Selasa, 03 Maret 2009

Nasihat Seputar Harta Peninggalan

Oleh: Achmad Yani, S.T., M.Kom.
achmad.yani.polmed@gmail.com
achmad_yani_polmed@yahoo.co.id

بسم الله الرحمن الرحيم

Semua harta, pada dasarnya adalah milik Allah. Hal ini sesuai dengan firman-Nya:

"Kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan yang di bumi. Sesungguhnya Allah Dia-lah yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji." (Q.S. Luqman: 26)

Allah memberikan harta dan hak atas harta itu kepada manusia sebagai titipan dan ujian. Jika manusia menggunakan harta itu di jalan Allah, yaitu sesuai dengan aturan yang telah digariskan Allah, maka Allah akan memberikan balasan kebaikan yang berlipat ganda.

عن أبى هريرة رضي الله عنه قال: جاء رجل إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقال يا رسول الله أي الصدقة أعظم أجرا؟ قال أن تصدق وأنت صحيح شحيح تخشى الفقر وتأمل الغنى ولا تمهل حتى إذا بلغت الحلقوم قلت لفلان كذا ولفلان كذا وقد كان لفلان

Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, ia berkata, "Seseorang bertanya kepada Nabi SAW, 'Ya Rasulullah, sedekah apakah yang terbesar pahalanya?' Beliau bersabda, 'Sedekah yang kamu berikan ketika kondisimu sehat, sedang takut miskin, dan sedang berangan-angan menjadi kaya. Dan jangan kamu memperlambatnya, sehingga maut sudah di tenggorokan, lalu kamu berkata, 'Untuk si Fulan sekian, untuk si Fulan sekian…', padahal hartanya itu telah menjadi miliki si Fulan [yaitu harta tersebut sudah termasuk hak ahli waris]." (H.R. Bukhari – Muslim)

Dalam hadits lain disebutkan sabda Nabi SAW bahwa permisalan orang yang bersedekah ketika akan meninggal dunia adalah seperti seseorang yang sudah cukup makan, lalu sisanya ia berikan kepada orang lain.

Nabi SAW menyatakan dengan berbagai permisalan bahwa waktu bersedekah yang benar adalah ketika dalam keadaan sehat, sebab pada saat itulah waktu yang benar-benar bermujahadah (berjuang) melawan hawa nafsu. Tetapi semua ini bukan bermaksud bahwa orang yang bersedekah ketika akan meninggal dunia itu sia-sia; pahala sedekahnya tetap ia dapatkan, dan akan menjadi simpanannya di akhirat walaupun ia tidak mendapatkan pahala sebanyak yang ia dapatkan ketika bersedekah pada waktu senang dan ada keperluan. Allah berfirman, "Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa."(Q.S. Al-Baqarah: 180)

Perintah Allah ini turun pada zaman permulaan Islam. Pada zaman itu, wasiat untuk kedua orang tua adalah fardhu. Dan ketika hukum waris diturunkan, maka hak kedua orang tua dan sanak saudara telah ditentukan sendiri, sehingga kewajiban wasiat atas mereka telah dihapuskan. Namun sanak saudara yang belum tercantum dalam syariat, mereka masih memiliki hak wasiat, hanya saja sebelumnya adalah fardhu, tetapi sekarang bukan fardhu lagi. Ibnu Abbas RA berkata bahwa dengan ayat waris, maka hukum wasiat untuk sanak saudara yang menjadi ahli waris telah dimansukh (dihapuskan), tetapi sanak saudara yang belum menjadi ahli waris, hukum wasiat bagi mereka belum dimansukh. Qatadah rah.a. berkata bahwa wasiat adalah bagi mereka yang bukan ahli waris, baik mereka sanak saudara ataupun bukan.

Dalam sebuah hadits qudsi, Allah SWT berfirman, "Wahai anak Adam, kamu telah kikir dalam hidupmu, ketika kamu mati kamu mubadzir. Janganlah menyatukan dua keburukan: (a) bakhil dalam hidup, dan (b) bakhil dalam kematian. Lihatlah siapakah di antara sanak saudaramu yang tidak menjadi ahli warismu, dan berwasiatlah untuk mereka."

Sebuah hadits menyebutkan bahwa setelah manusia mati, ia akan mendapat pahala dari tujuh perkara: (1) ilmu yang telah diajarkan untuk orang lain, (2) sungai yang telah dialirkan, (3) sumur yang telah digali, (4) pohon yang telah ditanam, (5) masjid yang telah dibangun, (6) Al-Qur'an yang telah diwariskan, dan (7) anak sholeh yang ditinggal dan ia selalu berdoa untuk keampunannya."

