Rabu, 21 Januari 2009

EMPAT BELAS MACAM ALASAN TIDAK DIJALANKANNYA HUKUM FARAIDH DI INDONESIA

Achmad Yani, S.T., M.Kom.
achmad.yani.polmed@gmail.com

“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” (Q.S. Al-Kahfi: 46)
Ayat di atas memberitahukan kepada kita bahwa harta dan anak-anak menghiasi kehidupan manusia di dunia. Tetapi, perhiasan ini hanya dijadikan indah dan kesenangan bagi manusia semasa hidup di dunia. Dan tempat kesenangan yang sebenarnya adalah surga.


“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (Q.S. Ali ‘Imran: 14)

Sementara itu, bagi orang-orang yang beriman, justru harta dan anak-anak tidak boleh menjadikan mereka lalai dari mengingat Allah.
“Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian Maka mereka Itulah orang-orang yang merugi.” (Q.S. Al-Munafiqun: 9)

Harta adalah kebutuhan dan kesenangan manusia. Karena merupakan kebutuhan dan juga kesenangan, maka manusia berusaha dengan gigih untuk mendapatkannya. Harta diperoleh oleh seseorang dengan berbagai macam cara.
1. Ada orang yang memperoleh harta dengan bekerja, misalnya bertani, berdagang, mengajar, dan sebagainya.
2. Ada pula orang yang memperoleh harta karena diberi oleh orang lain sebagai sedekah dengan memperhatikan kondisi orang yang diberi. Orang seperti ini biasanya adalah orang yang fakir, miskin, anak yatim, pengemis, gelandangan, dan sebagainya.
3. Harta dapat juga diperoleh dari hadiah atau hibah, yaitu pemberian dari seseorang kepada orang lain tanpa ada ikatan atau sebab yang mewajibkan.
4. Cara lain perolehan harta adalah dari zakat, baik zakat fitrah maupun zakat harta. Ada delapan macam golongan yang dapat memperoleh harta dengan cara ini, yaitu fakir, miskin, amil, muallaf, orang yang memerdekakan budak, gharim (orang yang berutang), fi sabilillah (untuk keperluan di jalan Allah), dan ibnu sabil (musafir).
5. Ada lagi cara memperoleh harta, tetapi termasuk cara yang diharamkan (dilarang) oleh syariat, misalnya dengan mencuri, merampok, menipu, melakukan korupsi, menerima suap, melakukan pungutan liar, memakan riba, dan sejenisnya.
6. Terakhir, dan yang paling istimewa, ada juga harta yang diperoleh bukan dengan jalan usaha maupun pemberian orang lain, tetapi terpaksa diterima karena langsung ditetapkan pemberiannya oleh Allah melalui jalan pembagian warisan dari orang yang meninggal dunia. Cara ini didapatkan oleh ahli waris.

Pembagian harta warisan sudah diatur oleh Allah langsung di dalam Al-Qur’an dan dilengkapi serta dijelaskan dengan beberapa hadits Nabi SAW, antara lain tentang ahli waris yang berhak, dan bagian masing-masing ahli waris. Meskipun demikian, dalam masalah pembagian ini terdapat kecenderungan bahwa pelaksanaannya belum atau tidak sesuai dengan tuntutan dan tuntunan Allah dan Rasulullah SAW. Dengan kata lain, pelaksanaan pembagian harta warisan di antara umat Islam masih belum mengikuti hukum waris Islam.

