br />Penamaan masalah musyarrakah seperti itu adalah karena menurut riwayat, masalah ini pertama sekali diajukan seseorang kepada Khalifah Umar bin Khattab RA. Pada mulanya, beliau memutuskan bahwa saudara kandung, yaitu ahli waris (d), tidak mendapat bagian sama sekali. Tetapi kemudian keputusan beliau diprotes oleh orang-orang yang merasa dirugikan (yaitu saudara kandung) dengan mengatakan, <span style="color: rgb(102, 0, 204);">“Wahai Amirul Mukminin, andaikata bapak kami itu seekor keledai (himar) atau sebuah batu (hajar) yang dilemparkan ke laut (yamm), bukankah kami ini berasal dari ibu yang satu (sama) dengan saudara-saudara seibu?”</span> Atas protes tersebut, maka Umar RA mengubah keputusannya dengan cara <span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 102, 0);">menggabungkan mereka (saudara seibu dan saudara kandung) sebagai satu kelompok ahli waris yang memperoleh 1/3 bagian, dan bagian ini dibagi rata di antara mereka semua tanpa memperhatikan jenis kelamin dengan menganggap mereka semuanya sebagai saudara-saudara seibu</span>. Perlu diingat kembali bahwa bagian untuk saudara seibu (laki-laki atau perempuan dalam hal ini dianggap sama) menurut Al-Qur’an adalah 1/6 jika seorang diri, dan berbagi dalam 1/3 bagian jika lebih dari seorang. <span style="font-weight: bold;">(Lihat Q.S. An-Nisa’ ayat 12).</span><br /><br />Pendapat Umar bin Khattab RA yang terakhir ini diikuti oleh Imam Malik, Imam Syafii, dan Imam Ishaq bin Rahawaih dengan alasan bahwa bagian saudara-saudara kandung itu identik dengan bagian saudara-saudara seibu karena adanya persamaan jurusan dan kekerabatan. Oleh karena mereka semuanya adalah anak-anak ibu dan kerabat bapak, maka tidaklah layak sekiranya sebagian dari mereka dapat menggugurkan (hak waris) sebagian yang lain tanpa mempunyai kelebihan daripada yang lain. Kitab Undang-Undang Hukum Waris Nomor 77 Tahun 1943 di Mesir memilih pendapat ini, dan mencantumkannya dalam Pasal 10.<br /><br />Sementara itu, segolongan sahabat seperti Ali bin Abi Thalib RA, Ibnu Mas’ud RA, Ibnu Abbas RA, dan Ubay bin Ka’ab RA berpendirian seperti pendapat (keputusan) Umar bin Khattab RA yang pertama sebelum diubah. Pendapat ini kemudian diikuti oleh Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad, dan Ibnu Qudamah.<br /><br />Dari kedua masalah yang telah dibahas di depan, jelaslah peran seorang khalifah dalam menyelesaikan perselisihan pembagian harta warisan. Kedua masalah ini sudah demikian terkenal dalam ilmu faraidh, dan keduanya telah diputuskan penyelesaiannya oleh Umar bin Khattab RA, dan dijadikan pegangan oleh jumhur ulama sampai sekarang.<br /><br />Demikianlah sepintas uraian tentang kepiawaian Umar bin Khattab RA dalam menyelesaikan permasalahan kewarisan. Kontribusi beliau ini sangat berharga bagi hukum waris Islam yang diterapkan oleh sebagian besar ulama masa lalu dan masa kini.<br /><span style="font-style: italic;"><br />Wallahu a’lamu bishshawab.</span><br /><br />Wassalam,<br /><br /><br />Achmad Yani<br /></span>Achmad Yani, S.T., M.Kom.http://www.blogger.com/profile/12602678000759969392noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-984572240928159248.post-77106540374260863662010-11-16T08:23:00.002+07:002010-11-16T08:52:31.549+07:00Tanya Jawab (7)Ada pertanyaan lagi nih...<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">Pertanyaan:</span><br /><br />Ass. Wr.Wb. mohon bantuan bapak atas kondisi keluarga kami. ayah saya meninggal th 1976, dengan seorang istri,5 anak perempuan,2 laki2 dan 1 anak perempuan dari istri yg lain yg telah dicerai sebelum beliau meninggal. ayah meninggalkan satu2nya harta yg dia punya yaitu sebuah rumah yang kami tempati bersama hingga kini. rumah tsb dibangun oleh ayah dan ibu saya dari 0, sejak mereka tidak punya apa2. pertanyaan saya; jika rumah ini dijual, berapakah bagian ibu saya? apa tetap 1/8 atau hasil penjualan rumah tsb. dibagi 2 dulu, kemudian dari yang setengahnya ibu akan mendapat warisan dari ayah saya sebesar 1/8? apakah bagian dari anak lain ibu tsb dibagi dari porsi ayah saya saja atau bagaimana? terima kasih atas perhatian bapak untuk membaca nasalah ini dan semoga bapak berkenan menjawab pertanyaan ini. wass.<br /><br />Senin, 15 November, 2010<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(102, 0, 204);">Jawaban:</span><br /><span class="fullpost"><br />Wa'alaikum salam wr. wb.<br /><br />Alhamdulillah, dan shalawat serta salam atas Rasulullah SAW.<br /><br />Sebelumnya saya ucapkan terima kasih atas kunjungan di blog saya yang<br />sederhana. Mudah-mudahan blog itu bermanfaat bagi umat dan siapa saja yang mengaksesnya. Sesuai dengan janji saya, maka setiap pertanyaan insyaallah akan saya jawab semampu saya. Jadi tentu saja saya tidak keberatan untuk menjawab pertanyaan Anda.<br /><br />Pertama sekali, perlu saya informasikan bahwa dalam pembagian harta warisan menurut hukum waris Islam, harta yang akan dibagi adalah harus harta milik almarhum pribadi yang tidak bercampur dengan harta orang lain. Ini berarti bahwa sebelum harta itu dibagikan, jika harta itu dimiliki oleh lebih dari satu orang, maka terlebih dahulu dari harta tadi harus ditentukan dan dipilah mana yang memang hak milik pribadi dari almarhum. Kalau sudah jelas atau sudah dipisahkan kepemilikan orang lain dalam harta tadi, barulah harta yang murni milik almarhum bisa dibagikan. Yang sering menjadi masalah adalah bagaimana cara memilahnya, berapa bagian dan bagian mana yang murni milik almarhum sampai sebelum ia meninggal?<br /><br />Sekarang saya uraikan penjelasan tentang status kepemilikan rumah yang Anda tempati sekarang. Adapun rumah yang ditempati bersama dan pada awalnya dibangun oleh kedua orang tua Anda (ayah dan ibu Anda), maka status kepemilikannya tentu saya tidak bisa menjawabnya langsung sekarang, misalnya bagian ibu dan ayah Anda masing-masing 50% dari nilai jualnya sekarang. Tetapi saran saya adalah untuk menentukan kepemilikan rumah itu, bisa dimulai dari bertanya kepada ibu Anda, apakah pada saat pembangunan<br />rumah itu mungkin ibu Anda pernah membuat semacam perjanjian atau kesepakatan dengan almarhum ayah Anda, meskipun secara tidak tertulis, tentang berapa besar saham atau bagian masing-masing dari rumah itu, sehingga ini dapat dijadikan acuan untuk memilah kepemilikan rumah tadi yang menurut informasi Anda, adalah hasil jerih payah ibu dan ayah Anda.<br /><br />Kalau sudah didapat keputusan yang jelas tentang hal itu, yaitu kepemilikan rumah, dan ini tetap harus diusahakan, berarti sudah jelas bagian atau saham dari masing-masing pemilik rumah itu. Berapapun bagian masing-masing atas rumah tadi, maka selanjutnya yang akan dibagikan sebagai harta warisan, dalam hal ini kepada isteri dan anak2 laki2 serta anak2 perempuan almarhum, adalah bagian almarhum ayah Anda saja yang sudah jelas tidak bercampur lagi dengan harta ibu.<br /><br />Dengan menganggap status kepemilikan rumah tadi sudah jelas, yaitu sudah jelas bagian ibu dan bagian bapak, maka untuk pertanyaan Anda, dapat saya jawab sebagai berikut:<br /><br />1. Sebagai ahli waris, maka ibu Anda (yaitu isteri dari almarhum) mendapat 1/8 bagian dari bagian yang menjadi hak almarhum ayah Anda dari penjualan rumah, bukan 1/8 dari hasil penjualan rumah seluruhnya.<br /><br />2. Anak ayah Anda dari isteri yang lain statusnya sama dengan Anda, karena dia adalah juga anak kandung dari ayah Anda. Berarti bagiannya juga sama dengan bagian yang akan Anda dapatkan. Supaya lebih jelas, maka bagian untuk para ahli waris dari almarhum ayah Anda adalah sebagai berikut:<br /><br /> <span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 102, 0);">Isteri: </span>mendapat <span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 0, 153);">1/8 bagian</span><br /> <span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 102, 0);">Anak laki2 (2 orang): </span>mendapat <span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 0, 153);">4/10 bagian dari Sisa </span>= 4/10 x 7/8 bagian = 28/80 bagian; jadi <span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 0, 153);">masing2 anak laki2 mendapat 14/80 bagian.</span><br /> <span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 102, 0);">Anak perempuan (6 orang): </span>mendapat <span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 0, 153);">6/10 bagian dari Sisa </span>= 6/10 x 7/8 bagian = 42/80 bagian; jadi <span style="font-weight: bold; color: rgb(0, 0, 153);">masing2 anak perempuan mendapat 7/80 bagian.</span><br /><br />Sekali lagi, seperti telah saya sebutkan sebelumnya, yang dibagi untuk ketiga macam ahli waris ini adalah harta almarhum saja yang berupa bagian dari rumah yang tidak lagi bercampur dengan harta ibu Anda. Dan keenam orang anak perempuan di sini sudah termasuk Anda berlima dengan saudara2 kandung perempuan Anda, bersama-sama dengan saudara tiri perempuan Anda. Keenam anak perempuan ini adalah anak kandung almarhum ayah Anda.<br /><br />Demikianlah jawaban yang dapat saya berikan. Mudah-mudahan bermanfaat, dan pembagian warisan dapat dibagi dengan lancar. Dan yang paling penting adalah, jika kita amalkan pembagian sesuai dengan hukum waris Islam, bukan menurut nafsu pribadi kita, maka keberkahan dalam harta warisan itu akan kita dapatkan, insyaallah.<br /><br />Wallahu a'lamu bishshawab.<br />Wassalam,<br /><br />Achmad Yani<br /></span>Achmad Yani, S.T., M.Kom.http://www.blogger.com/profile/12602678000759969392noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-984572240928159248.post-7781555826283717282010-11-16T07:52:00.003+07:002010-11-16T08:21:54.406+07:00Tanya Jawab (6)Berikut ini saya kutipkan pertanyaan seputar pembagian waris:<br /><br />Pertanyaan:<br /><br />Assalamualaikum, mohon bantuan bapak atas mslh saya berikut ini. ayah saya meninggal dunia thn 2000, meninggalkan istri,4 anak laki2 dan 3 anak perempun.kami tdk membagi harta warisan.tetapi abg saya menjual sebagian tanah waris tsb dan membaginya menurut versi mereka kepada anak lelaki si A,B,C dan anak perempuan si S dan P.dan sekarang si C meminta kembali bagiannya dr harta yg msh tersisa,tetapi si A da B tdk memberi dgn alasan yg tersisa milik si ibu, anak lelaki si D dan anak perempua si R(saya). saya mengusulkan memghitung ulang harta peninggalan almarhum dan di bagi menurut syariat islam, tetapi mereka menolak. Bagaimana menurut Bapak penyelesaian masalah ini?? sebelumnya saya ucapkan terima kasih....<br /> Rabu, 10 November, 2010 <br /><br />Jawaban:<br /><span class="fullpost"><br />Wa'alaikum salam wr. wb.<br />Langsung saja, untuk masalah yang Anda tanyakan ini, maka menurut hukum Islam, seharusnya pembagiannya adalah sebagai berikut:<br />1. Isteri : mendapat 1/8 bagian.<br />2. Anak laki2 (4 org) : mendapat 8/11 bagian dari Sisa = (8/11) x (7/8) bagian = 56/88 bagian; jadi masing2 anak laki2 mendapat 14/88 bagian.<br />3. Anak perempuan (3 org): mendapat 3/11 bagian dari Sisa = (3/11) x (7/8) bagian = 21/88 bagian; jadi masing2 ank perempuan mendapat 7/88 bagian.<br /><br />Selanjutnya, karena harta sudah terlanjur dibagi tetapi tidak sesuai dengan huku waris Islam, maka saya sarankan kepada Anda dan anggota keluarga yang lain untuk duduk bersama untuk bermusyawarah keluarga agar menghitung ulang harta tadi. Ada baiknya Anda mengundang seorang ulama atau ustadz yang dapat dimintai tolong untuk memberikan penjelasan tentang masalah Anda di dalam musyawarah itu, sehingga insyaallah dapat memberikan pencerahan bagi seluruh anggota keluarga.<br /><br />Demikianlah jawaban yang dapat saya berikan.<br />Wassalam,<br /><br />Achmad Yani<br /></span>Achmad Yani, S.T., M.Kom.http://www.blogger.com/profile/12602678000759969392noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-984572240928159248.post-80686423203557251202010-01-26T02:07:00.000+07:002010-02-12T09:08:45.844+07:00Selingan: Karya Sastra Saya yang Pertama<div align="center"><span style="font-size:130%;"><span style="font-size:0;"></span><span style="font-size:130%;"></span>السلام عليكم ورحمة الله وبركاته</span></div><div align="center"></div><div align="center"></div><div align="center">Baru nongol lagi...