Catatan:
Orang banci atau disebut khuntsa, adalah orang yang mempunyai alat kelamin ganda (laki-laki dan perempuan), atau tidak mempunyai kedua-duanya sama sekali.
Di dalam Al-Qur’an, dalam ayat-ayat mawaris, tidak disebutkan bahwa khuntsa dikecualikan dalam pembagian warisan. Bahkan, kebanyakan ahli fiqih berpendapat bahwa khuntsa, bayi dalam kandungan, orang hilang, tawanan perang, dan orang-orang yang mati bersamaan dalam suatu musibah atau kecelakaan, mendapat tempat khusus dalam pembahasan ilmu faraidh. Ini berarti bahwa orang-orang ini memiliki hak yang sama dengan ahli waris lain dalam keadaan normal dan tidak dapat diabaikan begitu saja.
1. Meneliti alat kelamin yang dipergunakan untuk buang air kecil.
Hadits Nabi SAW:
“Berilah warisan anak khuntsa ini (sebagai laki-laki atau perempuan) mengingat dari alat kelamin yang mula pertama dipergunakannya untuk buang air kecil.” (HR Ibnu Abbas)
2. Meneliti tanda-tanda kedewasaannya
Seorang laki-laki dapat dikenali jenis kelaminnya melalui tumbuhnya janggut dan kumis, perubahan suara, keluarnya sperma lewat dzakar, kecenderungan mendekati perempuan. Sementara perempuan dapat dikenali jenis kelaminnya melalui perubahan payudara, haid, kecenderungan mendekati laki-laki.
Orang yang normal sudah jelas jenis kelaminnya sehingga statusnya dalam pembagian warisan dapat ditentukan dengan segera. Tetapi berbeda halnya dengan khuntsa karena dalam sebagian besar kasus, jenis kelamin seseorang dapat menentukan bagian warisan yang diterimanya. Dari seluruh orang yang berhak sebagai ahli waris, maka ada tujuh macam orang yang ada kemungkinan berstatus sebagai khuntsa. Ketujuh orang itu adalah
1. anak
2. cucu
3. saudara (kandung, sebapak, atau seibu)
4. anak saudara atau keponakan (kandung atau sebapak)
5. paman (kandung atau sebapak)
6. anak paman atau sepupu (kandung atau sebapak)
7. mu’tiq (orang yang pernah membebaskan si mayit)
Selain ketujuh macam orang itu, tidak mungkin berstatus sebagai khuntsa. Sebagai contoh, suami atau isteri tidak mungkin khuntsa karena salah satu syarat timbulnya perkawinan adalah terjadi antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang sudah jelas jenis kelaminnya. Begitu juga dengan bapak, ibu, kakek, dan nenek; keempat macam orang ini tidak mungkin khuntsa karena mereka sudah jelas memiliki anak dan/atau cucu.
Bagi seorang khuntsa, warisan yang diperolehnya dalam pembagian warisan dapat memiliki lima kemungkinan, yaitu
1. Jika dianggap laki-laki ataupun perempuan, maka bagiannya sama besar.
2. Jika dianggap laki-laki, maka bagiannya lebih besar daripada jika dianggap perempuan.
3. Jika dianggap perempuan, maka bagiannya lebih besar daripada jika dianggap laki-laki.
4. Hanya dapat menerima warisan jika dianggap laki-laki.
5. Hanya dapat menerima warisan jika dianggap perempuan.
Mungkinkah kelima macam kasus di atas terjadi? Contoh-contohnya? Silakan perhatikan contoh-contoh di bawah ini.
Penghitungan bagian warisan untuk khuntsa
Dalam menghitung bagian warisan untuk khuntsa, ada tiga pendapat yang utama:
1. Menurut Imam Hanafi:
Khuntsa diberikan bagian yang terkecil dari dua perkiraan laki-laki dan perempuan, sedangkan ahli waris lain diberikan bagian yang terbesar dari dua perkiraan laki-laki dan perempuan.
2. Menurut Imam Syafii:
Semua ahli waris termasuk khuntsa diberikan bagian yang terkecil dan meyakinkan dari dua perkiraan, dan sisanya ditahan (di-tawaquf-kan) sampai persoalan khuntsa menjadi jelas, atau sampai ada perdamaian untuk saling-menghibahkan (tawahub) di antara para ahli waris.
3. Menurut Imam Maliki:
Semua ahli waris termasuk khuntsa diberikan separuh dari dua perkiraan laki-laki dan perempuan (nilai tengah dari dua perkiraan).
Sementara itu, Imam Hanbali berpendapat seperti Imam Syafii dalam hal khuntsa masih dapat diharapkan menjadi jelas status jenis kelaminnya. Tetapi dalam hal status khuntsa tidak dapat diharapkan menjadi jelas, pendapat beliau mengikuti pendapat Imam Maliki.
Contoh 1:
Seseorang wafat dan meninggalkan seorang anak laki-laki dan seorang anak yang banci.
