oleh
A©hmad Yani, S.T., M.Kom.
Pembagian warisan dapat diartikan secara mudah sebagai pembagian harta yang ditinggalkan oleh seseorang yang wafat kepada orang lain yang menjadi ahli warisnya. Dalam hukum waris Islam, harta yang akan dibagikan ini adalah harta peninggalan (tirkah) yang sudah dipotong (dikurangi) dengan tiga macam hak atas harta itu, yaitu semua biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pengurusan jenazah, kemudian untuk pembayaran utang si mayit, dan kemudian untuk menunaikan wasiat si mayit ketika masih hidup. Untuk selanjutnya, harta bersih yang sudah bebas dari tiga macam hak yang harus ditunaikan itu disebut dengan harta warisan.
Setelah seseorang wafat, maka harta warisannya secara otomatis menjadi hak bagi para ahli warisnya. Dalam pembagian harta warisan ini, maka masing-masing ahli waris mendapat bagian dari harta itu. Jadi, harta warisan ibarat sepotong kue yang akan dibagi-bagi dengan cara dipotong-potong menjadi beberapa bagian untuk beberapa orang. Dan potogan-potongan itu besarnya berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan orang yang bersangkutan. Dari sepotong kue utuh tadi, maka ada orang yang diberi ½ bagian, ada yang ¼ bagian, ada yang 1/8 bagian, dan mungkin ada yang mendapat sisanya.
Demikian pula halnya dengan harta warisan, maka harta warisan yang utuh yang bisa berupa uang tunai, tanah, rumah, atau bentuk harta yang lain, harus dibagi-bagikan kepada semua ahli waris yang berhak atas harta itu menurut ketentuan hukum waris Islam yang sudah ditetapkan Allah dan Rasul-Nya melalui Al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW. Berdasarkan ketentuan hukum waris Islam ini, besarnya bagian yang sudah ditetapkan (disebut fardh) untuk masing-masing ahli waris pada dasarnya ada enam macam, yaitu ½, ¼, 1/8, 2/3, 1/3, dan 1/6. Keenam macam angka ini masing-masing merupakan angka pecahan, yaitu angka positif yang nilainya lebih kecil dari 1 (satu).
Bertitik tolak dari enam macam fardh bagi para ahli waris, maka tulisan ini menyoroti hubungan antara aritmetika pecahan, fardh, dan asal masalah dalam pembagian warisan.
Aritmetika Pecahan
Sebuah pecahan (fraction) dapat dituliskan dengan menggunakan dua buah angka yang dipisahkan dengan notasi garis miring (/), misalnya 1/2, 1/8, 5/12, dan 5/24. Untuk sebuah pecahan, maka angka yang disebelah kiri tanda / disebut pembilang (numerator), sementara angka yang di sebelah kanannya disebut penyebut (denominator). Seperti halnya dengan bilangan bukan pecahan, maka pada bilangan pecahan dapat dilakukan beberapa operasi aritmetika dasar, yaitu penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian.
Sebelum membahas lebih lanjut keempat macam operasi aritmetika dasar ini, perlu diketahui bahwa sebuah pecahan dapat memiliki lebih dari satu sampai tak terhingga cara penulisan, dan semua pecahan ini nilainya sama atau ekivalen. Ekivalensi atau kesamaan nilai pecahan ini diperoleh dengan cara mengalikan sebuah bilangan bulat yang lebih besar dari 1 (satu) dengan pembilang dan juga dengan penyebut. Jadi pecahan 2/3 dapat juga dituliskan sebagai 4/6, atau 6/9, atau 8/12, atau 10/15, dan seterusnya. Dan 2/3 = 4/6 = 6/9 = 8/12 = 10/15. Sebagai catatan, dan ini penting untuk diingat, angka 1 dapat dianggap sebagai pecahan juga, yaitu 1 = 1/1 = 2/2 = 3/3 = 4/4 = 5/5 dan seterusnya sesuai dengan keperluan.
Bagaimana menjumlahkan bilangan pecahan? Kalau bilangan bukan pecahan, maka menjumlahkan keduanya sangat mudah, yaitu cukup menjumlahkan kedua bilangan itu. Maka hasilnya adalah jumlah dari kedua bilangan itu. Misalnya 2 dijumlahkan dengan 5, dituliskan 2 + 5, maka hasilnya adalah 7, yaitu 2 + 5 = 7. Tetapi untuk bilangan pecahan, maka dua atau lebih bilangan pecahan tidak dapat langsung dijumlahkan dengan cara menjumlahkan pembilang dengan pembilang, dan menjumlahkan penyebut dengan penyebut, karena hasilnya akan salah. Sebagai contoh, 2/3 + 1/8 tidak bisa langsung dijumlahkan sehingga menghasilkan 3/11, karena hasil ini salah.