<br />Para pembaca, sudah lama sekali posting saya tidak muncul. Koq bisa? Ya iya, karena memang belum diposting. Tapi kali ini saya berikan sebuah kejutan, sebuah karya sastra saya yang pertama, <span style="color:#33cc00;"><strong>dalam bahasa Arab. </strong></span><span style="color:#000000;">Judulnya adalah <strong><span style="font-family:trebuchet ms;font-size:180%;color:#ff0000;">مرأة فى تمثيل</span></strong> (<strong><span style="color:#33cc00;">Wanita dalam Tamsil</span></strong>)Sebenarnya ini sudah lama sekali saya simpan (lebih 10 tahun yang lalu), dan belum pernah dipublikasikan di media manapun.</span></div><div align="center"><span style="color:#33cc00;"><span style="color:#000000;"></span><br /></span><span class="fullpost"><br /><span style="color:#009900;"><strong><span style="font-size:180%;"><span style="font-family:georgia;"><span style="color:#ff0000;">مَرْأَةٌ فِىْ تَمْثِيْل</span>ٍ </span></span></strong></span></span></div><span class="fullpost"><span style="font-size:180%;color:#009900;"><strong><div align="center"><span style="font-family:georgia;"></span></div><div align="center"><br /><span style="font-family:georgia;">مِنْ جِيْلٍ </span></div><div align="center"><br /><span style="font-family:georgia;">بِوَجْهٍ جَمِيْلٍ </span></div><div align="center"><br /><span style="font-family:georgia;">بِشَعْرٍ طَوِيْـلٍ </span></div><div align="center"><br /><span style="font-family:georgia;">بِدِيْنٍ بِلاَ أَبَاطِيْـلَ </span></div><div align="center"><br /><span style="font-family:georgia;">لَنْ تَعْبُدَ التَّمَاثِيْــلَ </span></div><div align="center"><br /><span style="font-family:georgia;">لمَ ْتُصَلِّ فِىْ تَعْجِيْـــلٍ </span></div><div align="center"><br /><span style="font-family:georgia;">تَقْرَأُ الْقُرْآنَ بِالتَّرْتِيْــــلِ </span></div><div align="center"><br /><span style="font-family:georgia;">زُيِّنَتْ أَيَّامُهَا بِخُلُقٍ جَلِيْـلٍ </span></div><div align="center"><br /><span style="font-family:georgia;">قَالَتْ شَيْئًا بِقَوْلٍ قَلِيْـــــــلٍ </span></div><div align="center"><br /><span style="font-family:georgia;">عَاشَتْ فِىْ حُسْنِ السَّبِيْــــــلِ </span></div><div align="center"><br /><span style="font-family:georgia;">وَأَمَّا بِالْمَسَاكِيْنِ لَيْسَتْ بِبَخِيْـــلٍ </span></div><div align="center"><br /><span style="font-family:georgia;">وَأَمْوَالَهَا لاَتُحِبُّ التَّكْتِيْــــــــــــــلَ </span></div><div align="center"><br /><span style="font-family:georgia;">مَازَالَتِ اشْتِغَالاً بِالتَّكْلِيْـــــــــــــــــــلِ </span></div><div align="center"><br /><span style="font-family:georgia;">فَإِذَا مَاتَتْ لَنْ تُحَمَّلَ بِإِصْرٍ ثَقِيْــــــــــــــــلٍ </span></div><div align="center"><br /><span style="font-family:georgia;">لَقَدْ كَانَتْ مِنْ خَيْرِ النِّسَاءِ الَّتِىْ تَجِدُ الْفَضِيْـــــــــلَ </span></div><div align="center"><br /><span style="font-family:georgia;">فَيَوْمَ يُحْشَرُ النَّاسُ لَسَوْفَ تُرَحِّبُهَا الْجَنَّةُ بِالتَّأْهِيْـــــــــلِ<br /></span></strong></span><br /></div><div align="left"></div><div align="left"></div><div align="left"></div><div align="center">Seperti inilah hasilnya. Apa ya artinya? Silakan beri komentar.</div><div align="left"><br /></div></span>Achmad Yani, S.T., M.Kom.http://www.blogger.com/profile/12602678000759969392noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-984572240928159248.post-3823458687539524912009-08-22T09:27:00.000+07:002009-08-26T12:35:29.137+07:00Ramadhan 1430H<a href="http://t3.gstatic.com/images?q=tbn:Shi78icZyiod2M:http://www.yamahdinet.net/modules/up/uploads/826612f38f.jpg"><img style="FLOAT: right; MARGIN: 0px 0px 10px 10px; WIDTH: 135px; CURSOR: hand; HEIGHT: 104px" alt="" src="http://t3.gstatic.com/images?q=tbn:Shi78icZyiod2M:http://www.yamahdinet.net/modules/up/uploads/826612f38f.jpg" border="0" /></a><br /><a href="http://t1.gstatic.com/images?q=tbn:rMjxhPVPjn8nfM:http://www.e-msjed.com/msjed/site/topicuploads//67452.gif"><img style="FLOAT: left; MARGIN: 0px 10px 10px 0px; WIDTH: 111px; CURSOR: hand; HEIGHT: 111px" alt="" src="http://t1.gstatic.com/images?q=tbn:rMjxhPVPjn8nfM:http://www.e-msjed.com/msjed/site/topicuploads//67452.gif" border="0" /></a><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><div align="center">Hari ini tepat 1 Ramadhan 1430H. Melalui blog ini, kepada seluruh pembaca, saya mengucapkan<br /></div><div align="center"><strong><span style="color:#006600;">Selamat menunaikan ibadah puasa Ramadhan 1430H.</span></strong></div><div align="center"><br />Saya juga memohon maaf lahir dan batin atas segala kesalahan dan kekurangan yang timbul dalam aktivitas blogging, dan juga mungkin dalam email. Semoga Allah SWT memberi kita semua kekuatan iman untuk dapat mengamalkan ilmu yang pernah kita peroleh kapan pun dan di mana pun. Amin.<br /><br />Wassalam,<br /><br /><br />Achmad Yani</div>Achmad Yani, S.T., M.Kom.http://www.blogger.com/profile/12602678000759969392noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-984572240928159248.post-5306753825270066652009-08-03T10:40:00.000+07:002010-02-19T00:33:16.791+07:00Kewarisan Anak dalam Kandungan<div align="center"><strong></strong></div><div align="center"><strong><span style="font-family:lucida grande;"><span style="font-size:180%;color:#006600;">بسم الله الرحمن الرحيم</span></span></strong></div><br><br><div align="center"><strong><span style="color:#ff0000;"><span style="font-family:lucida grande;"><span style="font-size:200%;">ميراث الحمل<br /></span></div></span></span></strong><div align="left"><span class="dropcaps">A</span>nak dalam kandungan termasuk ahli waris seperti ahli waris lainnya dengan syarat:<br />• Sudah berwujud di dalam rahim ibunya pada saat pewaris (orang yang mewariskan) meninggal<br />• Dilahirkan dalam keadaan hidup<br /><span class="fullpost"><br />Karena anak dalam kandungan belum bisa langsung ditentukan jenis kelaminnya, maka besar bagian warisan yang akan diberikan kepadanya ada dua kemungkinan, yaitu berdasarkan anggapan apakah jenis kelaminnya nanti pada saat dilahirkan laki-laki atau perempuan. <strong>Menurut pendapat jumhur ulama</strong>, bagian untuk anak dalam kandungan yang harus ditahan/disimpan dari harta warisan (untuk kemudian diberikan kepadanya setelah mampu memegang harta) adalah <strong><span style="color:#006600;">bagian yang terbesar di antara dua perkiraan laki-laki dan perempuan</span>.<br /></strong><br /><strong><span style="color:#ff0000;">Contoh: </span></strong><br />Seorang laki-laki wafat dengan meninggalkan harta Rp 216 juta. Ahli warisnya adalah isteri, bapak, ibu, anak perempuan, dan cucu (dari anak laki-lakinya yang telah meninggal lebih dahulu) yang masih dalam kandungan. </div><div align="left"></div><div align="left"><strong><span style="color:#ff0000;"><br />Penyelesaian:</span></strong></div><div align="left"><strong>a) Jika cucu tersebut diperkirakan laki-laki, maka bagian masing-masing ahli waris adalah sebagai berikut (di sini, asal masalah adalah 24, yaitu KPK dari 8, 6, dan 2): </strong></div><div align="left"><span style="color:#009900;">Isteri</span> : 1/8 bagian = 3/24 bagian = 3/24 x Rp 216 juta = Rp 27 juta</div><div align="left"><span style="color:#009900;">Bapak </span>: 1/6 bagian = 4/24 bagian = 4/24 x Rp 216 juta = Rp 36 juta</div><div align="left"><span style="color:#009900;">Ibu </span>: 1/6 bagian = 4/24 bagian = 4/24 x Rp 216 juta = Rp 36 juta</div><div align="left"><span style="color:#009900;">Anak perempuan</span> : 1/2 bagian = 12/24 bagian = 12/24 x Rp 216 juta = Rp 108 juta</div><div align="left"><strong><span style="color:#009900;">Cucu laki-laki</span></strong> : Sisa = 1/24 bagian = 1/24 x Rp 216 juta = Rp 9 juta</div><div align="left"></div><div align="left"><strong><br />b) Jika cucu tersebut diperkirakan perempuan, maka bagian masing-masing ahli waris adalah sebagai berikut (dalam hal ini, asal masalah 27 setelah ‘<em>aul</em> dari 24):</strong></div><div align="left"><span style="color:#009900;">Isteri </span>: 1/8 bagian = >> 3/27 bagian = 3/27 x Rp 216 juta = Rp 24 juta<br /><span style="color:#009900;">Bapak</span> : 1/6 bagian = >> 4/27 bagian = 4/27 x Rp 216 juta = Rp 32 juta<br /><span style="color:#009900;">Ibu </span>: 1/6 bagian = >> 4/27 bagian = 4/27 x Rp 216 juta = Rp 32 juta<br /><span style="color:#009900;">Anak perempuan </span>: 1/2 bagian = >> 12/27 bagian = 12/27 x Rp 216 juta = Rp 96 juta<br /><span style="color:#009900;"><strong>Cucu perempuan </strong></span>: 1/6 bagian = >> 4/27 bagian = 4/27 x Rp 216 juta = Rp 32 juta</div><div align="left"></div><div align="left"></div><div align="left"></div><div align="left"><br />Dari kedua macam perkiraan ini, maka <span style="color:#ff0000;"><strong>bagian warisan yang harus ditahan/disimpan untuk cucu adalah bagian yang terbesar untuk dua perkiraan, dalam hal ini adalah Rp 32 juta untuk perkiraan perempuan</strong></span>. Jadi, untuk kasus ini, harta warisan sudah dapat diberikan kepada para ahli waris yang lain dengan bagian dan penerimaan <strong>seperti pada perkiraan kedua</strong>, yaitu untuk isteri, bapak, ibu, dan anak perempuan masing-masing diberikan <strong>24 juta, 32 juta, 32 juta, dan 96 juta</strong>. </div><div align="left"></div><div align="left"><br /><span style="color:#6600cc;">Jika</span> ternyata di kemudian hari bayi tadi lahir dengan selamat (hidup), tetapi berjenis kelamin <span style="color:#6600cc;">laki-laki</span>, berarti terjadi kekurangan penerimaan untuk keempat ahli waris ini dan harus diambil dari harta yang disimpan untuk bayi tadi, yaitu masing-masing harus diberikan tambahan sebesar 3 juta, 4 juta, 4 juta, dan 12 juta sehingga penerimaan mereka masing-masing adalah 27 juta, 36 juta, 36 juta, dan 108 juta, sementara penerimaan untuk cucu laki-laki menjadi 9 juta.<br /><br />Sebagai tambahan, kalau dilihat hasil akhir penerimaan untuk cucu yang masih dalam kandungan dalam kasus ini, ternyata jika ia lahir sebagai laki-laki, maka bagiannya <span style="color:#009900;">“hanya”</span> Rp 9 juta, sedangkan jika ia lahir sebagai perempuan, bagiannya justru menjadi Rp 32 juta. Inilah salah satu keistimewaan dari hukum waris Islam. Ternyata dalam kasus ini, ketentuan bagian laki-laki adalah dua kali bagian perempuan tidak berlaku. Ini mengandung makna bahwa <span style="color:#6600cc;">Islam tidak pernah merendahkan derajat kaum perempuan meskipun dalam masalah warisan, bahkan Islam mengangkat derajat kaum perempuan ke tempat yang terhormat. </span><br /><br />Demikianlah secara singkat ilustrasi cara pembagian warisan bagi anak dalam kandungan. </div><div align="left"></div><div align="left">Lihat juga posting saya yang berjudul <a href="http://achmadyanimkom.blogspot.com/2009/05/tanya-jawab-2-warisan-bagi-banci.html">"Warisan bagi Banci (Khuntsa)"</a>.<br /><br /><br /><br /><span style="font-family:lucida grande;font-size:180%;">وَاللهُ أَعْلَــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــمُ بِالصَّوَابِ </span></div><div align="left"><span style="font-size:180%;"></span></div><br><br><div align="left">Wassalam,</div><div align="left"></div><div align="left"></div><br><br><div align="left">Achmad Yani, S.T., M.Kom.</div><div align="left"><a href="http://www.achmad-yani.co.cc/">http://www.achmad-yani.co.cc/</a></div><div align="left"><a href="mailto:achmad_yani_polmed@yahoo.co.id">achmad_yani_polmed@yahoo.co.id</a></div><div align="left"></div></span>Achmad Yani, S.T., M.Kom.http://www.blogger.com/profile/12602678000759969392noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-984572240928159248.post-54812617158606573402009-08-02T03:34:00.000+07:002009-09-28T14:43:40.137+07:00Jawaban untuk dadan s<div align="center"><span style="color: rgb(0, 153, 0);font-size:130%;" ><strong>بسم الله الرحمن الرحيم</strong></span></div><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255);">Pertanyaan:</span><br />Bapak meninggalkan 7 orang anak kandung (3 lk, 4 prm) dan 1 anak prm seibu, bgm pembagiannya?