Diriwayatkan dalam sebuah hadits, ketika Nabi SAW bertanya kepada para sahabat, "Siapakah di antara kamu yang lebih menyukai harta waisnya daripada harta miliknya sendiri?" Maka para sahabat menjawab, "Tidak seorang pun di antara kami yang lebih menyukai harta warisnya daripada harta miliknya sendiri." Maka Nabi SAW bersabda, "Harta seseorang itu hanyalah apa yang telah dia kirim terlebih dahulu (ke akhirat), dan apa yang ia tinggalkan itu bukanlah hartanya, tetapi harta milik ahli waris."

Hadits ini memiliki beberapa maksud. Di antaranya adalah untuk menggairahkan bersedekah ketika sehat dan ketika ada keperluan, juga untuk mencegah seseorang dari mewasiatkan seluruh atau sebagian besar hartanya saat datang sakaratul maut. Di samping itu, hadits ini juga mengandung pengertian bahwa mewasiatkan harta yang akhirnya menyengsarakan ahli waris adalah wajib mendapat celaan dan ancaman.

Demikianlah sebagian di antara nasihat tentang harta (peninggalan). Dari beberapa ayat dan hadits di atas, kita dapat mengambil pelajaran bahwa harta sebagai titipan dari Allah, hendaklah kita gunakan sesuai dengan keinginan Allah, baik harta yang telah kita habiskan semasa hidup, maupun harta yang kelak akan kita wariskan kepada para ahli waris. Di samping itu, penting juga untuk bersedekah dan berwasiat dengan cara yang benar sebelum ajal menjemput kita. Semoga bermanfaat untuk kita semua. Wallahu a'lamu bishshawab.

Ingin mengikuti terus? Silakan lihat tulisan-tulisan saya sebelumnya:
1. Hukum Waris Islam: Mengatur Atau Memaksa?
2. Ilmu Faraidh: Sejarah, Dasar Hukum dan Kepentingannya
3. Ilmu Faraidh: Ahli Waris dan Klasifikasinya
4. Ilmu Faraidh: Metode Asal Masalah dalam Penghitungan Warisan
5. Keistimewaan Hukum Waris Islam: Sebuah Bukti Kemahabijaksanaan Allah
6. Empat Belas Macam Alasan Tidak Dijalankannya Hukum Faraidh Di Indonesia
7. Hukum Waris Islam Mengangkat Derajat Wanita
8. Kuis Pendahuluan Ilmu Faraidh
9. Nasihat Seputar Harta Peninggalan

9 komentar:

  1. Assalamualaikum, sy belum mengerti penjelasan bapak, seperti kapan waris harus dibagikan segera mungkin atau perlu waktu untuk membaginya tks wassalam

    BalasHapus
  2. Menyegerakan pembagian warisan maksudnya adalah tidak menunda-nunda pelaksanakan pembagian warisan dari seseorang yang meninggal. Adapun pembagian warisan ini dilaksanakan setelah tiga hal diselesaikan secara berurutan, yaitu (1) Pengurusan jenazah (semua biaya pengurusan jenazah diambil dari harta peninggalan si mayit); (2) Pembayaran utang si mayit jika ada (juga diambil dari harta peninggalan si mayit); dan (3) Pelaksanaan wasiat mayit jika ada (juga tentunya diambil dari harta peninggalan mayit dengan memenuhi ketentuan dan syarat2 yang berlaku untuk wasiat).

    BalasHapus
  3. assalamu'alaikum..
    terima kasih atas artikel2 yang bermanfaat..
    mohon bantuan dari bapak tentang pembagian warits nenek kami yang telah meninggal, dan meninggalkan ahli warits sebagai berikut:
    suami, 2 anak perempuan, 1 saudari kandung, 1 anak laki-laki dari saudara kandung laki-laki.
    mohon penjelasan bagian-bagiannya dan siapa saja yang terhijab..
    sebelumnya saya ucapkan terima kasih..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wa'alaikum salam wr wb.
      Pembagiannya adalah sebagai berikut:
      Suami --> 1/4 bagian.
      2 Anak pr --> 2/3 bagian.
      1 Saudari kandung --> sisanya (ia sebagai 'ashabah ma'al-ghair) = 1 - 1/4 - 2/3 = 1/12 bagian.
      1 Anak lk dari Sdr kandung lk --> terhalang (mahjub) oleh Saudari kandung yg sebagai 'ashabah ma'al-ghair.