Penyelesaiannya:
· Jika dianggap laki-laki, berarti ahli waris ada 2 orang anak laki-laki. Keduanya dalam hal ini adalah sebagai ‘ashabah bin-nafsi dan mewarisi seluruh harta dengan masing-masing memperoleh 1/2 bagian.
· Jika dianggap perempuan, berarti ahli warisnya seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan. Dalam hal ini, mereka adalah sebagai ‘ashabah bil-ghair dengan ketentuan bagian anak laki-laki sama dengan dua kali bagian anak perempuan. Jadi anak laki-laki memperoleh 2/3, sedangkan anak perempuan memperoleh 1/3.
Dari kedua macam anggapan ini, pembagiannya adalah sebagai berikut:
1. Menurut madzhab Hanafi:
Bagian anak laki-laki = 2/3
Bagian anak banci = 1/3
2. Menurut madzhab Syafii:
Bagian anak laki-laki = 1/2
Bagian anak banci = 1/3
Sisa = 1/6 (ditahan sampai jelas statusnya)
3. Menurut madzhab Maliki:
Bagian anak laki-laki = ½ x (1/2 + 2/3) = 7/12
Bagian anak banci = ½ x (1/2 + 1/3) = 5/12
Contoh 2:
Seorang perempuan wafat dengan meninggalkan harta berupa uang Rp 36 juta. Ahli warisnya terdiri dari suami, ibu, dua saudara laki-laki seibu, dan seorang saudara sebapak yang khuntsa.
Penyelesaiannya:
· Jika diperkirakan laki-laki:
Suami : 1/2 x Rp 36 juta = Rp 18 juta
Ibu : 1/6 x Rp 36 juta = Rp 6 juta
Dua sdr lk seibu : 1/3 x Rp 36 juta = Rp 12 juta
Khuntsa (Sdr lk sebapak) : Sisa (tetapi sudah tidak ada sisa lagi)
· Jika diperkirakan perempuan (dalam hal ini terjadi ‘aul dari asal masalah 6 menjadi 9):
Suami : 3/9 x Rp 36 juta = Rp 12 juta
Ibu : 1/9 x Rp 36 juta = Rp 4 juta
Dua sdr lk seibu : 2/9 x Rp 36 juta = Rp 8 juta
Khuntsa (Sdr pr sebapak) : 3/9 x Rp 36 juta = Rp 12 juta
Dari kedua macam perkiraan ini, pembagiannya adalah sebagai berikut:
1. Menurut madzhab Hanafi:
a. Suami : Rp 18 juta
b. Ibu : Rp 6 juta
c. Dua sdr lk seibu : Rp 12 juta
d. Khuntsa (Sdr sebapak) : tidak mendapat apa-apa
2. Menurut madzhab Syafii:
a. Suami : Rp 12 juta
b. Ibu : Rp 4 juta
c. Dua sdr lk seibu : Rp 12 juta
d. Khuntsa (Sdr sebapak) : tidak mendapat apa-apa
e. Sisa : Rp 8 juta (ditahan sampai status khuntsa jelas)
3. Menurut madzhab Maliki:
a. Suami : ½ x (18 + 12) = Rp 15 juta
b. Ibu : ½ x (6 + 4) = Rp 5 juta
c. Dua sdr lk seibu : ½ x (12 + 8) = Rp 10 juta
d. Khuntsa (Sdr sebapak) : ½ x (0 + 12) = Rp 6 juta
Seseorang wafat dengan meninggalkan ahli waris seorang ibu, seorang saudara perempuan kandung, 2 orang saudara laki-laki seibu, dan seorang saudara seibu yang khuntsa.
Penyelesaiannya:
Dalam kasus ini, ahli waris yang khuntsa adalah saudara seibu. Karena bagian warisan saudara seibu, menurut Al-Qur’an, baik laki-laki maupun perempuan adalah sama saja, yaitu 1/6 jika seorang diri, atau 1/3 dibagi sama rata jika lebih dari seorang, maka kasus khuntsa di sini tidak mempengaruhi bagian warisan untuk semua ahli waris. Jadi pembagiannya adalah sebagai berikut:
· Bagian ibu = 1/6
· Bagian saudara perempuan kandung = 1/2
· Bagian 2 saudara pr seibu + 1 saudara seibu khuntsa = 1/3
(1/3 bagian ini dibagi sama rata untuk 3 orang saudara seibu, termasuk yang khuntsa, yaitu masing-masing mendapat 1/9 bagian).
Demikianlah cara pembagian warisan bagi khuntsa menurut tiga madzhab. Semoga ada manfaatnya.
والله اعلــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــم بالصواب
bagus dan bermanfaat sekali tulisan anda.izin share yah..jazakallah
BalasHapussyukron ini sangat membantu saya.......
BalasHapusmasih ada yang salah, koreksi dari saya :
BalasHapusKalau khunsanya di perkirakan perempuan maka bagiannya adalah 1/3 bukan 3/9...
tolong jelaskan...