<br /><br /><span style="color: rgb(102, 0, 204);">Jawaban:</span><span class="fullpost"><br />Untuk kasus ini, sederhana sekali penyelesaiannya. Ahli waris yang berhak adalah hanya yang 7 orang anak kandungnya (3 anak laki-laki dan 3 anak perempuan). Sementara itu, anak tiri tidak termasuk ahli waris. Adapun pembagiannya untuk yang 7 orang anak ini adalah setiap satu orang anak laki-laki mendapat bagian dua kali dari anak perempuan (rasio 2 : 1) sesuai dengan Al-Qur'an Surat An-Nisa': 11. Dalam hukum waris Islam, anak perempuan dan anak laki-laki sama-sama mendapat bagian sebagai <em>'ashabah bil-ghair </em>dengan rasio bagian mereka 2:1. Jadi rincian pembagian warisan dalam kasus yang Anda tanyakan adalah sebagai berikut:<br /><ul><li><strong><span style="color: rgb(51, 51, 255);">Anak laki-laki </span></strong>(3 orang) mendapat (3 x 2)/((3 x 2) + 4) = <strong><span style="color: rgb(0, 153, 0);">6/10 bagian</span></strong>, dan ini dibagi 3 sama rata. Jadi masing-masing anak laki-laki mendapat 1/3 x 6/10 = <span style="color: rgb(0, 153, 0);"><strong>2/10 bagian</strong></span>.</li><li><strong><span style="color: rgb(51, 51, 255);">Anak perempuan </span></strong>(4 orang) mendapat 4/((3 x 2) + 4) = <span style="color: rgb(0, 153, 0);"><strong>4/10 bagian</strong></span>, dan ini dibagi 4 sama rata. Jadi masing-masing anak perempuan mendapat 1/4 x 4/10 = <span style="color: rgb(0, 153, 0);"><strong>1/10 bagian</strong></span>.</li></ul><p>Demikianlah pembagiannya. <em>Wallahu a'lamu bishshawab</em> (Hanya Allah Yang Maha Mengetahui).</p><p>Wassalam,</p><p>Achmad Yani, S.T., M.Kom.</p><p>E-mail : <a href="mailto:achmad_yani_polmed@yahoo.co.id">achmad_yani_polmed@yahoo.co.id</a></p><p>Blog : <a href="http://www.achmad-yani.co.cc/">http://www.achmad-yani.co.cc/</a></p><p></p><br></span>Achmad Yani, S.T., M.Kom.http://www.blogger.com/profile/12602678000759969392noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-984572240928159248.post-47248120026614418452009-06-19T10:08:00.000+07:002009-11-05T15:31:26.621+07:00Tanya Jawab (5)<div align="center"><strong><span style="color: rgb(0, 153, 0);font-size:180%;" >بسم الله الرحمن الرحيم</span></strong></div><div align="center"><strong><span style="color: rgb(0, 153, 0);font-size:180%;" ></span></strong></div><div align="center"><strong></strong></div><div align="center"><strong><span style="color: rgb(102, 0, 204);font-size:180%;" ></span></strong></div><div align="center"><strong><span style="color: rgb(102, 0, 204);font-size:180%;" ></span></strong> </div><div align="center"><strong><span style="color: rgb(102, 0, 204);font-size:180%;" >Jawaban atas Pertanyaan </span></strong><a href="mailto:ir_haydar@yahoo.co.id"><strong><span style="color: rgb(102, 0, 204);font-size:180%;" >ir_haydar@yahoo.co.id</span></strong></a> </div><div align="center"><br /></div><div align="justify">Posting ini merupakan jawaban atas pertanyaan Bapak Ir. Haydar (mohon maaf kalau penulisan nama kurang tepat). Adapun kutipan pertanyaannya saya kutipkan di sini supaya jelas dan dapat juga berguna bagi orang lain yang membacanya:<span class="fullpost"><br /><br /><em><span style="color: rgb(153, 0, 0);">Orang Tua laki-laki kami mempunyai sejumlah warisan. Bagaimana membaginya menurut hukum Islam? Jika :<br /><br />I. Tahun 1994 - Orang Tua laki-laki kamu meninggal dunia, ahli warisnya waktu itu :<br />1. Istri pertama : memiliki 5 anak laki-laki dan 1 anak perempuan.<br />2. Istri kedua : memiliki 1 anak laki-laki dan 1 anak perempuan.<br /><br />II. Tahun 2003 - Salah satu anak laki-laki dari istri pertama meninggal dunia (memiliki 1 anak perempuan).<br /><br />III. Tahun 2004 - Istri pertama meniggal dunia.<br /><br />IV. Ahli waris sekarang :<br />1. Istri kedua dengan 1 anak laki-laki dan 1 anak perempuan.<br />2. 4 anak laki-laki dan 1 anak perempuan dari Istri pertama di tambah 1 anak perempuan (cucu) dari anak laki-laki yang meninggal tahun 2003 seperti di atas.<br /><br />Terima Kasih<br />ir_haydar@yahoo.co.id<br /><br />Sabtu, 30 Mei, 2009 </span></em></div><em></em><p><br /><em><span style="color: rgb(153, 0, 0);">Orang Tua kami perempuan (ibu kandung) mempunyai 5 orang anak laki-laki dan 1 orang anak perempuan dan mempunyai harta waris yang akan dibagikan</span></em></p><p><em><span style="color: rgb(153, 0, 0);">I. Tahun 2003 - Salah satu anak laki-laki meninggal dunia yang memiliki 1 anak perempuan (cucu dari ibu kami).</span></em></p><p><em><span style="color: rgb(153, 0, 0);">II. Tahun 2004 - Orang tua kami tersebut meniggal dunia.</span></em></p><p><em><span style="color: rgb(153, 0, 0);">Pertanyaan : Apakah cucu dari ibu kamu dari anak laki-laki yang meninggal tahun 2003 berhak mendapat waris menurut hukum islam?</span></em></p><p><em><span style="color: rgb(153, 0, 0);">hormat kami</span></em></p><p><em><span style="color: rgb(153, 0, 0);">ir_haydar@yahoo.co.id<br />Sabtu, 30 Mei, 2009<br /></span></em><br /><strong><span style="color: rgb(204, 51, 204);">Jawaban:</span></strong><span class="fulpost"><br /><br />Dua pertanyaan di atas saya jawab sekaligus di sini, karena permasalahannya sama.<br /><br />Kasus pembagian warisan yang terjadi dalam keluarga Bapak, dalam ilmu <em>faraidh</em> termasuk masalah <em>munasakhah</em>, yaitu adanya kematian satu atau lebih di antara ahli waris sebelum harta waris dari yang pertama wafat dibagikan. Untuk keterangan tentang munasakhah ini, Anda dapat melihat posting saya yang berjudul <strong>Munasakhah</strong>. Mudah-mudahan dapat dipahami sehingga Anda akan dapat menerima penyelesaian yang akan saya berikan ini. <em>Insyaallah</em>.<br />Untuk memudahkan, maka saya memilih menyelesaikan masalah ini dengan melakukan tiga kali pembagian karena terjadi tiga kali kematian, sementara pada saat kematian yang pertama harta warisan belum sempat dibagikan.<br /><br /><strong><span style="color: rgb(51, 51, 255);">Pembagian I (seharusnya sudah dilaksanakan tahun 1994 yang lalu!):<br /></span></strong>Yang <strong><span style="color: rgb(255, 0, 0);">wafat</span></strong> adalah <span style="color: rgb(255, 0, 0);"><strong>orang tua laki-laki</strong></span> Anda, maka para ahli waris dan bagian mereka masing-masing adalah sebagai berikut:<br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);"><strong>Isteri pertama dan kedua</strong></span> : keduanya mendapat 1/8 bagian, dan ini mereka bagi dua sama banyak, sehingga masing2 mendapat 1/16 bagian.<br /><strong><span style="color: rgb(0, 153, 0);">Anak laki-laki (6 orang)</span></strong> : mendapat 12/14 bagian dari sisa = 12/14 x 7/8 = 6/8 bagian; jadi masing2 mendapat 1/8 bagian.<br /><strong><span style="color: rgb(0, 153, 0);">Anak perempuan (2 orang)</span></strong> : mendapat 2/14 bagian dari sisa = 2/14 x 7/8 = 1/8; jadi masing2 mendapat 1/16 bagian.<br />Pada pembagian I ini, <span style="color: rgb(255, 0, 0);"><strong>cucu perempuan tidak mendapat bagian</strong></span> karena terhalang <em>(mahjub</em>) oleh adanya anak laki-laki dari yang wafat.<br /><br /><strong><span style="color: rgb(51, 51, 255);">Pemba gian II (seharusnya sudah dilaksanakan tahun 2003 yang lalu!):<br /></span></strong>Yang <strong><span style="color: rgb(255, 0, 0);">wafat</span></strong> adalah <strong><span style="color: rgb(255, 0, 0);">anak laki-laki dari isteri pertama orang tua laki-l</span><span style="color: rgb(255, 0, 0);">aki</span></strong> Anda. Maka yang menjadi ahli waris dan bagian masing-masing adalah sebagai berikut:<br /><strong><span style="color: rgb(0, 153, 0);">Ibunya (yaitu isteri pertama tadi)</span></strong> : mendapat 1/6 bagian<br /><strong><span style="color: rgb(0, 153, 0);">Anak perempuannya :</span></strong> mendapat 1/2 bagian<br /><strong><span style="color: rgb(0, 153, 0);">Saudara lk kandung (4 org)</span></strong> : mendapat 8/9 dari sisa = 8/9 x 1/3 = 8/27 bagian; jadi masing2 mendapat 2/27 bagian<br /><strong><span style="color: rgb(0, 153, 0);">Saudara pr kandung (1 org)</span></strong> : mendapat 1/9 dari sisa = 1/9 x 1/3 = 1/27 bagian<br />Sementara itu, <span style="color: rgb(255, 0, 0);"><strong>saudara laki-laki sebapak (yaitu anak laki-laki dari isteri kedua) dan saudara perempuan sebapak (yaitu anak perempuan dari isteri kedua) tidak mendapat bagian</strong></span> karena terhalang (<em>mahjub</em>) oleh adanya saudara laki-laki kandung.<br /><br /><strong><span style="color: rgb(51, 51, 255);">Pembagian III (seharusnya sudah dilaksanakan tahun 2004 yang lalu!):<br /></span></strong>Yang <strong><span style="color: rgb(255, 0, 0);">wafat</span></strong> adalah <strong><span style="color: rgb(255, 0, 0);">isteri pertama dari orang tua laki-laki</span></strong> Anda. Maka yang menjadi ahli warisnya dan bagian mereka masing-masing adalah sebagai berikut:<br /><strong><span style="color: rgb(0, 153, 0);">Anak laki-laki (4 orang)</span></strong> : mendapat 8/9 bagian, dan dibagi 4 sama rata sehingga masing2 mendapat 2/9 bagian<br /><strong><span style="color: rgb(0, 153, 0);">Anak perempuan (1 orang)</span></strong> : mendapat 1/9 bagian<br />Sementara itu, <strong><span style="color: rgb(255, 0, 0);">cucu perempuannya (yaitu anak perempuan dari anak laki-lakinya yang telah wafat) tidak mendapat bagian</span></strong> karena terhalang (<em>mahjub</em>) oleh adanya anak-anak laki-laki yang 4 orang itu. Dan <strong><span style="color: rgb(255, 0, 0);">anak2 lk dan pr dari isteri kedua juga tidak mendapat warisan</span></strong> karena mereka merupakan anak tiri dari isteri pertama ini.<br /><br /><span style="color: rgb(102, 0, 204);"><strong>Kesimpulan:<br /></strong></span>Dari ketiga peristiwa kematian ini, maka<br />· Bagian untuk <span style="color: rgb(255, 0, 0);"><strong>anak laki-laki dari orang tua laki-laki</strong></span> Anda sebelum dia meninggal adalah 1/8 bagian<br />· Bagian untuk <span style="color: rgb(255, 0, 0);"><strong>isteri pertama dari orang tua laki-laki</strong></span> Anda sebelum dia meninggal adalah 1/16 + (1/6 x 1/8) = 4/48 = 1/12 bagian<br /><br />Setelah terjadinya ketiga peristiwa kematian dalam keluarga besar Anda ini, dapat disimpulkan bahwa para<span style="color: rgb(0, 153, 0);"><strong> ahli waris</strong></span> (yang masih hidup tentunya) yang berhak atas harta warisan orang tua laki-laki Anda dan bagian mereka masing-masing adalah sebagai berikut<br /><strong><span style="color: rgb(0, 153, 0);">Isteri kedua</span></strong> : mendapat <span style="color: rgb(204, 51, 204);"><strong>1/16 bagian</strong></span><br /><strong><span style="color: rgb(0, 153, 0);">Anak2 lk dari isteri pertama (4 org)</span></strong> : masing2 mendapat 1/8 + (2/27 x 1/8) + (2/9 x<br />1/12) =<strong><span style="color: rgb(204, 51, 204);">11/72 bagian</span></strong><br /><strong><span style="color: rgb(0, 153, 0);">Anak pr dari isteri pertama (1 org)</span></strong> : mendapat 1/16 + (1/27 x 1/8) + (1/9 x 1/12) =<br /><strong><span style="color: rgb(204, 51, 204);">11/144 bagian</span></strong><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);"><strong>Anak lk dari isteri kedua (1 org)</strong></span> : mendapat <strong><span style="color: rgb(204, 51, 204);">1/8 bagian<br /></span><span style="color: rgb(0, 153, 0);">Anak pr dari isteri kedua (1 org)</span></strong> : mendapat <strong><span style="color: rgb(204, 51, 204);">1/16 bagian</span></strong><br /><strong><span style="color: rgb(0, 153, 0);">Cucu pr</span></strong> : mendapat 1/2 x 1/8 = <span style="color: rgb(204, 51, 204);"><strong>1/16 bagian</strong></span><br /><br />Untuk memeriksa hasil perhitungan ini, kita jumlahkan kembali semua bagian yang mereka terima dari harta warisan orang tua laki-laki Anda sebagai berikut:<br /><strong><span style="color: rgb(204, 51, 204);">1/16 + (11/72 x 4) + 11/144 + 1/8 + 1/16 + 1/16 = 144/144 = 1<br /></span></strong>(<span style="color: rgb(0, 153, 0);"><em><strong>Alhamdulillah</strong></em></span>, sudah benar!)<br /><br />Demikianlah hasil perhitungan untuk masalah warisan dalam keluarga besar Anda yang dapat saya selesaikan di sini. <em>Wallahu a’lamu bishshawab.<br /></em><br /><em>Wassalam,</em><br /><br /><span style="color: rgb(102, 0, 204);">Achmad Yani, S.T., M.Kom.