      Hapus
  4. Wa'alaikum salam wr. wb.

    Berikut ini penjelasan bagian masing-masing secara singkat:

    Suami mendapat 1/4 bagian = 3/12 bagian (karena ada anak).
    Dua anak perempun mendapat 2/3 bagian = 8/12 bagian (karena lebih dari seorang dan tidak ada anak laki-laki).
    Saudari kandung terhijab oleh 2 anak perempuan.
    Anak laki-laki dari sdr kandung laki-laki mendapat sisanya (dalam ini sebagai 'ashabah), yaitu sebesar 1/12 bagian.

    Demikianlah pembagiannya. Wassalam.

    BalasHapus
  5. Maaf, jawaban yang saya berikan barusan saya ralat, karena ada yang silap (salah).

    Berikut ini jawaban yang seharusnya:

    Suami mendapat 1/4 bagian = 3/12 bagian (karena ada anak).
    Dua anak perempun mendapat 2/3 bagian = 8/12 bagian (karena lebih dari seorang dan tidak ada anak laki-laki).
    Saudari kandung mendapat semua sisanya, yaitu sebesar 1/12 bagian (dalam hal ini dia adalah sebagai 'ashabah ma'al-ghair karena adanya anak perempuan).
    Anak laki-laki dari sdr kandung laki-laki terhijab oleh adanya saudari perempuan yang menjadi 'ashabah ma'al-ghair tadi.

    Demikianlah jawabannya, sudah saya ralat.

    Wallahu a'lamu bishshawab.
    Wasssalam,


    Achmad Yani.

    BalasHapus
  6. Assalamualaikum, mohon bantuan bapak atas mslh saya berikut ini. ayah saya meninggal dunia thn 2000, meninggalkan istri,4 anak laki2 dan 3 anak perempun.kami tdk membagi harta warisan.tetapi abg saya menjual sebagian tanah waris tsb dan membaginya menurut versi mereka kepada anak lelaki si A,B,C dan anak perempuan si S dan P.dan sekarang si C meminta kembali bagiannya dr harta yg msh tersisa,tetapi si A da B tdk memberi dgn alasan yg tersisa milik si ibu, anak lelaki si D dan anak perempua si R(saya). saya mengusulkan memghitung ulang harta peninggalan almarhum dan di bagi menurut syariat islam, tetapi mereka menolak. Bagaimana menurut Bapak penyelesaian masalah ini?? sebelumnya saya ucapkan terima kasih....

    BalasHapus
  7. Ass. Wr.Wb. mohon bantuan bapak atas kondisi keluarga kami. ayah saya meninggal th 1976, dengan seorang istri,5 anak perempuan,2 laki2 dan 1 anak perempuan dari istri yg lain yg telah dicerai sebelum beliau meninggal. ayah meninggalkan satu2nya harta yg dia punya yaitu sebuah rumah yang kami tempati bersama hingga kini. rumah tsb dibangun oleh ayah dan ibu saya dari 0, sejak mereka tidak punya apa2. pertanyaan saya; jika rumah ini dijual, berapakah bagian ibu saya? apa tetap 1/8 atau hasil penjualan rumah tsb. dibagi 2 dulu, kemudian dari yang setengahnya ibu akan mendapat warisan dari ayah saya sebesar 1/8? apakah bagian dari anak lain ibu tsb dibagi dari porsi ayah saya saja atau bagaimana? terima kasih atas perhatian bapak untuk membaca nasalah ini dan semoga bapak berkenan menjawab pertanyaan ini. wass.

    BalasHapus
  8. Alhamdulillah...saya menemukan yang saya cari. Terima kasih Pak Achmad Yani atas ilmu yang dibagikan, semoga ilmu ini bermanfaat bagi saya dan masyarakat lingkungan saya tinggal dan semoga Allah SWT memberikan pahala yang berlimpah ruah kepada Pak Achmad Yani dan keluarga. Hanya ucapan terima kasih yang dapat saya haturkan atas ilmu yang sangat bermanfaat ini, disaat orang-orang telah melupakan ilmu yang sangat berharga ini. Salam dari saya sekeluarga..

    BalasHapus

Silakan beri komentar Anda