Untuk menjumlahkan dua atau lebih bilangan pecahan, maka pertama sekali penyebut untuk masing-masing pecahan harus sama nilainya. Untuk “menyamakan” penyebutnya, maka harus ditentukan dulu sebuah bilangan bulat (utuh) terkecil yang habis dibagi (tanpa menghasilkan sisa) oleh semua penyebut yang ada. Sebagai contoh, untuk pecahan 2/3 dan 1/8, maka penyebutnya masing-masing adalah 3 dan 8. Bilangan bulat terkecil yang dapat dibagi oleh angka 3 dan juga 8 adalah 24. Bilangan 24 ini dalam hal ini disebut dengan istilah kelipatan persekutuan terkecil (KPK) atau least common multiplier (LCM). Selanjutnya masing-masing pecahan digantikan dengan pecahan yang ekivalen yang penyebutnya sekarang adalah nilai KPK-nya itu. Jadi pecahan 2/3 dan 1/8 masing-masing digantikan dengan pecahan 16/24 dan 3/24. Terakhir, semua pembilang yang baru ini dijumlahkan sehingga menghasilkan 16 + 3 = 19. Dan pecahan yang menjadi hasil penjumlahan kedua pecahan tadi, pembilangnya adalah jumlah pembilang yang baru ini, sementara penyebutnya adalah nilai KPK. Jadi secara ringkas dapat dituliskan 2/3 + 1/8 = 16/24 + 3/24 = 19/24. Dan pecahan 19/24 ini tentunya tidak sama (tidak ekivalen) dengan 3/11. Silakan dibuktikan. Cukup mudah, bukan? Sebenarnya cara penjumlahan pecahan ini sudah dipelajari di sekolah dasar (SD). Hanya saja, mungkin sudah lupa atau tidak ingat lagi.
Bagaimana dengan operasi pengurangan pada bilangan pecahan? Prinsip operasi pengurangan pada pecahan sebenarnya sama saja dengan operasi penjumlahan, hanya saja tinggal mengganti jenis operasinya dari jumlah (+) menjadi kurang (-). Sebagai contoh, 7/12 – 1/6 = 7/12 – 2/12 = 5/12 dan 1-1/6 = 6/6 – 1/6 = 5/6.
Untuk operasi perkalian pada pecahan, maka caranya lebih mudah dibanding operasi penjumlahan dan pengurangan. Caranya cukup dengan mengalikan pembilang dengan pembilang dan mengalikan penyebut dengan penyebut. Maka pembilang dan penyebut yang merupakan hasil perkalian sudah langsung diperoleh. Sebagai contoh, 1/6 x 5/12 = 5/72. Mudah sekali.
Operasi pembagian pada pecahan berkaitan dengan operasi perkalian. Dalam hal ini, untuk mengalikan dua buah pecahan, maka pecahan pertama dikalikan dengan “kebalikan” dari pecahan kedua. Sebagai contoh, 2/5 ÷ 3/8 =2/5 x 8/3 = 16/15. Cukup mudah, bukan?
Hubungan Aritmetika Pecahan dengan Fardh dan Asal Masalah
Dalam kaitannya dengan fardh, maka nilai-nilai pecahan yang nantinya akan terlibat dalam operasi aritmetika pecahan adalah hanya pecahan yang enam macam yang merupakan fardh para ahli waris, yaitu ½, ¼, 1/8, 2/3, 1/3, dan 1/6. Tidak yang lain! Sebagai contoh, dalam penghitungan warisan akan ditemukan operasi seperti berikut ini:
• 1/2 + 1/6 + 1/8
• 1/4 + 1/3
• 2/3 + 1/6 + 1/6 + 1/8
• 1 – 1/6 – 1/4 – 1/3
Perlu diingat bahwa berapapun jumlah atau nilai harta warisan yang akan dibagi untuk para ahli waris, dalam kaitannya dengan penghitungan bagian untuk masing-masing ahli waris, maka nilai harta warisan dianggap sebagai angka 1 (utuh), sementara nilai-nilai fardh dari para ahli waris adalah nilai-nilai pecahan yang akan menjadi pengurang terhadap nilai 1 tadi.
Penjumlahan dari dua macam atau lebih fardh akan menghasilkan nilai KPK yang berbeda-beda. Dalam kaitannya dengan penghitungan warisan, maka nilai KPK ini menjadi suatu angka yang disebut dengan istilah asal masalah. Berdasarkan penelitian untuk berbagai macam kasus pembagian warisan, maka untuk keenam macam pecahan dari angka fardh dapat dihasilkan tujuh macam nilai KPK atau asal masalah, yaitu 2, 3, 4, 6, 8, 12, dan 24. Ketujuh macam asal masalah ini sudah menjadi kesepakatan para ulama ahli faraidh. Secara khusus, untuk masalah pembagian warisan yang melibatkan ahli waris kakek dan saudara, dapat dihasilkan dua macam lagi nilai untuk asal masalah, yaitu 18 dan 36.
Jika dua atau lebih nilai fardh dari para ahli waris golongan ashhabul-furudh dijumlahkan, maka hasilnya ada tiga kemungkinan, yaitu lebih kecil dari 1, atau sama dengan 1, atau lebih besar dari 1. Jika hasil penjumlahan fardh ini lebih kecil dari 1, maka ini berarti bahwa dalam pembagian warisan terdapat sisa harta (disebut ‘ushubah). Kalau ada ahli waris golongan ‘ashabah, maka sisa (‘ushubah) ini diberikan kepada mereka. Kalau tidak ada ‘ashabah, hanya ada ashhabul-furudh, maka sisa ini dikembalikan (di-radd-kan) kepada para ahli waris ashhabul-furudh selain suami/isteri.