<br />achmad_yani_polmed@yahoo.co.id<br />http://www.achmad-yani.co.cc</span> </p></span></span>Achmad Yani, S.T., M.Kom.http://www.blogger.com/profile/12602678000759969392noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-984572240928159248.post-38548878480732248052009-06-05T10:40:00.001+07:002009-10-31T14:58:29.011+07:00Tanya Jawab (4)<div align="center"><strong><span style="font-size:180%;color:#009900;">بسم الله الرحمن الرحيم</span></strong></div><div align="center"><strong><span style="font-size:180%;color:#009900;"></span></strong></div><div align="left"></div><div align="left">Posting kali ini sekaligus sebagai jawaban atas pertanyaan Dick Jr sekeluarga. Berikut ini kutipan dari pertanyaannya:<br /><br /><em>Sebelumnya kami mohon maaf karena sampai saat ini kami belum mendapatkan jawaban dan solusi masalah keluarga kami ini (tentang warits). Kami pun pernah mengirim kepada berbagai rubrik konsultasi permasalahan kami ini, tapi sampai saat ini kami masih belum menemukan dan menerima jawabannya. Sekali lagi kami memohon kepada ustadz untuk membantu kami sekeluarga ini. Karena kami buta dengan hukum warisan ini (scr islam) dan keluarga besar kami cenderung saling bersitegang leher.<br /><span class="fullpost"><br /><br />Kami mengharap sekali jawaban dari pertanyaan terlampir yang diajukan di bawah ini. Karena hal ini akan memberikan masukan bagi keluarga besar kami, dan semoga bisa menghindari dari perpecahan dalam keluarga kami. Insya Allah, dalam waktu dekat ini kami sekeluarga akan berkumpul untuk membicarakan hal ini.<br /><br />Terima kasih,<br />Dick Jr sekeluarga<br /><br /><span style="color:#ff0000;"><strong>Lampiran Permasalahan : </strong><br /></span><br />Adalah Nenek kami mempunyai 3 anak putra dan 1 anak putri.<br />- Tahun 1990, Putra 1/paman meninggal dunia, meninggalkan 1 isteri, 2 putra dan 4 putri.<br /><br />- Tahun 1992, Nenek kami wafat dengan meninggalkan rumah dan pekarangan dengan perkiraan harga jual ( +/- Rp. 700.000.000,- )<br /><br />- Tahun 1996, Bibi anak putri dari nenek (putri 2) wafat dengan meninggalkan 2 putri.<br /><br />- Tahun 2000, putra 3/paman meninggal dunia dengan meninggalkan 1 isteri, 4 putra dan 4 putri.<br /><br />Adapun putra 4, sekarang masih ada dan tinggal di rumah nenek tsb.<br /><br /><strong><span style="color:#ff0000;">Pertanyaannya :<br /></span></strong><br />1. bagaimana perhitungan waris dari nenek kami tsb secara islam (harta waris berupa rumah dan pekarangan dengan perkiraan harga jual : +/- Rp. 700.000.000,- ?<br />2. bagaimana cara mencari asal masalah dari perhitungan waris ini ? Apakah digabung secara keseluruhan atau terpisah ?<br />3. bagaimana kedudukan ahli waris anak-anak dari paman 1 yang telah meninggal dahulu dari nenek (ibunya)? Apakah berlaku mahjub dan hajb dalam status mereka ?<br /></em><br /><strong><span style="color:#6600cc;">Jawaban:<br /></span></strong><br />Kepada Bapak Dick Jr sekeluarga, masalah yang Anda tanyakan ini sangat menarik dan menantang bagi pecinta ilmu faraidh. Masalah semacam ini dalam ilmu faraidh termasuk masalah <em>munasakhah</em>, yaitu adanya kematian satu atau lebih di antara ahli waris sebelum harta waris dari yang pertama wafat dibagikan. Untuk keterangan tentang <em>munasakhah</em> ini, Anda dapat melihat posting dalam blog saya yang berjudul <strong>Munasakhah</strong>. Mudah-mudahan dapat dipahami sehingga Anda akan dapat menerima penyelesaian yang akan saya berikan ini. Insyaallah.<br /><br />Penyelesaian untuk masalah warisan dalam keluarga besar Anda dapat dilakukan dengan beberapa cara. Untuk memudahkan, maka saya pilih penyelesaian dengan melakukan pembagian sebanyak empat kali berdasarkan peristiwa kematian dalam kasus ini dengan harapan Anda dapat mudah memahaminya.<br /><br /><strong><span style="color:#990000;">Pembagian I (seharusnya sudah dilaksanakan tahun 1990!): </span></strong><br />Pertama sekali, dalam masalah yang Bapak tanyakan ini, yang pertama meninggal menurut urutan waktu adalah <strong>paman</strong> Anda, yaitu anak laki-laki (<strong>Putra 1</strong>) dari nenek Anda. Ahli waris dan bagian masing-masingnya adalah sebagai berikut:<br /><strong>Isterinya </strong>: mendapat 1/8 bagian<br /><strong>Ibunya (yaitu nenek Anda) </strong>: mendapat 1/6 bagian<br /><strong>Anak laki-lakinya (2 org)</strong> : keduanya mendapat ½ dari sisa = ½ x 17/24 = 17/48; jadi masing2 mendapat 17/96 bagian<br /><strong>Anak perempuannya (4 org)</strong> : keempatnya mendapat ½ dari sisa = ½ x 17/24 = 17/48; jadi masing2 mendapat 17/192 bagian.<br /><strong>Selain mereka </strong>: tidak mendapat bagian karena terhalang (mahjub) oleh adanya anak laki-lakinya.<br /><br />Dalam pembagian I ini, berarti Nenek Anda selain memiliki harta bawaan sendiri, ia juga mendapat bagian dari Paman 1 Anda sebesar 1/6 bagian. Dalam kasus ini, Anda hanya menyebutkan bahwa harta nenek Anda adalah sebesar Rp 700 juta.<br /><br /><strong><span style="color:#990000;">Pembagian II (seharusnya sudah dilaksanakan tahun 1992!):<br /></span>Nenek </strong>Anda <strong>wafat</strong> dengan ahli waris dan bagian masing-masing adalah sebagai berikut:<br /><strong>Anak laki-laki (yaitu putra 3 dan 4)</strong> : mendapat 4/5 x 700 jt = 560 jt; jadi putra 3<br />dan 4 masing2 mendapat 280 jt.<br /><strong>Anak perempuan (yaitu putri 2)</strong> : mendapat 1/5 x 700 jt = 140 jt.<br /><strong>Cucu-cucu dari nenek </strong>Anda (yaitu anak-anak dari Putra 1, 3, dan 4 serta anak-anak dari Putri 2) : tidak mendapat bagian karena terhalang (<em>mahjub</em>) oleh adanya putra 3 dan 4.<br /><br /><strong><span style="color:#990000;">Pembagian III (seharusnya sudah dilaksanakan tahun 1996!):<br /></span>Bibi </strong>Anda (yaitu <strong>Putri 2 </strong>dari Nenek Anda) <strong>wafat</strong>. Ahli waris dan bagian masing-masing dalam hal ini adalah sebagai berikut:<br />Anak perempuannya (2 org) : mendapat 2/3 bagian<br /><strong>Saudara lk-nya (yaitu Putra 3 dan 4)</strong> : mendapat sisanya (1/3 bagian); jadi masing2 mendapat 1/6 bagian.<br /><strong>Selain mereka </strong>: tidak mendapat bagian karena mahjub oleh saudara laki-lakinya (Putra 3 dan 4)<br /><br /><strong><span style="color:#990000;">Pembagian IV (seharusnya sudah dilaksanakan tahun 2000!):<br /></span>Paman</strong> Anda yang lain (yaitu <strong>Putra 3 </strong>dari nenek Anda) wafat. Maka ahli waris dan bagian mereka masing-masing adalah sebagai berikut:<br /><strong>Isterinya </strong>: mendapat 1/8 bagian<br /><strong>Anak laki-lakinya (4 org)</strong> : mendapat 2/3 dari sisanya = 2/3 x 7/8 = 14/24 bagian; jadi masing2 mendapat 14/96 bagian<br /><strong>Anak perempuannya (4 org)</strong> : mendapat 1/3 dari sisanya = 1/3 x 7/8 = 7/24 bagian; jadi masing2 mendapat 7/96 bagian.<br /><strong>Selain mereka </strong>: tidak mendapat bagian karena mahjub oleh adanya anak-anak laki-lakinya.<br /><br /><strong><span style="color:#000099;">Kesimpulan:<br /></span></strong>Dari keempat kasus orang yang wafat dalam keluarga besar Anda, beserta dengan urutan pembagian warisannya masing-masing, maka dapat disimpulkan bahwa para ahli waris (yang masih hidup tentunya) yang berhak atas harta peninggalan nenek Anda dan bagian mereka masing-masing adalah sebagai berikut:<br />1. <strong>Isteri dari Putra 1 </strong>: hanya mendapat 1/8 bagian dari Putra 1, dan <strong>tidak</strong> mendapat warisan dari nenek Anda.<br />2. <strong>Isteri dari Putra 3</strong> : mendapat 1/8 x (280 + (1/6 x 140))= Rp 37,92 jt<br />3. <strong>Putra 4 </strong>dari nenek Anda : mendapat (280 jt)+ (1/6 x 140 jt) = Rp 303,33 jt<br />4. <strong>Anak2 lk (2 org) dari Putra 1 </strong>: hanya mendapat warisan dari Putra 1 masing2 sebesar 17/96 bagian, dan <strong>tidak</strong> mendapat warisan dari nenek Anda.<br />5. <strong>Anak2 pr (4 org) dari Putra 1 </strong>: hanya mendapat warisan dari Putra 1 masing2 sebesar 17/192 bagian, dan <strong>tidak</strong> mendapat warisan dari nenek Anda.<br />6. <strong>Anak2 lk (4 org) dari Putra 3 </strong>: mendapat 14/24 x (280 + (1/6 x 140)) jt = Rp 176,94 jt. Jadi masing2 mendapat Rp 44,24 jt<br />7. <strong>Anak2 pr (4 org) dari Putra 3 </strong>: mendapat 7/24 x (280 + (1/6 x 140)) jt = Rp 88,47 jt. Jadi masing2 mendapat Rp 22,12 jt<br />8. <strong>Anak2 pr (2 org) dari Putri 2 </strong>: mendapat 2/3 x 140 jt = Rp 93,33 jt. Jadi masing2 mendapat Rp 46,66 jt.<br /><br />Bagaimana dengan bagian untuk Anda sendiri sebagai cucu?<br />Dari rincian masalah yang Anda berikan, maka saya mengambil kesimpulan bahwa <strong>Anda adalah anak dari Putra 4</strong>. Jika asumsi saya ini benar, maka bagian Anda dalam menerima warisan dari nenek Anda dalam hal ini (maaf!) tidak ada, karena dalam kasus ini, posisi Anda <em>mahjub</em> (terhalang). Silakan lihat kembali pada Pembagian II di atas. Berdasarkan kaidah hijab, maka cucu dari seorang mayit terhalang (mahjub) dari mendapat warisan jika mayit tadi memiliki anak laki-laki, baik anak laki-laki itu merupakan bapak dari cucu tesebut ataupun merupakan paman dari cucu tersebut. Dan baik bapak dari cucu tersebut masih hidup ataupun sudah meninggal lebih dulu dari mayit tadi, maka selama mayit tadi mempunyai anak laki-laki yang masih hidup, cucu tetap terhalang mendapat warisan. Dengan demikian, maka jawaban yang saya berikan di atas, insyaallah, sudah benar.<br /><br />Silakan periksa kembali jumlah harta peninggalan nenek Anda yang sudah diberikan kepada para ahli waris:<br />(37,92 + 303,33 + 176,94 + 88,47 + 93,33) jt = 699,99 jt = <strong>+/- Rp 700 juta</strong>.<br /><strong>(<em>Alhamdulillah</em>, benar!) </strong><br /><br />Demikianlah hasil perhitungan untuk masalah warisan dalam keluarga besar Anda yang dapat saya selesaikan di sini. </div><div align="left"></div><div align="left"></div><div align="left"><strong><span style="font-size:130%;"><span style="color:#009900;">والله اعلم بالصواب<br /></span><span style="color:#009900;">والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته</span></span></strong><br /><br /><br /><span style="color:#6600cc;">Achmad Yani, S.T., M.Kom.<br /></span><span style="color:#3333ff;">achmad_yani_polmed@yahoo.co.id</span><br /><span style="color:#990000;">http://www.achmad-yani.co.cc</span></div></span>Achmad Yani, S.T., M.Kom.http://www.blogger.com/profile/12602678000759969392noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-984572240928159248.post-85554442092405333682009-06-05T09:28:00.000+07:002009-10-31T14:55:06.340+07:00MUNASAKHAH<div align="center"><span style="font-size:180%;"><strong><span style="color: rgb(255, 0, 0);">المُنَاسَخة</span></strong><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);"><strong>MUNASAKHAH</strong><br /></span></span></div><p><br /><strong><span style="color: rgb(255, 0, 0);font-size:180%;" >َ</span><span style="color: rgb(0, 0, 0);font-size:100%;" >Pengertian <em>Munasakhah</em></span></strong><br />Seringkali dalam kenyataan di masyarakat, ditemukan kasus seseorang meninggal dunia, tetapi harta warisannya tidak segera dibagikan kepada para ahli warisnya yang berhak. Tidak berapa lama kemudian, di antara ahli warisnya ada yang menyusul wafat sebelum harta warisan yang wafat pertama tadi dibagikan. Di kemudian hari, di antara para ahli waris dari yang wafat pertama maupun ahli waris dari yang wafat belakangan tidak jarang terjadi perselisihan karena masing-masing mengklaim harta warisan. </p><span class="fullpost"><p>Hal yang dapat membawa kepada perpecahan keluarga – bahkan perbuatan kriminal – seperti ini seharusnya dapat dihindari atau dicegah. Dalam Islam, pembagian warisan hendaknya disegerakan pelaksanaannya setelah urusan fardhu kifayah atas mayit selesai. Penundaan pembagian warisan yang terlalu lama dapat menimbulkan kesulitan untuk menentukan bagian masing-masing ahli waris. Hal ini wajar terjadi karena mungkin terdapat lebih dari seorang di antara ahli waris yang menyusul wafat sebelum harta warisan dari yang wafat pertama sekali dibagikan.<span class="fullpost"><br /><br /><em>Alhamdulillah</em>, meskipun tampaknya sulit, masalah seperti digambarkan di atas dapat diselesaikan dalam Islam. Masalah ini dalam ilmu faraidh sering disebut <em><strong>munasakhah</strong></em>. <span style="color: rgb(0, 153, 0);">Menurut As-Sayyid Asy-Syarif</span>, <em>munasakhah</em> didefinisikan sebagai<span style="color: rgb(102, 0, 204);"> “pemindahan bagian warisan dari sebagian ahli waris kepada orang yang mewarisinya karena kematiannya sebelum pembagian harta warisan dilaksanakan.” </span>Sementara itu, <span style="color: rgb(255, 0, 0);">Ibnu Umar Al-Baqry </span>mendefinisikan <em>munasakhah</em> sebagai <span style="color: rgb(102, 0, 204);">“kematian seseorang sebelum harta dibagi-bagikan sampai seseorang atau beberapa orang yang mewarisinya menyusul meninggal dunia.”