Adapun di antara beberapa alasan belum atau tidak dilaksanakannya pembagian harta warisan menurut hukum waris Islam adalah sebagai berikut:
1. Tidak mengetahui ilmunya
Ilmu tentang pembagian harta warisan, yang disebut juga ilmu faraidh, sesuai dengan hadits Rasulullah SAW, merupakan ilmu yang sangat sedikit orang yang mengetahuinya. Bahkan ilmu ini merupakan ilmu yang pertama kali akan diangkat (dicabut) dari bumi ini oleh Allah dengan cara dimatikan-Nya para ulama yang mengerti ilmu ini satu demi satu pada akhir zaman.
2. Masih mengutamakan (mendahulukan) adat-istiadat yang berlaku di masyarakat daripada aturan syariat Islam
Dalam pelaksanaannya, pembagian harta warisan masih kental dengan pengaruh adat-istiadat yang berlaku di daerah masing-masing. Sebagai contoh, untuk kasus di Indonesia, yang terdiri dari ratusan suku dengan budayanya masing-masing, terdapat banyak sekali perbedaan dalam hal warisan. Sebagian ada yang menggunakan garis bapak saja (patrilineal) sehingga hanya membagi warisan kepada pihak laki-laki, sementara sebagian yang lain menggunakan garis ibu saja (matrilineal) sehingga yang mendapat bagian hanya dari pihak perempuan; sebagian hanya memberikan kepada anak tertua, sementara sebagian yang lain hanya memberikan kepada anak termuda; sebagian lagi membagikan warisan secara sama rata.
3.
Takut bagiannya sedikit atau tidak mendapat bagian sama sekali
Kecintaan dan ketamakan pada harta mendorong manusia untuk berusaha mendapatkannya dengan sekuat tenaga meskipun kadangkala membuat mereka melakukan perbuatan yang melanggar aturan syariat. Sebagian ahli waris ada yang, karena telah mengetahui bagiannya dari harta warisan jika dibagi menurut hukum faraidh Islam menjadi sedikit atau tidak mendapat bagian sama sekali, berusaha untuk tidak menjalankan pembagian menurut hukum waris Islam. Sebagai gantinya, mereka melakukan pembagian warisan menurut cara mereka sendiri agar mereka mendapat bagian, atau bagian mereka menjadi lebih banyak.
4. Tidak mau repot
Dalam kenyataannya di masyarakat, kebanyakan orang Islam tidak mau membagi warisan menurut syariat Islam karena mereka tidak mau repot atau susah. Mereka menganggap hukum waris Islam rumit kalau diterapkan sehingga mereka menggunakan cara pembagian yang mudah, mislnya dengan musyawarah keluarga; yang penting, harta warisan dibagikan kepada orang-orang yang menjadi ahli waris.
5. Menganggap ilmu faraidh sebagai ilmu yang sangat sulit dipelajari dan dilaksanakan
Karena belum mempelajari atau tidak mau mempelajari ilmu faraidh, maka kebanyakan orang Islam menganggap ilmu faraidh sulit dipelajari apalagi dilaksanakan. Anggapan seperti ini sudah menjadi kecenderungan di dalam sebagian besar orang Islam yang awam.
6. Merasa hukum waris Islam tidak adil
Sebagian kalangan menganggap bahwa hukum waris Islam tidak layak diterapkan karena merasa hukum ini tidak adil. Salah satu hal yang melandasi anggapan ini adalah masalah gender, misalnya mereka tidak puas karena bagian anak perempuan hanya setengah dari bagian anak laki-laki. Anggapan dan tuduhan ini muncul karena adanya pemahaman yang salah terhadap hukum waris Islam, dan ini banyak dilontarkan oleh kalangan yang benci dengan syariat Islam, baik dari kalangan orientalis maupun orang-orang munafik.
7. Menganggap hukum waris Islam tidak kuat dan tidak mengikat bagi umat Islam
Sama halnya dengan yang merasa hukum waris Islam tidak adil, mereka juga menganggap hukum waris Islam tidak kuat dan tidak mengikat bagi umat Islam. Kelompok yang memiliki anggapan ini umumnya lebih mengutamakan akal (rasio) dalam menafsirkan Al-Qur’an dan Hadits.
8.
Hukum waris Islam belum dituangkan sebagai hukum positif dalam bentuk Undang-Undang
Belum adanya peraturan dalam bentuk Undang-Undang yang diberlakukan di negara kita, juga menjadi salah satu alasan bagi umat Islam di Indonesia untuk tidak mau menjalankan pembagian warisan menurut hukum waris Islam. Umumnya mereka berpendapat bahwa hukum waris Islam baru bisa dilaksanakan jika sudah menjadi hukum positif, sama seperti Undang-Undang yang lain.
9.
Adanya beberapa perbedaan pendapat ulama dalam masalah pembagian harta warisan
Perbedaan madzhab dalam masalah warisan juga sering dijadikan alasan orang untuk tidak mau menjalankan hukum waris Islam karena mereka menganggap tidak ada kesatuan aturan yang menjadi pedoman. Hal ini sebenarnya hanya merupakan alasan orang-orang yang tidak memiliki pendirian dan selalu ragu-ragu dalam menjalankan syariat Islam.
10.
Menganggap hukum waris Islam hanya fatwa para ulama
Anggapan ini hanya dilontarkan oleh sebagian orang karena ketidaktahuan, dan keengganan mereka untuk belajar ilmu faraidh. Umumnya orang-orang awam berpendapat seperti ini.
11. Menganggap bahwa yang memiliki harta memiliki hak mutlak untuk membagi warisannya kepada para ahli waris ketika masih hidup
Karena merasa bahwa harta yang dimiliki merupakan hak mutlak yang diperoleh dari hasil usaha dan jerih payahnya sendiri, banyak orang yang membagikan hartanya sebagai warisan ketika mereka masih hidup kepada para ahli warisnya dengan cara pembagian sendiri yang mereka anggap sudah adil menurut mereka tanpa memperhatikan hukum waris Islam.
12.
Menganggap bahwa pembagian warisan cukup dibagi dengan cara pemberian wasiat saja
Sebagian orang membagi warisan dengan cara memberi wasiat kepada calon ahli warisnya ketika mereka masih hidup untuk dibagikan setelah mereka wafat. Mereka menganggap itulah pembagian yang benar tanpa mengindahkan aturan-atuan pembagian warisan menurut syariat Islam.
13.
Menganggap bahwa pembagian warisan sudah adil jika dibagi secara sama rata di antara semua ahli waris
Sebagian orang memiliki prinsip sama-rata sama-rasa, dan hal itu juga mereka terapkan dalam pembagian harta warisan. Semua ahli waris diberikan bagian yang sama besar tanpa memandang kedudukan masing-masing di dalam susunan ahli waris. Mereka menganggap itulah keadilan yang sesungguhnya.
14.
Belum adanya lembaga yang berwenang mutlak mengurus dan mengatur pembagian harta warisan di antara umat Islam
Benar bahwa di negara kita belum ada lembaga khusus yang berwenang mutlak mengurus dan mengatur pembagian harta warisan di antara umat Islam. Tetapi hal ini justru dijadikan alasan sebagian orang untuk tidak menjalankan pembagian warisan sesuai dengan hukum waris Islam.