Kemungkinan kedua adalah bahwa jika hasil penjumlahan fardh sama dengan 1, maka ini berarti tidak ada lagi sisa harta. Kalau terdapat ‘ashabah di antara para ahli waris, maka mereka tidak mendapat apa-apa. Dan dalam hal ini juga tidak mungkin terjadi radd (pengembalian kelebihan harta warisan) kepada para ashhabul-furudh.
Untuk kemungkinan yang ketiga, jika hasil penjumlahan fardh lebih besar dari 1, maka ini berarti tidak ada lagi sisa harta, bahkan harta warisan tidak cukup dibagi kepada para ahli waris golongan ashhabul-furudh. Dengan kata lain, para ashhabul-furudh tidak mungkin menerima bagian sebesar fardh mereka masing-masing. Dalam kondisi ini, maka cara pembagiannya adalah dengan menggunakan ‘aul. Artinya, asal masalah di-‘aul-kan (di-naik-kan). Caranya? Semua pecahan fardh yang akan dijumlahkan digantikan dengan pecahan ekivalennya yang penyebutnya merupakan asal masalah (KPK) dari semua penyebut fardh ahli waris. Maka hasil penjumlahan semua pembilang pecahan-pecahan yang baru ini menjadi asal masalah yang baru yang nilainya tentu lebih besar daripada nilai asal masalah yang lama. Dan, bagian untuk masing-masing ashhabul-furudh adalah pecahan yang pembilangnya adalah pembilang untuk pecahan ekivalen dari pecahan asalnya, sementara penyebutnya adalah asal masalah yang baru (yang sudah di-‘aul-kan).
Sebagai contoh, dalam pembagian warisan terdapat ahli waris yang terdiri dari seorang saudara perempuan kandung, 2 orang saudara perempuan seibu, seorang saudara perempuan sebapak, dan ibu, yang fardh masing-masing adalah 1/2, 1/3, 1/6, dan 1/6. Maka asal masalahnya adalah 6, karena KPK dari 2, 3, dan 6 adalah 6. Penjumlahan untuk keempat fardh ini adalah seperti berikut: 1/2 + 1/3 + 1/6 + 1/6 = 3/6 + 2/6 + 1/6 + 1/6 = 7/6. Nilai pecahan 7/6 adalah lebih besar dari 1. Ini mengakibatkan terjadinya ‘aul. Maka asal masalah yang baru adalah 7. Jadi bagian untuk keempat ahli waris ini yang pada awalnya masing-masing 3/6, 2/6, 1/6, dan 1/6, sekarang berubah menjadi masing-masing 3/7, 2/7, 1/7, dan 1/7 bagian dari harta warisan. Dengan cara ‘aul, maka dapat dilihat bahwa sebenarnya bagian yang diterima masing-masing ahli waris ashhabul-furudh menjadi lebih kecil dibanding yang seharusnya mereka terima. Tetapi dengan cara ‘aul, meskipun bagian mereka menjadi lebih kecil, pengurangan nilai ini berlaku untuk semua ahli waris secara proporsional dan adil. Proporsional, karena dalam hal ini dapat dibuktikan bahwa rasio 3/6 : 2/6 : 1/6 : 1/6 adalah tetap sama dengan rasio 3/7 : 2/7 : 1/7 : 1/7, yaitu sama-sama 3:2:1:1. Adil, karena tidak ada ahli waris yang dikecualikan dalam mendapatkan bagian dari harta warisan yang “seolah-olah tidak cukup” itu.
kami ada peninggalan warisan dari kedua org tua kami (ayah dan ibu) rp 150 jt. kami ada 4 org perempuan adn 3 orang laki-laki, bagaimana cara membaginya;
BalasHapusApakah betul seperti ini
1/3 utk 4 ank pr = 4/12 x 150 jt = 50 jt/4 = 12.5 jt/org(sdh dibulatkan )
2/3 utk 3 ank laki = 8/12 x 150 jt= 100 jt /3 = 33 jt/org
Apakah betul demikian ?
Jawabannya sudah saya kirimkan lewat e-mail.
HapusAccording to Stanford Medical, It's in fact the ONLY reason women in this country live 10 years more and weigh on average 19 KG lighter than we do.
BalasHapus(Just so you know, it is not about genetics or some secret exercise and EVERYTHING around "how" they are eating.)
P.S, I said "HOW", and not "what"...
Tap this link to determine if this easy test can help you decipher your true weight loss possibility
Water Hack Burns 2lb of Fat OVERNIGHT
BalasHapusWell over 160 000 women and men are utilizing a easy and SECRET "water hack" to burn 1-2lbs each night in their sleep.
It is simple and it works with everybody.
This is how to do it yourself:
1) Go grab a glass and fill it up with water half the way
2) Now do this weight losing HACK
so you'll be 1-2lbs skinnier when you wake up!