</span> Kedua pengertian <em>munasakhah</em> ini pada dasarnya sama saja karena sudah mengandung unsur-unsur penting dari <em>munasakhah</em> sebagai berikut:<br /><span style="color: rgb(255, 0, 0);"><span style="color: rgb(51, 51, 255);">1.</span> Harta warisan belum dibagi kepada para ahli waris<br /><span style="color: rgb(51, 51, 255);">2.</span> Adanya kematian sebagian ahli waris<br /><span style="color: rgb(51, 51, 255);">3.</span> Adanya pemindahan bagian harta warisan dari orang yang mati belakangan kepada ahli waris lain atau kepada ahli warisnya yang semula menjadi ahli waris terhadap orang yang mati lebih dahulu<br /><span style="color: rgb(51, 51, 255);">4.</span> Pemindahan bagian ahli waris yang telah mati kepada ahli warisnya harus dengan jalan warisan<br /></span><br /><strong>Bentuk-bentuk <em>Munasakhah</em><br /></strong><br />Pada dasarnya, munasakhah mempunyai dua bentuk, yaitu<br /><span style="color: rgb(51, 51, 255);">1. Bentuk pertama:<br /></span>Ahli waris yang akan menerima pemindahan bagian warisan dari orang yang mati belakangan adalah ahli waris juga bagi orang yang mati lebih dahulu<br /><span style="color: rgb(51, 51, 255);">2. Bentuk kedua: </span><br />Ahli waris yang akan menerima pemindahan bagian warisan dari orang yang mati belakangan adalah bukan ahli waris bagi orang yang mati lebih dahulu. Yaitu, seandainya tidak terjadi kematian yang kedua, ia tidak dapat mewarisi orang yang mati lebih dahulu<br /><br /><strong>Cara Penyelesaian <em>Munasakhah</em></strong><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255);">1. Untuk <em>Munasakhah</em> bentuk pertama<br /></span>Penyelesaiannya adalah cukup dilakukan pembagian satu kali saja, yaitu dengan membagi harta warisan orang yang mati lebih dahulu kepada ahli waris yang hidup saja dengan menganggap bahwa orang yang mati belakangan sudah tidak hidup pada saat kematian orang yang mati lebih dahulu, sebagaimana halnya dikumpulkannya harta pribadi orang yang mati belakangan yang bukan diwarisinya dari orang yang mati lebih dahulu dengan jumlah harta peninggalan orang yang mati lebih dahulu.<br /><strong>Contoh kasus:<br /></strong>Seseorang (X) meninggal dunia dengan harta warisan sejumlah Rp 300 juta. Ahli warisnya 2 anak laki-laki (A dan B) dan 2 anak perempuan (C dan D). Sebelum warisan dibagi, A menyusul meninggal dunia sehingga ahli warisnya hanya saudara laki-laki dan perempuannya, yaitu B, C, dan D. Berapakah bagian B, C, dan D?<br /><strong>Penyelesaian:<br /></strong>Karena semua ahli waris dari A juga merupakan ahli waris dari X, maka dalam hal ini, A dianggap tidak ada, atau bukan ahli waris dari X sehingga ahli waris dari X hanya B, C, dan D. Selanjutnya B, C, dan D mewarisi X sebagai <em>‘ashabah bil-ghair</em>, sehingga uang Rp 300 juta dibagi kepada mereka bertiga dengan perbandingan 2:1:1. Maka bagian masing-masing adalah:<br />Bagian B = 2/4 x Rp 300 juta = Rp 150 juta<br />Bagian C = 1/4 x Rp 300 juta = Rp 75 juta<br />Bagian D = 1/4 x Rp 300 juta = Rp 75 juta<br />Seandainya A dalam contoh ini memiliki harta peninggalan Rp 100 juta, maka uangnya dikumpulkan dengan uang X sehingga menjadi Rp 400 juta. Kemudian baru dibagi kepada B, C, dan D dengan perbandingan yang sama seperti sebelumnya, yaitu 2:1:1. Maka<br />Bagian B = 2/4 x Rp 400 juta = Rp 200 juta<br />Bagian C = 1/4 x Rp 400 juta = Rp 100 juta<br />Bagian D = 1/4 x Rp 400 juta = Rp 100 juta<br /><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255);">2. Untuk <em>munasakhah</em> bentuk kedua:<br /></span>Penyelesaiannya adalah dengan melakukan dua kali pembagian, yaitu harta peninggalan yang mati lebih dahulu dibagikan kepada para ahli warisnya, termasuk yang mati belakangan, kemudian bagian orang yang mati belakangan dibagikan kepada para ahli warisnya.<br /><strong>Contoh kasus:<br /></strong>Seseorang (X) meninggal dunia dengan harta warisan sejumlah Rp 60 juta. Ahli warisnya seorang anak laki-laki (A) dan seorang anak perempuan (B). Sebelum warisan dibagi, A menyusul meninggal dunia dengan meninggalkan ahli waris seorang anak perempuan (C)<br /><br /><strong>Penyelesaian:</strong><br /><span style="color: rgb(153, 0, 0);">Pembagian I (X meninggal):<br /></span>Dalam hal ini, A dan B adalah ‘ashabah bil-ghair, sehingga mendapat bagian dengan perbandingan 2:1. Jadi:<br />Bagian A = 2/3 x Rp 60 juta = Rp 40 juta<br />Bagian B = 1/3 x Rp 60 juta = Rp 20 juta<br /><span style="color: rgb(153, 0, 0);">Pembagian II (A meninggal):<br /></span>Dalam hal ini, bagian C adalah 1/2 (karena anak perempuan dari A), sedangkan bagian B (yaitu saudara perempuan dari A) adalah sisa (sebagai <em>‘ashabah ma’al-ghair</em>):<br />Bagian C = 1/2 x Rp 40 juta = Rp 20 juta<br />Bagian B = sisa (umg) = Rp 20 juta<br /><strong>Kesimpulan:<br /></strong>Bagian B = Rp 20 juta + Rp 2 juta = Rp 40 juta<br />Bagian C = Rp 20 juta </p><p>Demikianlah sedikit penjelasan tentang munasakhah. Semoga dapat diambil manfaatnya.</p><p></p></span></span>Achmad Yani, S.T., M.Kom.http://www.blogger.com/profile/12602678000759969392noreply@blogger.com6tag:blogger.com,1999:blog-984572240928159248.post-14280429756694486912009-05-27T16:13:00.000+07:002009-11-06T00:19:59.683+07:00Tanya Jawab (3)<div align="center"><strong><span style="font-size:180%;color:#990000;">بسم الله الرحمن الرحيم</span></strong></div><br /><em>Posting ini adalah sekaligus sebagai jawaban atas pertanyaan <strong>Bpk M Rodli.</strong><br /></em><br /><strong><span style="color:#3333ff;">Pertanyaan:</span></strong><br /><br />Jika A (Lk) & B (Pr) menikah. Sblm menikah, A punya anak (C-Pr) & B punya anak (D,E,F). A juga punya kakak (G-Pr). Sewaktu A wafat, harta gono-gini dari pernikahan A&B kalo diwaris, siapa saja yg dpt & berapa %?<br /><br /><strong><span style="color:#6600cc;">Jawaban:</span></strong> <span class="fullpost"><br /><br /><strong><span style="font-size:130%;color:#009900;">السلام عليكم ورحمة الله وبركاته</span></strong><br /><br />Untuk kasus ini, yang menjadi ahli waris dari A adalah sebagai berikut:<br />1. <span style="color:#009900;"><strong>Isterinya</strong></span> (yaitu B) ===> mendapat <strong><span style="color:#ff0000;">1/8 bagian = 12,5%<br /></span></strong>2. <span style="color:#009900;"><strong>Anak perempuannya</strong></span> (yaitu C) ===> mendapat <strong><span style="color:#ff0000;">1/2 bagian = 50%</span></strong><br />3. <strong><span style="color:#009900;">Kakak perempuannya</span></strong> (yaitu G) ===> mendapat sisanya (sebagai <em>'ashabah ma'al-ghair</em> dengan sebab ada anak perempuan) yaitu sebesar <strong><span style="color:#ff0000;">3/8 bagian = 37,5%</span></strong><br /><br />Sementara itu, anak dari B, yaitu <span style="color:#cc33cc;"><strong>D, E, dan F tidak mendapat warisan</strong></span> karena mereka adalah <strong><span style="color:#cc33cc;">anak tiri</span></strong> dari A, sedangkan anak tiri tidak termasuk ahli waris.<br /><br />Adapun harta yang dibagikan kepada para ahli waris di atas haruslah harta murni milik A sendiri, dan tidak bercampur dengan harta orang lain, meskipun isterinya sendiri, karena <span style="color:#990000;"><strong>dalam Islam tidak ada istilah harta gono-gini</strong></span>. Kalau yang dimaksud adalah harta bersama selama perkawinan antara A dan B, maka harus dipisahkan dulu dari harta itu, mana yang milik A, dan mana yang milik B.<br /><br />Demikianlah jawaban singkat yang dapat saya berikan.<br /><br /><strong><span style="font-family:trebuchet ms;font-size:130%;color:#3333ff;">والله اعلم بالصواب</span></strong></span>Achmad Yani, S.T., M.Kom.http://www.blogger.com/profile/12602678000759969392noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-984572240928159248.post-32170183316177071432009-05-14T16:37:00.000+07:002009-09-28T15:10:37.734+07:00Tanya Jawab (2)<div align="center"><strong><span style="color: rgb(0, 153, 0);font-size:130%;" >بسم الله الرحمن الرحيم</span></strong></div><div align="center"><strong><span style="color: rgb(0, 153, 0);font-size:130%;" ></span></strong></div><div align="center"><strong><span style="color: rgb(0, 153, 0);font-size:130%;" ></span></strong></div><div align="center"></div><div align="center"><strong><span style="color: rgb(0, 153, 0);font-size:130%;" ></span></strong></div><div align="center"><strong><span style="color: rgb(0, 153, 0);font-size:130%;" ></span></strong></div><div align="center"><strong><span style="color: rgb(0, 153, 0);font-size:130%;" ></span></strong></div><div align="center"><strong><span style="color: rgb(0, 153, 0);font-size:130%;" ></span></strong></div><div align="center"><strong><span style="color: rgb(0, 0, 153);font-family:arial;font-size:180%;" >مِيْرَاثُ الْخُنْثَى</span></strong></div><div align="center"><strong><span style="color: rgb(0, 153, 0);font-size:130%;" ></span></strong></div><div align="center"><strong><span style="color: rgb(0, 153, 0);font-size:130%;" ></span></strong></div><div align="center"><strong></strong></div><div align="center"><span style="color: rgb(204, 0, 0);"><strong></strong></span></div><div align="center"><span style="color: rgb(204, 0, 0);"><span style="font-size:180%;"><strong>Warisan Bagi Banci (<em>Khuntsa</em>)</strong><br /></span></span></div><div align="justify"><br /><span style="font-size:85%;"><strong><em>Catatan:</em></strong></span></div><div align="justify"><em><span style="font-size:85%;">Posting ini</span> adalah sekaligus sebagai jawaban atas pertanyaan Bpk/Sdr Tazky.</em></div><div align="justify"><em></em></div><div align="justify"></div><div align="justify"></div><div align="justify"><strong>Pengertian</strong><br /><br />Orang banci atau disebut <em>khuntsa</em>, adalah orang yang mempunyai alat kelamin ganda (laki-laki dan perempuan), atau tidak mempunyai kedua-duanya sama sekali.<br /><br />Di dalam Al-Qur’an, dalam ayat-ayat mawaris, tidak disebutkan bahwa <em>khuntsa</em> dikecualikan dalam pembagian warisan. Bahkan, kebanyakan ahli fiqih berpendapat bahwa <em>khuntsa</em>, bayi dalam kandungan, orang hilang, tawanan perang, dan orang-orang yang mati bersamaan dalam suatu musibah atau kecelakaan, mendapat tempat khusus dalam pembahasan ilmu faraidh. Ini berarti bahwa orang-orang ini memiliki hak yang sama dengan ahli waris lain dalam keadaan normal dan tidak dapat diabaikan begitu saja.</div><br /><br /><span class="fullpost"><div align="justify">Seorang <em>khuntsa</em> ada yang masih dapat diketahui atau diidentifikasi jenis kelaminnya. Khuntsa seperti ini disebut <em>khuntsa ghairu musykil</em>. Jika seorang <em>khuntsa</em> tidak mungkin lagi untuk diidentifikasi jenis kelaminnya, maka orang itu disebut <em>khuntsa musykil</em>. Untuk dapat mengidentifikasi jenis kelamin seorang <em>khuntsa</em>, dapat ditempuh cara berikut: </div><br /><p align="justify"><span style="color: rgb(51, 51, 255);">1. Meneliti alat kelamin yang dipergunakan untuk buang air kecil.</span><br />Hadits Nabi SAW:<br /><em>“Berilah warisan anak khuntsa ini (sebagai laki-laki atau perempuan) mengingat dari alat kelamin yang mula pertama dipergunakannya untuk buang air kecil.” (HR Ibnu Abbas)</em> </p><p><span style="color: rgb(51, 51, 255);">2. Meneliti tanda-tanda kedewasaannya<br /></span>Seorang laki-laki dapat dikenali jenis kelaminnya melalui tumbuhnya janggut dan kumis, perubahan suara, keluarnya sperma lewat dzakar, kecenderungan mendekati perempuan. Sementara perempuan dapat dikenali jenis kelaminnya melalui perubahan payudara, haid, kecenderungan mendekati laki-laki.