Demikianlah di antara sekian alasan yang melatarbelakangi belum adanya kesadaran umat Islam, terutama di Indonesia, untuk melaksanakan pembagian warisan menurut hukum waris Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits. Padahal, hukum waris Islam sudah merupakan ketentuan langsung dari Allah Yang Maha Bijaksana, Mahaadil, Maha Mengetahui, dan Maha Penyayang, dan sudah disusun oleh para ulama menjadi satu cabang ilmu sendiri, yaitu ilmu faraidh. Semoga kita tidak termasuk di antara orang-orang yang tidak mau menjalankan aturan pembagian warisan menurut Al-Qur’an dan Hadits dikarenakan alasan-alasan yang dikemukakan di depan. Semoga Allah memberikan taufiq dan ‘inayah untuk dapat mempelajari, mengamalkan, mengajarkan, dan melestarikan ilmu faraidh. Insyaallah.



Ingin mengikuti terus? Silakan lihat tulisan-tulisan saya yang lain:
1. Hukum Waris Islam: Mengatur Atau Memaksa?
2. Ilmu Faraidh: Sejarah, Dasar Hukum dan Kepentingannya
3. Ilmu Faraidh: Ahli Waris dan Klasifikasinya
4. Ilmu Faraidh: Metode Asal Masalah dalam Penghitungan Warisan
5. Keistimewaan Hukum Waris Islam: Sebuah Bukti Kemahabijaksanaan Allah
6. Empat Belas Macam Alasan Tidak Dijalankannya Hukum Faraidh Di Indonesia
7. Hukum Waris Islam Mengangkat Derajat Wanita
8. Kuis Pendahuluan Ilmu Faraidh
9. Nasihat Seputar Harta Peninggalan

Wassalam,

2 komentar:

  1. jazakallahu khair pak. saya download untuk belajar ilmu ini.

    BalasHapus
  2. Asallamualaikum,saya minta bantu untuk masalah saya.saya sudah kirim via inbox email.terimakasih..

    BalasHapus

Silakan beri komentar Anda