<br /><br />Orang yang normal sudah jelas jenis kelaminnya sehingga statusnya dalam pembagian warisan dapat ditentukan dengan segera. Tetapi berbeda halnya dengan <em>khuntsa</em> karena dalam sebagian besar kasus, jenis kelamin seseorang dapat menentukan bagian warisan yang diterimanya. Dari seluruh orang yang berhak sebagai ahli waris, maka ada <span style="color: rgb(102, 0, 204);"><strong>tujuh macam orang yang ada kemungkinan berstatus sebagai khuntsa</strong></span>. Ketujuh orang itu adalah<br /><span style="color: rgb(102, 0, 204);">1. anak<br />2. cucu<br />3. saudara (kandung, sebapak, atau seibu)<br />4. anak saudara atau keponakan (kandung atau sebapak)<br />5. paman (kandung atau sebapak)<br />6. anak paman atau sepupu (kandung atau sebapak)<br />7. <em>mu’tiq</em> (orang yang pernah membebaskan si mayit)<br /></span></p><p>Selain ketujuh macam orang itu, tidak mungkin berstatus sebagai <em>khuntsa</em>. Sebagai contoh, <strong>suami</strong> atau <strong>isteri</strong> tidak mungkin khuntsa karena salah satu syarat timbulnya perkawinan adalah terjadi antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang sudah jelas jenis kelaminnya. Begitu juga dengan <strong>bapak</strong>, <strong>ibu</strong>, <strong>kakek</strong>, dan <strong>nenek</strong>; keempat macam orang ini tidak mungkin <em>khuntsa</em> karena mereka sudah jelas memiliki anak dan/atau cucu.</p><p>Bagi seorang khuntsa, warisan yang diperolehnya dalam pembagian warisan dapat memiliki lima kemungkinan, yaitu<br />1. Jika dianggap laki-laki ataupun perempuan, maka bagiannya sama besar.<br />2. Jika dianggap laki-laki, maka bagiannya lebih besar daripada jika dianggap perempuan.<br />3. Jika dianggap perempuan, maka bagiannya lebih besar daripada jika dianggap laki-laki.<br />4. Hanya dapat menerima warisan jika dianggap laki-laki.<br />5. Hanya dapat menerima warisan jika dianggap perempuan. </p><p>Mungkinkah kelima macam kasus di atas terjadi? Contoh-contohnya? Silakan perhatikan contoh-contoh di bawah ini.</p><p><br /><br /><strong>Penghitungan bagian warisan untuk khuntsa<br /></strong><br />Dalam menghitung bagian warisan untuk khuntsa, ada tiga pendapat yang utama:<br /><span style="color: rgb(0, 153, 0);">1. Menurut Imam Hanafi:</span></p><p>Khuntsa diberikan bagian yang terkecil dari dua perkiraan laki-laki dan perempuan, sedangkan ahli waris lain diberikan bagian yang terbesar dari dua perkiraan laki-laki dan perempuan.</p><p align="justify"><span style="color: rgb(0, 153, 0);">2. Menurut Imam Syafii:</span> </p><p align="justify">Semua ahli waris termasuk khuntsa diberikan bagian yang terkecil dan meyakinkan dari dua perkiraan, dan sisanya ditahan (di-tawaquf-kan) sampai persoalan khuntsa menjadi jelas, atau sampai ada perdamaian untuk saling-menghibahkan (tawahub) di antara para ahli waris.</p><p align="justify"><span style="color: rgb(0, 153, 0);">3. Menurut Imam Maliki:</span> </p><p align="justify">Semua ahli waris termasuk khuntsa diberikan separuh dari dua perkiraan laki-laki dan perempuan (nilai tengah dari dua perkiraan). </p><p align="justify"><br />Sementara itu, <span style="color: rgb(0, 153, 0);">Imam Hanbali</span> berpendapat seperti Imam Syafii dalam hal khuntsa masih dapat diharapkan menjadi jelas status jenis kelaminnya. Tetapi dalam hal status khuntsa tidak dapat diharapkan menjadi jelas, pendapat beliau mengikuti pendapat Imam Maliki.<br /><br /><strong>Contoh 1:</strong><br />Seseorang wafat dan meninggalkan seorang anak laki-laki dan seorang anak yang banci.<br /><strong>Penyelesaiannya:</strong><br />· Jika dianggap laki-laki, berarti ahli waris ada 2 orang anak laki-laki. Keduanya dalam hal ini adalah sebagai ‘ashabah bin-nafsi dan mewarisi seluruh harta dengan masing-masing memperoleh 1/2 bagian.<br />· Jika dianggap perempuan, berarti ahli warisnya seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan. Dalam hal ini, mereka adalah sebagai ‘ashabah bil-ghair dengan ketentuan bagian anak laki-laki sama dengan dua kali bagian anak perempuan. Jadi anak laki-laki memperoleh 2/3, sedangkan anak perempuan memperoleh 1/3.<br />Dari kedua macam anggapan ini, pembagiannya adalah sebagai berikut:<br /><span style="color: rgb(0, 102, 0);">1. Menurut madzhab Hanafi:<br /></span>Bagian anak laki-laki = 2/3<br />Bagian anak banci = 1/3<br /><span style="color: rgb(0, 102, 0);">2. Menurut madzhab Syafii:<br /></span>Bagian anak laki-laki = 1/2<br />Bagian anak banci = 1/3<br />Sisa = 1/6 (ditahan sampai jelas statusnya)<br /><span style="color: rgb(0, 102, 0);">3. Menurut madzhab Maliki:<br /></span>Bagian anak laki-laki = ½ x (1/2 + 2/3) = 7/12<br />Bagian anak banci = ½ x (1/2 + 1/3) = 5/12</p><br /><p><strong>Contoh 2:</strong><br />Seorang perempuan wafat dengan meninggalkan harta berupa uang Rp 36 juta. Ahli warisnya terdiri dari suami, ibu, dua saudara laki-laki seibu, dan seorang saudara sebapak yang khuntsa.<br /><strong>Penyelesaiannya:<br /></strong><span style="color: rgb(102, 0, 204);">· Jika diperkirakan laki-laki: </span><br />Suami : 1/2 x Rp 36 juta = Rp 18 juta<br />Ibu : 1/6 x Rp 36 juta = Rp 6 juta<br />Dua sdr lk seibu : 1/3 x Rp 36 juta = Rp 12 juta<br /><em>Khuntsa</em> (Sdr lk sebapak) : Sisa (tetapi sudah tidak ada sisa lagi)<br /><span style="color: rgb(102, 0, 204);">· Jika diperkirakan perempuan (dalam hal ini terjadi ‘aul dari asal masalah 6 menjadi 9):<br /></span>Suami : 3/9 x Rp 36 juta = Rp 12 juta<br />Ibu : 1/9 x Rp 36 juta = Rp 4 juta<br />Dua sdr lk seibu : 2/9 x Rp 36 juta = Rp 8 juta<br /><em>Khuntsa</em> (Sdr pr sebapak) : 3/9 x Rp 36 juta = Rp 12 juta<br />Dari kedua macam perkiraan ini, pembagiannya adalah sebagai berikut:<br /><span style="color: rgb(0, 102, 0);">1. Menurut madzhab Hanafi:<br /></span>a. Suami : Rp 18 juta<br />b. Ibu : Rp 6 juta<br />c. Dua sdr lk seibu : Rp 12 juta<br />d. Khuntsa (Sdr sebapak) : tidak mendapat apa-apa<br /><span style="color: rgb(0, 102, 0);">2. Menurut madzhab Syafii:<br /></span>a. Suami : Rp 12 juta<br />b. Ibu : Rp 4 juta<br />c. Dua sdr lk seibu : Rp 12 juta<br />d. Khuntsa (Sdr sebapak) : tidak mendapat apa-apa<br />e. Sisa : Rp 8 juta (ditahan sampai status khuntsa jelas)<br /><span style="color: rgb(0, 102, 0);">3. Menurut madzhab Maliki:<br /></span>a. Suami : ½ x (18 + 12) = Rp 15 juta<br />b. Ibu : ½ x (6 + 4) = Rp 5 juta<br />c. Dua sdr lk seibu : ½ x (12 + 8) = Rp 10 juta<br />d. Khuntsa (Sdr sebapak) : ½ x (0 + 12) = Rp 6 juta</p><strong>Contoh 3:</strong><br />Seseorang wafat dengan meninggalkan ahli waris seorang ibu, seorang saudara perempuan kandung, 2 orang saudara laki-laki seibu, dan seorang saudara seibu yang <em>khuntsa</em>.<br /><strong>Penyelesaiannya:<br /></strong>Dalam kasus ini, ahli waris yang <em>khuntsa</em> adalah saudara seibu. Karena bagian warisan saudara seibu, menurut Al-Qur’an, baik laki-laki maupun perempuan adalah sama saja, yaitu 1/6 jika seorang diri, atau 1/3 dibagi sama rata jika lebih dari seorang, maka kasus <em>khuntsa</em> di sini tidak mempengaruhi bagian warisan untuk semua ahli waris. Jadi pembagiannya adalah sebagai berikut:<br />· Bagian ibu = 1/6<br />· Bagian saudara perempuan kandung = 1/2<br />· Bagian 2 saudara pr seibu + 1 saudara seibu <em><strong>khuntsa</strong></em> = 1/3<br />(1/3 bagian ini dibagi sama rata untuk 3 orang saudara seibu, termasuk yang <em>khuntsa</em>, yaitu masing-masing mendapat 1/9 bagian).<br /><br />Demikianlah cara pembagian warisan bagi khuntsa menurut tiga madzhab. Semoga ada manfaatnya.<br /><p align="justify"><span style="color: rgb(153, 51, 0);font-size:130%;" ><strong>والله اعلــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــم بالصواب</strong></span></p></span>Achmad Yani, S.T., M.Kom.http://www.blogger.com/profile/12602678000759969392noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-984572240928159248.post-29133939070726018662009-05-06T17:06:00.000+07:002009-11-05T15:26:18.289+07:00Tanya Jawab (1)<div style="FONT-WEIGHT: bold"><span style="COLOR: rgb(0,153,0);font-size:180%;" >بسم الله الرحمن الرحيم</span><span style="font-size:180%;"><br /></span></div><br />Posting kali ini adalah sebagai <span style="FONT-WEIGHT: bold">jawaban </span>atas pertanyaan <span style="FONT-WEIGHT: bold">Bpk/Sdr. Tedi.</span><br />Berikut ini petikan pertanyaannya:<cite><br /></cite><br /><span style="FONT-STYLE: italic"><span style="COLOR: rgb(153,51,0)">"Assalamu'alaikum pak ustadz. Saya minta tolong ada masalah warisan. Mertua perempuan meninggal, ada harta yg diwariskan dr ibunya. almh punya anak 5 org + 1 suami + adik kandung perempuan 1. bgmn cara membaginya?"</span></span><span class="fullpost"><br /><br />Inilah jawabannya:<br /><br /><span style="COLOR: rgb(0,153,0);font-family:arial;font-size:130%;" >السلام عليكم ورحمة الله وبركاته</span><span style="FONT-STYLE: italic"><br />Wa'alaikum salam wr. wb.</span><br /><br />Bapak/Saudara Tedi, untuk masalah warisan yang Bapak/Saudara tanyakan, karena anak yang 5 orang ini tidak Saudara jelaskan jenis kelaminnya, maka ada tiga kemungkinan kasus dan jawabannya.<br /><ul><li><span style="COLOR: rgb(255,0,0)">Kemungkinan pertama (Semua anak adalah laki-laki).</span> Untuk <span style="FONT-WEIGHT: bold">suami</span> dari almarhumah, bagiannya adalah <span style="FONT-WEIGHT: bold">1/4</span> karena almarhumah memiliki anak (baik laki-laki maupun perempuan). <span style="COLOR: rgb(0,153,0)">Dalilnya Surat An-Nisa': 12</span>. Untuk <span style="FONT-WEIGHT: bold">5 orang anak</span> (semuanya laki-laki), bagian mereka adalah sisanya (dalam hal ini, mereka disebut juga <span style="FONT-STYLE: italic">'ashabah bin-nafsi</span>) yaitu <span style="FONT-WEIGHT: bold">3/4 bagian</span>, dan ini dibagi rata untuk 5 orang sehingga <span style="FONT-WEIGHT: bold">masing-masing anak memperoleh 3/20 bagian</span>. <span style="COLOR: rgb(0,153,0)">Dalilnya Surat An-Nisa': 11</span>. Sementara itu, <span style="FONT-WEIGHT: bold">adik kandung perempuan</span> dari almarhumah (di sini ia sebagai saudara perempuan kandung dari almarhumah) <span style="FONT-WEIGHT: bold">tidak mendapat bagian</span> karena terhalang (<span style="FONT-STYLE: italic">mahjub</span>) oleh adanya anak laki-laki. <span style="COLOR: rgb(0,153,0)">Dalilnya Surat An-Nisa': 176</span>. </li><li><span style="COLOR: rgb(255,0,0)">Kemungkinan kedua (Semua anak adalah perempuan). </span>Untuk <span style="FONT-WEIGHT: bold">suami</span> dari almarhumah, bagiannya adalah <span style="FONT-WEIGHT: bold">1/4</span> karena almarhumah memiliki anak (baik laki-laki maupun perempuan). <span style="COLOR: rgb(0,153,0)">Dalilnya Surat An-Nisa': 12</span>. Untuk <span style="FONT-WEIGHT: bold">5 orang anak</span> perempuan, mereka mendapat <span style="FONT-WEIGHT: bold">2/3 bagian</span> dan dibagi rata untuk 5 orang sehingga masing-masing anak perempuan memperoleh <span style="FONT-WEIGHT: bold">2/15 bagian</span>. <span style="COLOR: rgb(0,153,0)">Dalilnya Surat An-Nisa': 11</span>. Sisanya, yaitu sebesar <span style="FONT-WEIGHT: bold">1/12 bagian</span>, diberikan kepada <span style="FONT-WEIGHT: bold">adik kandung perempuan</span> dari almarhumah (dalam hal ini, ia adalah sebagai <span style="FONT-STYLE: italic">'ashabah ma'al-ghair</span>, yaitu penerima sisa warisan karena adanya anak perempuan atau cucu perempuan dari si mayit). <span style="COLOR: rgb(0,153,0)">Dalilnya Surat An-Nisa': 176</span>. </li><li><span style="COLOR: rgb(255,0,0)">Kemungkinan ketiga (Anak yang 5 orang terdiri dari gabungan laki-laki dan perempuan). </span>Untuk <span style="FONT-WEIGHT: bold">suami</span> dari almarhumah, bagiannya masih sama, yaitu <span style="FONT-WEIGHT: bold">1/4</span> karena almarhumah memiliki anak (baik laki-laki maupun perempuan). <span style="COLOR: rgb(0,153,0)">Dalilnya Surat An-Nisa': 12</span>. Untuk anak laki-laki dan perempuan, dalam kasus ini mereka <span style="FONT-WEIGHT: bold">bersama-sama menerima sisa harta</span> (yaitu sebesar <span style="FONT-WEIGHT: bold">3/4 bagian</span>) setelah diberikan kepada suami, dengan ketentuan bahwa bagian satu orang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan. <span style="COLOR: rgb(0,153,0)">Dalilnya Surat An-Nisa': 11</span>. Anak laki-laki dan anak perempuan dalam hal ini adalah sebagai <span style="FONT-STYLE: italic">'ashabah bil-ghair.</span> Misalkan anak yang 5 orang ini terdiri dari <span style="FONT-WEIGHT: bold; COLOR: rgb(51,51,255)">2</span> anak laki-laki dan <span style="FONT-WEIGHT: bold; COLOR: rgb(204,51,204)">3</span> anak perempuan. Maka total saham mereka adalah (2 x<span style="FONT-WEIGHT: bold; COLOR: rgb(51,51,255)"> 2</span>) +<span style="FONT-WEIGHT: bold; COLOR: rgb(204,51,204)"> 3</span> = 7. Jadi, <span style="FONT-WEIGHT: bold">2 anak laki-laki mendapat 4/7 bagian dari sisa harta, yaitu 4/7 x 3/4 = 3/7 bagian</span> dan 3/7 ini dibagi rata untuk 2 orang sehingga masing-masing memperoleh 3/14 bagian. Untuk <span style="FONT-WEIGHT: bold">3 anak perempuan</span>, mereka mendapat <span style="FONT-WEIGHT: bold">3/7 bagian dari sisa harta, yaitu 3/7 x 3/4 = 9/28 bagian</span>, dan 9/28 ini dibagi rata untuk 3 orang sehingga masing-masing memperoleh 3/28 bagian. Sementara itu, <span style="FONT-WEIGHT: bold">adik perempuan kandung tidak mendapat bagian</span> karena terhalang (<span style="FONT-STYLE: italic">mahjub</span>) oleh anak laki-laki. <span style="COLOR: rgb(0,153,0)">Dalilnya Surat An-Nisa': 176</span>. </li></ul>Demikianlah jawaban yang dapat saya berikan. Untuk membandingkan, silakan lihat kembali 2 posting saya sebelumnya yang berjudul <span style="FONT-WEIGHT: bold; COLOR: rgb(102,0,204); FONT-STYLE: italic">Ilmu Faraidh: Ahli Waris dan Klasifikasinya</span> serta <span style="FONT-WEIGHT: bold; FONT-STYLE: italic"><span style="COLOR: rgb(102,0,204)">Ilmu Faraidh:</span> <span style="COLOR: rgb(102,0,204)">Metode Asal Masalah dalam Penghitungan Harta Warisan</span></span>.<br /><span style="FONT-STYLE: italic"><br />Wallahu a'lamu bishshawab</span>.<br /><span style="FONT-STYLE: italic"><span style="FONT-STYLE: italic"><br /></span></span></span>Achmad Yani, S.T., M.Kom.http://www.blogger.com/profile/12602678000759969392noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-984572240928159248.post-46573429837629101282009-04-02T09:49:00.000+07:002009-11-06T00:21:48.182+07:00Ini dia... Kunci Jawaban Kuis Pendahuluan Ilmu Faraidh<div align="center"><strong><span style="font-family:arial;font-size:180%;color:#3333ff;">بسم الله الرحمن الرحيم</span></strong></div><div align="left"><em></em></div><div align="left"><em>Alhamdulillah</em>, sudah sebulan saya tampilkan posting berupa Kuis Pendahuluan Ilmu Faraidh yang berisi 20 soal pilihan berganda (A,B,C,D). Sesuai dengan janji saya pada posting itu, maka kali ini saya berikan kunci jawaban atas soal-soal kuis tadi, berikut dengan sedikit penjelasan. <span class="fullpost"><br /><br /><strong><span style="color:#009900;">1. Penggunaan harta peninggalan mayit mengikuti urutan berikut: </span><br /></strong>A. Pengurusan Jenazah -> Penunaian Wasiat -> Pembayaran -> Utang -> Pembagian Warisan<br />B. Pembayaran Utang -> Pengurusan Jenazah -> Penunaian Wasiat -> Pembagian Warisan<br />C. Penunaian Wasiat -> Pengurusan Jenazah -> Pembayaran Utang -> Pembagian Warisan<br />D. Pengurusan Jenazah -> Pembayaran Utang -> Penunaian Wasiat -> Pembagian Warisan<br /><strong>Jawaban</strong>: <strong><span style="color:#ff0000;">D. Pengurusan Jenazah -> Pembayaran Utang -> Penunaian Wasiat -> Pembagian Warisan </span></strong><span style="color:#ff0000;"><strong>(lihat posting saya berjudul <span style="color:#993399;"><em>Tirkah: Ada Apa Dengan Harta Peninggalan?</em></span>)<br /></strong></span><br /><strong><span style="color:#009900;">2. Seseorang dapat menjadi ahli waris dari orang yang meninggal karena tiga sebab, <span style="color:#ff0000;">kecuali</span> </span></strong><br />A. hubungan perkawinan (nikah)<br />B. hubungan nasab (darah, kerabat)<br />C. hubungan suku<br />D. hubungan wala' (pembebasan budak)<br />Jawaban: <strong><span style="color:#ff0000;">C. hubungan suku<br /></span></strong><br /><strong><span style="color:#009900;">3. Orang-orang berikut ini berhak menerima warisan, <span style="color:#ff0000;">kecuali</span><br /></span></strong>A. banci<br />B. pembunuh si mayit<br />C. anak dalam kandungan<br />D. tawanan perang<br />Jawaban: <strong><span style="color:#ff0000;">B. pembunuh si mayit<br /></span>Pembunuh </strong>si mayit termasuk orang yang dikecualikan (diharamkan) mendapat warisan selain <strong>orang yang berbeda agama </strong>dan <strong>budak</strong>.<br /><br /><strong><span style="color:#009900;">4. Orang-orang berikut ini mempunyai bagian yang tertentu (jelas) dari harta warisan, <span style="color:#ff0000;">kecuali</span><br /></span></strong>A. saudara pr dari ibu (bibi)<br />B. saudara pr seibu<br />C. anak pr<br />D. saudara pr kandung<br />Jawaban: <strong><span style="color:#ff0000;">A. saudara pr dari ibu (bibi)<br /></span></strong>Bibi tidak termasuk orang yang memiliki bagian yang tertentu dari harta warisan (ashhabul-furudh), tetapi ia termasuk golongan dzawil-arham yang akan mendapat warisan jika tidak ada lagi ashhabul-furudh dan ashabah.<br /><br /><strong><span style="color:#009900;">5. Bagian laki-laki dua kali bagian perempuan terjadi dalam kasus berikut ini, <span style="color:#ff0000;">kecuali </span><br /></span></strong>A. anak lk bersama anak pr<br />B. sdr lk kandung bersama sdr pr kandung<br />C. sdr lk sebapak bersama sdr pr sebapak<br />D. sdr lk seibu bersama sdr pr seibu<br />Jawaban: <span style="color:#ff0000;"><strong>D. sdr lk seibu bersama sdr pr seibu (dalil: Q.S. An-Nisa`: 12)<br /></strong></span><br /><strong><span style="color:#009900;">6. Saudara laki-laki kandung terhalang menerima warisan jika ada orang berikut ini, <span style="color:#ff0000;">kecuali</span><br /></span></strong>A. anak laki-laki<br />B. bapak<br />C. cucu laki-laki<br />D. anak perempuan<br />Jawaban: <strong><span style="color:#ff0000;">D. anak perempuan<br /></span></strong>Anak perempuan tidak dapat menghijab (menghalangi) saudara laki-laki kandung dalam menerima warisan.<br /><br /><strong><span style="color:#009900;">7. Orang berikut ini berhak mendapat warisan karena hubungan darah (nasab), <span style="color:#ff0000;">kecuali</span><br /></span></strong>A. anak laki-laki<br />B. suami<br />C. sdr pr seibu<br />D. nenek<br />Jawaban: <strong><span style="color:#ff0000;">B. suami<br /></span></strong>Suami berhak mendapat warisan bukan karena hubungan darah (nasab), tetapi karena hubungan nikah (perkawinan).<br /><br /><strong><span style="color:#009900;">8. Bagian yang diterima isteri jika si mayit memiliki anak adalah<br /></span></strong>A. 1/2<br />B. 1/3<br />C. 1/6<br />D. 1/8<br />Jawaban: <strong><span style="color:#ff0000;">D. 1/8</span><br /></strong>(Dalil: Q.S. An-Nisa`: 11)<br /><br /><strong><span style="color:#009900;">9. Orang berikut ini terhalang mendapatkan warisan, <span style="color:#ff0000;">kecuali</span><br /></span></strong>A. berbeda agama<br />B. belum dewasa<br />C. membunuh si mayit<br />D. budak<br />Jawaban: <strong><span style="color:#ff0000;">B. belum dewasa<br /></span></strong>Anak yang belum dewasa, meskipun masih dalam kandungan (dengan syarat-syarat tertentu menurut pendapat ulama-ulama) tetap mempunyai hak waris, bahkan tidak ada ahli waris lain yang menjadi penghalangnya.<br /><br /><strong><span style="color:#009900;">10. Bagian-bagian untuk para ahli waris yang ditetapkan dalam Al-Qur'an adalah<br /></span></strong>A. 1/2, 1/4, 1/8, 2/3, 1/3, 1/6<br />B. 1/2, 1/3, 1/4, 1/5, 1/6, 1/8<br />C. 1/2, 1/4, 1/5<br />D. 1/4, 1/2, 3/4<br />Jawaban: <strong><span style="color:#ff0000;">A. 1/2, 1/4, 1/8, 2/3, 1/3, 1/6<br /></span></strong>Dalilnya adalah Q.S. An-Nisa`: 11, 12, dan 176<br /><br /><strong><span style="color:#009900;">11. Pengertian untuk istilah ashhabul-furudh yang benar adalah<br /></span></strong>A. ahli waris yang memiliki bagian yang sudah tertentu<br />B. ahli waris yang menerima sisa warisan<br />C. ahli waris yang tidak termasuk A dan B<br />D. ahli waris yang terhalang menerima warisan akibat adanya ahli waris yang lain<br />Jawaban: <strong><span style="color:#ff0000;">A. ahli waris yang memiliki bagian yang sudah tertentu<br /></span></strong><br /><strong><span style="color:#009900;">12. Orang yang pernah membebaskan si mayit ketika si mayit itu menjadi budak disebut<br /></span></strong>A. radd<br />B. 'aul<br />C. fardh<br />D. mu'tiq<br />Jawaban: <strong><span style="color:#ff0000;">D. mu'tiq<br /></span></strong><br /><strong><span style="color:#009900;">13. Orang yang tidak pernah terhalang mendapat warisan adalah<br /></span></strong>A. anak lk, anak pr, bapak, ibu, suami, isteri<br />B. anak lk, cucu lk, bapak, kakek, saudara lk, paman<br />C. anak pr, cucu pr, ibu, nenek, saudara pr<br />D. anak lk, anak pr, cucu lk, cucu pr<br />Jawaban: <strong><span style="color:#ff0000;">A. anak lk, anak pr, bapak, ibu, suami, isteri<br /></span></strong><br /><strong><span style="color:#009900;">14. Cucu perempuan keturunan anak laki-laki tidak mendapat warisan karena hal-hal berikut, <span style="color:#ff0000;">kecuali</span> </span></strong><br />A. ada anak lk<br />B. ada dua atau lebih anak pr<br />C. ada bapak<br />D. ada anak lk dan anak pr<br />Jawaban: <strong><span style="color:#ff0000;">C. ada bapak<br /></span></strong>Bapak tidak menjadi penghalang bagi cucu perempuan keturunan anak laki-laki dalam menerima warisan.<br /><br /><strong><span style="color:#009900;">15. Ahli waris yang tidak bisa mendapat warisan karena adanya anak perempuan adalah<br /></span></strong>A. isteri<br />B. ibu<br />C. sdr pr kandung<br />D. saudara seibu<br />Jawaban: <strong><span style="color:#ff0000;">D. saudara seibu<br /></span></strong><br /><strong><span style="color:#009900;">16. Orang-orang berikut ini dapat menghalangi paman kandung dari menerima warisan, <span style="color:#ff0000;">kecuali</span><br /></span></strong>A. anak lk, cucu lk, bapak, kakek<br />B. saudara lk kandung, saudara lk sebapak<br />C. keponakan lk kandung, keponakan lk sebapak<br />D. anak pr, cucu pr, ibu, nenek<br />Jawaban: <strong><span style="color:#ff0000;">D. anak pr, cucu pr, ibu, nenek<br /></span></strong><br /><strong><span style="color:#009900;">17. Jika ahli waris terdiri dari isteri, ibu, saudara pr kandung, dan saudara pr seibu, apakah saudara pr seibu mendapat bagian?<br /></span></strong>A. Ya<br />B. Tidak<br />C. Ya, jika lebih dari seorang<br />D. Ya, jika bersama saudara lk seibu<br />Jawaban: <strong><span style="color:#ff0000;">A. Ya.<br /></span></strong>Isteri, ibu, dan saudara pr kandung tidak dapat menghalangi saudara pr seibu dalam menerima warisan karena saudara pr seibu termasuk ashhabul-furudh (ahli waris dengan bagian yang sudah tertentu).<br /><br /><strong><span style="color:#009900;">18. Dalam kondisi tertentu, orang-orang berikut ini dapat menjadi 'ashabah (penerima sisa warisan), <span style="color:#ff0000;">kecuali</span><br /></span></strong>A. kakek<br />B. paman kandung<br />C. saudara pr seibu<br />D. saudara pr kandung<br />Jawaban: <strong><span style="color:#ff0000;">C. saudara pr seibu<br /></span></strong>Saudara pr seibu tidak termasuk ashabah, tetapi ashhabul-furudh.<br /><br /><strong><span style="color:#009900;">19. Jika ahli waris terdiri dari bapak, ibu, anak pr, dan saudara lk kandung, maka bagian masing-masing adalah<br /></span></strong>A. 1/6, 1/6, 1/2, Sisa<br />B. Sisa, 1/6, 1/2, 1/6<br />C. 1/6, Sisa, 1/2, 1/6<br />D. 1/6, 1/6, 1/2, 0<br />Jawaban: <strong><span style="color:#ff0000;">A. 1/6, 1/6, 1/2, Sisa<br /></span></strong><br /><strong><span style="color:#009900;">20. Pernyataan berikut ini benar berkaitan dengan wasiat, <span style="color:#ff0000;">kecuali</span><br /></span></strong>A. Wasiat diperbolehkan kepada semua ahli waris tanpa syarat<br />B. Wasiat dibatasi sampai 1/3 bagian harta<br />C. Wasiat harus dilaksanakan setelah pemberi wasiat meninggal dunia.<br />D. Wasiat kepada orang nonmuslim tidak diperbolehkan.<br />Jawaban: <strong><span style="color:#ff0000;">A. Wasiat diperbolehkan kepada semua ahli waris tanpa syarat<br /></span></strong>Kebanyakan ahli faraidh menyatakan bahwa <strong><span style="color:#993399;">wasiat tidak diperbolehkan untuk ahli waris yang menerima bagian.</span></strong><br /><strong><span style="color:#993399;"></span></strong><br /><br /><span style="color:#6600cc;">Ingin mengikuti terus? Silakan lihat tulisan-tulisan saya sebelumnya:</span><br /><a href="http://achmadyanimkom.blogspot.com/2008/12/hukum-waris-islam-mengatur-atau-memaksa.html"><span style="color:#009900;">1. Hukum Waris Islam: Mengatur Atau Memaksa?</span></a><span style="color:#009900;"><br /></span><a href="http://achmadyanimkom.blogspot.com/2008/12/ilmu-faraidh-sejarah-dasar-hukum-dan.html"><span style="color:#009900;">2. Ilmu Faraidh: Sejarah, Dasar Hukum dan Kepentingannya</span></a><span style="color:#009900;"><br /></span><a href="http://achmadyanimkom.blogspot.com/2008/12/ilmu-faraidh-ahli-waris-dan.html"><span style="color:#009900;">3. Ilmu Faraidh: Ahli Waris dan Klasifikasinya</span></a><span style="color:#009900;"><br /></span><a href="http://achmadyanimkom.blogspot.com/2008/12/ilmu-faraidh-metode-asal-masalah-dalam.html"><span style="color:#009900;">4. Ilmu Faraidh: Metode Asal Masalah dalam Penghitungan Warisan</span></a><span style="color:#009900;"><br /></span><a href="http://achmadyanimkom.blogspot.com/2009/01/achmad-yani-s.html"><span style="color:#009900;">5. Keistimewaan Hukum Waris Islam: Sebuah Bukti Kemahabijaksanaan Allah</span></a><span style="color:#009900;"><br /></span><a href="http://achmadyanimkom.blogspot.com/2009/01/empat-belas-macam-alasan-tidak.html"><span style="color:#009900;">6. Empat Belas Macam Alasan Tidak Dijalankannya Hukum Faraidh Di Indonesia</span></a><span style="color:#009900;"><br /></span><a href="http://achmadyanimkom.blogspot.com/2009/02/hukum-waris-islam-mengangkat-derajat_24.html"><span style="color:#009900;">7. Hukum Waris Islam Mengangkat Derajat Wanita</span></a><span style="color:#009900;"><br /></span><a href="http://achmadyanimkom.blogspot.com/2009/03/kuis-pendahuluan-ilmu-faraidh.html"><span style="color:#009900;">8. Kuis Pendahuluan Ilmu Faraidh</span></a><span style="color:#009900;"><br /></span><a href="http://achmadyanimkom.blogspot.com/2009/03/nasihat-seputar-harta-peninggalan.html"><span style="color:#009900;">9. Nasihat Seputar Harta Peninggalan</span></a><br /><a href="http://achmadyanimkom.blogspot.com/2009/03/tirkah-ada-apa-dengan-harta-peninggalan.html"><span style="color:#009900;">10. Tirkah: Ada Apa Dengan Harta Peninggalan?</span></a></div></span>Achmad Yani, S.T., M.Kom.http://www.blogger.com/profile/12602678000759969392noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-984572240928159248.post-5978516923203014162009-03-28T16:21:00.001+07:002009-11-06T00:23:41.407+07:00Tirkah: Ada Apa Dengan Harta Peninggalan?<p>Pada tulisan sebelumnya telah disebutkan bahwa waris-mewarisi terjadi jika terpenuhi tiga rukun, yaitu adanya <em>muwarrits</em> (orang yang meninggal dunia), adanya <em>warits</em> (orang yang mewarisi harta peninggalan muwarrits, dan selanjutnya disebut ahli waris), dan adaya <em>mauruts</em> (harta peninggalan dari muwarrits). Pada tulisan kali ini akan disorot rukun ketiga, yaitu tentang <em>mauruts</em>. Istilah lain yang lebih populer untuk <em>mauruts</em> adalah <em><span style="color:#ff0000;"><strong>tirkah</strong></span></em> atau <em><span style="color:#ff0000;"><strong>tarikah</strong></span></em>.<br /><br />Secara umum, <strong><span style="color:#ff0000;">harta peninggalan (<em>tirkah</em>)</span></strong> berarti semua yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia yang dibenarkan oleh syariat untuk diwarisi oleh pada ahli warisnya. Dengan pengertian ini, maka peninggalan mencakup hal-hal berikut ini: <span class="fullpost"><br /><strong><span style="color:#009900;">1.</span></strong> <strong><span style="color:#009900;">Kebendaan dan sifat-sifat yang mempunyai nilai kebendaan</span></strong>. Misalnya benda tak-bergerak (rumah, tanah, kebun), benda bergerak, (kendaraan), piutang muwarrits yang menjadi tanggungan orang lain, diyah wajibah (denda wajib) yang dibayarkan kepadanya oleh si pembunuh yang melakukan pembunuhan karena tidak sengaja, uang pengganti qishash karena tindakan pembunuhan yang diampuni atau karena yang membunuh adalah ayahnya sendiri, dan sebagainya.<br /><strong><span style="color:#009900;">2. Hak</span><span style="color:#009900;">-hak kebendaan</span></strong>, misalnya hak monopoli untuk mendayagunakan dan menarik hasil dari suatu jalan lalu-lintas, sumber air minum, irigasi, dan lain-lain.<br /><strong><span style="color:#009900;">3.</span></strong> <span style="color:#009900;"><strong>Hak-hak yang bukan kebendaan</strong></span>, misalnya hak khiyar, hak syuf'ah, hak memanfaatkan barang yang diwasiatkan, dan sebagainya.<br /><strong><span style="color:#009900;">4. Benda</span><span style="color:#009900;">-benda yang bersangkutan dengan hak orang lain</span></strong>, misalnya benda-benda yang sedang digadaikan oleh si muwarrits, barang-barang yang dibeli oleh si muwarrits ketika ia masih hidup yang harganya sudah dibayar tetapi barangny belum diterima, dan sebagainya.<br /><br />Secara khusus, pengertian tirkah berbeda-beda menurut para ahli fiqih. Di kalangan ahli fiqih <strong><span style="color:#3333ff;">bermadzhab Hanafi</span></strong>, terdapat tiga pendapat:<br />a) <span style="color:#cc33cc;">Pendapat pertama</span> menyatakan bahwa tirkah adalah harta benda yang ditinggalkan oleh si muwarrits yang tidak mempunyai hubungan hak dengan orang lain. Jadi tirkah hanya mencakup pengertian nomor 1 dan 2 di atas. Tirkah ini nantinya harus digunakan untuk memenuhi biaya pengurusan jenazah si muwarrits sejak meninggalnya sampai dikuburkan, pelunasan utang, penunaian wasiat, dan hak ahli waris.<br />b) Menurut <span style="color:#cc33cc;">pendapat kedua</span>, tirkah adalah sisa harta setelah diambil biaya pengurusan jenazah dan pelunasan utang. Jadi tirkah di sini adalah harta peninggalan yang harus dibayarkan untuk melaksanakan wasiat dan yang harus diberikan kepada para ahli waris.<br />c) <span style="color:#cc33cc;">Pendapat yang ketiga</span> mengartikan tirkah secara mutlak, yaitu setiap harta benda yang ditinggalkan oleh si mayit. Dengan demikian, tirkah mencakup benda-benda yang bersangkutan dengan hak orang lain, biaya pengurusan jenazah, pelunasan utang, pelaksanaan wasiat, dan pembagian warisan kepada para ahli waris<br /><br /><strong><span style="color:#3333ff;">Ibnu Hazm</span></strong> sependapat dengan madzhab Hanafi yang menyatakan bahwa harta peninggalan yang dapat diwariskan adalah yang berupa harta benda melulu, sedangkan yang berupa hak-hak tidak dapat diwariskan, kecuali jika hak-hak itu mengikuti kepada bendanya, misalnya hak mendirikan bangunan atau menanam tumbuh-tumbuhan di atas tanah.<br /><br />Menurut <strong><span style="color:#3333ff;">madzhab Maliki, Syafii, dan Hanbali</span></strong>, tirkah mencakup semua yang ditinggalkan si mayit, baik berupa harta benda maupun hak-hak. Dan hak-hak ini bisa hak-hak kebendaan maupun bukan kebendaan. Hanya Imam Malik yang memasukkan hak-hak yang tidak dapat dibagi, misalnya hak menjadi wali nikah, ke dalam keumuman arti hak-hak.<br /><br />Demikianlah pendapat beberapa ulama tentang pengertian tirkah (hata peninggalan). Dari harta peninggalan si mayit, menurut pendapat <em>jumhur</em> (kebanyakan) ulama, terdapat hak-hak yang harus ditunaikan sebelum harta itu dibagi-bagi kepada para ahli waris. <strong><span style="color:#ff0000;">Hak-hak atas harta peninggalan</span></strong> ini harus ditunaikan dengan mengikuti urutan sebagai berikut:<br /><span style="color:#6600cc;">1. pengurusan jenazah si mayit sejak meninggalnya sampai dikuburkan (<em>tajhiz</em>),<br />2. pelunasan utang si mayit,<br />3. penunaian (pelaksanaan) wasiat si mayit, dan<br />4. hak ahli waris.<br /></span><br />Ini berarti bahwa <strong><span style="color:#009900;">pembagian harta warisan</span></strong> kepada para ahli waris dilaksanakan <strong><span style="color:#009900;">setelah</span></strong> <strong><span style="color:#6600cc;">diselesaikannya ketiga maacam hak, yaitu pengurusan jenazah, pelunasan utang, dan pelaksanaan wasiat.<br /></span></strong><br />Semua <strong><span style="color:#ff0000;">biaya untuk pengurusan jenazah didahulukan daripada pelunasan utang, pelaksanaan wasiat, dan pemberian kepada ahli waris</span></strong> karena pengurusan jenazah sejak meninggal sampai dikuburkan merupakan kebutuhan vital baginya sebagai ganti nafaqah dharuriyah ketika ia masih hidup. Hal ini dapat dibuktikan dari hadits berikut ini:</p><p><span style="font-family:arial;color:#6600cc;"><em>"Dari Ibnu Abbas RA diriwayatkan bahwa ada seorang laki-laki yang tengah menjalankan ihram dibanting oleh untanya (hingga meninggal). Kami ketika itu bersama-sama dengan Rasulullah SAW. Lalu Nabi SAW memerintahkan, ‘Mandikan dengan air dan daun bidara, jangan beri minyak wangi, dan jangan tutup kepalanya karena sesungguhnya dia akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan mengucapkan talbiyah.’” (HR Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, dan An-Nasa’i)</em></span></p><p>Dalam hadits ini, Rasulullah SAW tidak meneliti dan menanyakan apakah si mayit memiliki utang atau tidak, tetapi beliau langsung memerintahkan agar mayit tersebut dimandikan dan dikafani. Beliau tidak memerinci setiap peristiwa jika peristiwa itu menduduki keumuman apa yang diucapkan. Dengan demikian jelas bahwa biaya pengurusan jenazah si mayit harus diahulukan daripada pelunasan utang si mayit.<br /><br />Adapun <strong><span style="color:#ff0000;">pelunasan utang didahulukan daripada pelaksanaan wasiat</span></strong> berdasarkan hadits berikut:</p><p><span style="font-family:arial;color:#993399;"><em><span style="color:#6600cc;">"Dari Ali bin Abi Thalib RA diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Utang (dilunasi) sebelum (melaksanakan) wasiat, dan tidak ada wasiat bagi ahli waris.’” (HR Ad-Daru Quthni)</span><br /></em></span><br />Selanjutnya, <strong><span style="color:#ff0000;">wasiat didahulukan daripada pembagian harta kepada para ahli waris</span></strong> karena seandainya pembagian warisan yang didahulukan (dan tidak dibatasi jumlahnya), maka besar kemungkinan tidak ada lagi sisa harta yang harus diberikan kepada para ahli waris.</p><p></p><p><span style="font-family:Arial;"></span></p><br /><br /><span style="color:#6600cc;">Ingin mengikuti terus? Silakan lihat tulisan-tulisan saya sebelumnya:</span><br /><a href="http://achmadyanimkom.blogspot.com/2008/12/hukum-waris-islam-mengatur-atau-memaksa.html"><span style="color:#009900;">1. Hukum Waris Islam: Mengatur Atau Memaksa?</span></a><span style="color:#009900;"><br /></span><a href="http://achmadyanimkom.blogspot.com/2008/12/ilmu-faraidh-sejarah-dasar-hukum-dan.html"><span style="color:#009900;">2. Ilmu Faraidh: Sejarah, Dasar Hukum dan Kepentingannya</span></a><span style="color:#009900;"><br /></span><a href="http://achmadyanimkom.blogspot.com/2008/12/ilmu-faraidh-ahli-waris-dan.html"><span style="color:#009900;">3. Ilmu Faraidh: Ahli Waris dan Klasifikasinya</span></a><span style="color:#009900;"><br /></span><a href="http://achmadyanimkom.blogspot.com/2008/12/ilmu-faraidh-metode-asal-masalah-dalam.html"><span style="color:#009900;">4. Ilmu Faraidh: Metode Asal Masalah dalam Penghitungan Warisan</span></a><span style="color:#009900;"><br /></span><a href="http://achmadyanimkom.blogspot.com/2009/01/achmad-yani-s.html"><span style="color:#009900;">5. Keistimewaan Hukum Waris Islam: Sebuah Bukti Kemahabijaksanaan Allah</span></a><span style="color:#009900;"><br /></span><a href="http://achmadyanimkom.blogspot.com/2009/01/empat-belas-macam-alasan-tidak.html"><span style="color:#009900;">6. Empat Belas Macam Alasan Tidak Dijalankannya Hukum Faraidh Di Indonesia</span></a><span style="color:#009900;"><br /></span><a href="http://achmadyanimkom.blogspot.com/2009/02/hukum-waris-islam-mengangkat-derajat_24.html"><span style="color:#009900;">7. Hukum Waris Islam Mengangkat Derajat Wanita</span></a><span style="color:#009900;"><br /></span><a href="http://achmadyanimkom.blogspot.com/2009/03/kuis-pendahuluan-ilmu-faraidh.html"><span style="color:#009900;">8. Kuis Pendahuluan Ilmu Faraidh</span></a><span style="color:#009900;"><br /></span><a href="http://achmadyanimkom.blogspot.com/2009/03/nasihat-seputar-harta-peninggalan.html"><span style="color:#009900;">9. Nasihat Seputar Harta Peninggalan</span></a></span>Achmad Yani, S.T., M.Kom.http://www.blogger.com/profile/12602678000759969392noreply@blogger.com1